Di panduan pengelolaan diabetes mellitus 2021 yang dikeluarkan oleh PP Perkeni, fixed ratio combination direkomendasikan sebagai terapi injeksi lini pertama bagi pasien DM tipe 2 yang belum terkontrol dengan obat anti diabetes oral.
Bagi pasien DM tipe 2, fixed ratio combinations insulin basal dan glucagon-like peptide-1 receptor agonists (GLP-1RA) menunjukkan kontrol glikemik yang lebih baik dibandingkan komponen masing-masingnya. Regimen ini memiliki profil keamanan yang lebih baik dan tidak menaikkan berat badan dan menurunkan efek samping gastro intestinal. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus dimana fixed ratio combination Iglarlixi dapat digunakan dan menunjukkan manfaatnya bagi pasien DM tipe 2
Case study 1 : Pasien DM tipe 2 yang belum terkontrol dengan OAD (HbA1c > 8– < 9%)
Tn. M, 60 tahun, sudah menderita Diabetes selama 12 tahun IMT : 32 kg/m2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium: HbA1c: 8.5%; Creatinine: 1.2 mg/ dL; eGFRb : 65 mL/min/1.73 m2. Riwayat penyakit dahulu hipertensi, dislipidemia terkontrol dengan obat. Terapi saat ini metformin, empagliflozin/ linagliptin fixed-dose combination, hydrochlorothiazide, lisinopril dan atorvastatin.
Tn. M memiliki HbA1c 8,5%, meskipun turun berat badan 3 kg akibat diet dan aktifitas fisik selama 6 bulan. Dokter menyarankan menambahkan GLP1RA pada terapi saat ini, namun distop karena muncul keluhan efek samping gastrointestinal. Dengan terapi fixed-dose combination of a sodium-glucose co-transporter-2 inhibitor (SGLT2i) (empagliflozin) dan dipeptidyl peptidase-4 inhibitor (DPP-4i) (linagliptin) HbA1c akhirnya turun ke 7.6% namun masih belum mencapai target <7%, namun masih bervariasi antara 7.6% dan 7.9%. ia menyadari bahwa untuk menurunkan HbA1c lebih rendah lagi dibutuhkan insulin, namun ia enggan karena resiko kenaikan berat badan meskipun sudah disarankan oleh dokter.
Glikemik control diperbaiki dengan menggunakan Fixed ratio combination iglarlixi, namun SGLT2i tetap dipertahankan ditambah metformin mengingat ada resiko cardiovascular dan moderate CKD pada pasien ini. Mengingat Tn M belum pernah mendapat insulin sebelumnya, maka dosis awal iglarlixi adalah 10 dose steps dan diikuti oleh titrasi dosis seminggu sekali untuk mencapai target glukosa darah puasa 80-130 mg/dL tanpa mengalami hipoglikemia. Iglarlixi merupakan regimen yang cocok untuk Tn. M karena dapat memperbaiki kontrol glikemik dibandingkan diberikan basal insulin saja. Terlebih lagi iglarlixi menunjukkan profil keamanan yang baik tanpa kenaikan resiko hipoglikemia dan berat badan dibanding insulin basal.
Titrasi dosis yang perlahan lahan juga membantu menurunkan kejadian efek samping gastrointestinal yang sering dialami pasien yang mendapat regimen GLP1RA. Hal ini dapat mengatasi keraguan tn M mengenai kenaikan berat badan dan dapat menegaskan Kembali pentingnya intensifikasi terapi untuk mencapai control glukosa darah namun tanpa perlu khawatir akan kenaikan berat badan dan efek samping gastrointestinal.
Case Study 2: Pasien DM tipe 2 yang belum terkontrol dengan obat obatan diabetes oral (HbA1c > 9%)
Tn. T usia 54 tahun, durasi menderita Diabetes 3 tahun. Indeks massa tubuh: 32 kg/m2. Hasil pemeriksaan laboratorium : HbA1c: 9.6%; Creatinine: 1.1 mg/dL; eGFR: 88 mL/min/1.73 m2. Riwayat penyakit sebelumnya hipertensi. Obat yang dikonsumsi saat ini Metformin, Empagliflozin dan glimepiride.
tn. T kesulitan mencapai target HbA1c nya <7% dengan Obat obatannya saat ini (metformin, empagliflozin dan glimepiride. Beliau tidak patuh dengan diet dan olahraga yang disarankan. Tn. T sadar bahwa dengan hbA1c nya 2% diatas target butuh tambahan regimen
untuk Tn T pemberian Iglarlixi dapat membantu menurunkan HbA1c lebih cepat dibandingkan pemberian GLP1Ra atau Basal insulin secara sekuensial. Dosis inisial bagi tn. T yaitu 10 dose step dengan titrasi seminggu sekali untuk mencapai target HBA1c dan menghindari hipoglikemia. Metformin dan Sglt2 inhibitor tetap dipertahankan untuk menurunkan resiko komplikasi kardiovaskuler dan proteksi renal. Sulfonylurea sebaiknya distop. FRC IGlarlixi dapat membantu tn.T mencapai kontrol glikemik sedini mungkin. Dengan menurunkan HbA1c dapat menurunkan glukotoksisitas dan berpotensi menurunkan komplikasi kardiovaskuler
Gambar: Ilustrasi (Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/woman-choosing-apple-pizza_4291635.htm#query=beautiful%20women%20diabetes&position=46&from_view=search&track=ais)
Referensi:
- Perreault L, Rodbard H, Valentine V, Johnson E. Optimizing Fixed-Ratio Combination Therapy in Type 2 Diabetes. Adv Ther. 2019;36(2):265-277. doi: 10.1007/s12325-018-0868-9. PMID: 30610613
- Translating iGlarLixi Evidence for the Management of Frequent Clinical Scenarios in Type 2 Diabetes Neil Skolnik . Stefano Del Prato . Lawrence Blonde . Gagik Galstyan . Julio Rosenstock. Adv Ther (2021) 38:1715–1731 https://doi.org/10.1007/s12325-020-01614-5
ID-SOL-2023-08-G8RO (08/23)