Disease Info
Diabetes Melitus Tipe 2

Pendahuluan dan Fakta

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Provinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Provinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Provinsi Jambi hingga 21,8% di Provinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10,2%. Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF (International Diabetes Federation) tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM.

Patofisiologi

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver, dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak dengan meningkatnya lipolisis, gastrointestinal dengan defisiensi inkretin, sel alfa pankreas dengan hiperglukagonemia, ginjal dengan peningkatan absorpsi glukosa, dan otak dengan resistensi insulin, semuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.

Pada tahun 2009, De Fronzo menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver, dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2, tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebut sebagai the ominous octet. Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal omnious octet berikut:

1.  Kegagalan sel beta pancreas

Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti-diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis, dan DPP-4 inhibitor.

2. Liver

Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu glukoneogenesis, sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver HGP (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses glukoneogenesis.

3. Otot

Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di intramioseluler, akibat gangguan fosforilasi tirosin, sehingga muncul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiazolidindion.

4. Sel lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas Free Fatty Acid/FFA dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus

Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 glucagon-like polypeptide-1 dan GIP glucose- dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide. Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Di samping hal tersebut inkretin segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa- glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas

Sel-α pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor, dan amylin.

7. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 Sodium Glucose coTransporter pada bagian convulated tubulus proksimal, sedangkan 10% sisanya akan diabsorpsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese, baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin, dan bromokriptin.

Gejala Klinis dan Komplikasi

Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Untuk pemeriksaan darah vena:

- Glukosa Darah Puasa Terganggu GDPT: Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl

- Toleransi Glukosa Terganggu TGT: Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa 2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa

- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT

- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Pengobatan dan Perawatan

Tatalaksana umum

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes, yang meliputi:

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Tatalaksana Khusus

Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti-hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi.

Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder atau Tersier.

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya.

Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani gaya hidup sehat. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:

a. Pemacu Sekresi Insulin Insulin Secretagogue, misalnya golongan sulfonil urea, dan glinid

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin, misalnya: Metformin, Tiazolidindion TZD.

c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan; misalnya: Penghambat Alfa Glukosidase.

d. Penghambat DPP-IV Dipeptidyl Peptidase IV

e. Penghambat SGLT-2 Sodium Glucose Cotransporter-2

Obat Antihiperglikemia Suntik

Obat yang termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1.

Insulin, yang meliputi:

a. Insulin kerja cepat Rapid-acting insulin

b. Insulin kerja pendek Short-acting insulin

c. Insulin kerja menengah Intermediateacting insulin

d. Insulin kerja panjang Long-acting insulin

e. Insulin kerja ultra panjang Ultra longacting

 


Referensi:

Konsensus, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015. https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.pdf