Hipertensi
Pendahuluan dan Fakta
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus.
2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah (aterosklerosis) adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I- converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama, yaitu: Peningkatan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dan yang kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
3) Sistem saraf simpatis. Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dengan rangsangan saraf simpatik, maka akan terjadi pelepasan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca-ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Gejala Klinis dan Komplikasi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus).
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak napas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).
Diagnosis
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan sphygmomanometer. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung. Mungkin juga diperlukan pemeriksaan penunjang lainya jika diperlukan.
Pengobatan dan Perawatan
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE- inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker/ARB) dan antagonis kalsium. Selain itu, dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan vasodilator (Nafrialdi, 2009).
1. Diuretik, bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.
2. Penghambat Adrenergik
a. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Bloker)
b. Penghambat Adrenoresptor Alfa (α-Bloker)
3. Vasodilator, terdapat beberapa obat yang termasuk golongan vasodilator antara lain hidralazin, minoksidil, diakzoksid dan natrium nitroprusid. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala (Depkes, 2006).
4. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor), misalnya; benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinopril, moexipril, perindopril, quinapril, ramipril, trandolapril, and tanapres (Benowitz, 2002).
5. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker, ARB), antara lain kandersartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan dan valsartan (Depkes, 2006)
6. Antagonis Kalsium (Calcium Channel Blocker/CCB), misalnya: dihdropiridin (nifedipin, amlodipin, verapamil dan benzotiazepin.
7. Penghambat Simpatis, misalnya: metildopa, klonidin dan reserpin.
Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks
d. Melakukan olahraga teratur
e. Berhenti merokok
f. Kurangi / stop konsumsi alkohol
Referensi:
- Hipertensi [Internet]. Available from: http://eprints.undip.ac.id/43896/3/Gilang_YA_G2A009181_Bab2KTI.pdf
- Hipertensi.[Internet]. Available from: http://digilib.unila.ac.id/2440/9/BAB%20II.pdf