Disease Info

Hipertiroid

Pendahuluan dan Fakta

Hipertiroidi (penyakit Graves, PG) atau juga disebut tirotoksikosis adalah suatu keadaan akibat peningkatan kadar hormon tiroid bebas dalam darah. PG pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroidi amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1.1 Sedangkan distribusi menumt umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 - 30 tahuii (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30—40 tahun.

Dikenal beberapa penyakit yang dapat menyebabkan hipertiroidi dengan penyebab tersering toxic diffuse goiter dan toxic nodular goiter, baik jenis multinoduler maupun soliter. Beberapa penyebab hipertiroidi yang lain dapat ditemukan pada tiroiditis subakuta, chronic autoimmune thyroiditis, karsinoma tiroid, struma ovarii, exogenous hyperthyroidism, hipertiroidi karena pemakaian jodium. Dari berbagai penyebab hipertiroidi, penyakit Graves (PG) atau penyakit Basedow atau penyakit Parry merupakan penyebab paling sering ditemukan.

Patofisiologi

Hipertiroidi adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer.

Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein. Hormon-hormon tiroid ini berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam amino dan elektrolit dari cairan ekstraseluler kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan peningkatan proses-proses intraseluler.

Pada mamalia dewasa khasiat hormon tiroid terlihat antara lain :

— aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak

— modulasi sekresi gonadotropin

— mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan maturasi rambut

— merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang menghasilkan kalorigenesis dan fosforilasi oksidatif pada jaringan hati, ginjal dan otot. 

Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadang-kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui sebabnya.

Patogenesis PG masih belum jelas diketahui. Diduga peningkatan kadar hormon tiroid ini disebabkan oleh suatu aktivator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan kelenjar timid hiperaktif. Aktivator ini merupakan antibodi terhadap reseptor TSH, sehingga disebut sebagai antibodi reseptor TSH. Anti-bodi ini sering juga disebut sebagai thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) Dan ternyata TSI ini ditemukan pada hampir semua penderita PG.

Selain itu pada PG sering pula ditemukan antibodi terhadap tiroglobulin dan anti mikrosom. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua antibodi ini mempunyai peranan dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi mikrosom ini bisa ditemukan hampir pada 60 -70% penderita PG, bahkan dengan pemeriksaan radioassay bisa ditemukan pada hampir semua penderita, sedangkan antibodi tiroglobulin bisa ditemukan pada 50% penderita. Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga karena adanya efek dari kontrol immunologik (immunoregulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik seperti HLA2 dan faktor lingkungan seperti infeksi atau stress. Pada toxic nodular goiter peningkatan kadar hormon tiroid disebabkan oleh autonomisasi dari nodul yang bersangkutan dengan fungsi yang berlebihan sedangkan bagian kelenjar selebihnya fungsinya normal atau menurun.

Gejala Klinis dan Komplikasi

Gambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhankeluhan yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebardebar atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala yang menonjol yaitu:

− Nervositas

− Kelelahan atau kelemahan otot-otot

− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

− Diare atau sering buang air besar

− Intoleransi terhadap udara panas

− Keringat berlebihan

− Perubahan pola menstruasi

− Tremor

− Berdebar-debar

− Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroidi ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari penyakitnya.

Diagnosis

Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, onchōlisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.

Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne dan New Castle sangat membantu menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila hasil BMR > ± 30, sangat mungkin bahwa seseorang menderita hipertiroid. 

Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan hormon timid (thyroid function test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free thyroxine index (FT41). Adapun pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis a.l.: pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, pengukuran kadar TSH serum, test penampungan yodium radioaktif (radioactive iodine uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).

Tatalaksana dan Perawatan

Pengobatan Umum:

1) Istirahat. Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balk di rumah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.

2) Diet. Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif.

3) Obat penenang. Mengingat pada PG sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi. 

Pengobatan Khusus.

Ada beberapa tata laksana yang tersedia untuk hipertiroid. Pendekatan terbaik untuk pasien bergantung pada usia dan kesehatannya. Penyebab utama hipertiroid dan tingkat keparahannya juga menentukan perbedaan pada tata laksananya. Beberapa obat yang dapat diberikan sebagai berikut:

  1. Obat anti-tiroid. Obat-obatan ini secara perlahan meringankan gejala hipertiroidisme dengan mencegah kelenjar tiroid memproduksi terlalu banyak hormon. Obat anti-tiroid termasuk methimazole dan propylthiouracil. Gejala biasanya mulai membaik dalam beberapa minggu hingga bulan. Tata laksana dengan obat anti-tiroid biasanya berlangsung selama 12 hingga 18 bulan. Setelah itu, dosis dapat dikurangi atau dihentikan secara perlahan jika gejala sudah hilang dan jika hasil tes darah menunjukkan kadar hormon tiroid sudah kembali ke kisaran standar. Bagi sebagian orang, obat anti-tiroid membuat hipertiroid mengalami remisi jangka panjang. Tetapi orang lain mungkin mendapati bahwa hipertiroid muncul kembali setelah pengobatan ini. Meskipun jarang, kerusakan hati yang serius dapat terjadi akibat kedua obat anti-tiroid tersebut. Namun, karena propylthiouracil telah menyebabkan lebih banyak kasus kerusakan hati, obat ini umumnya hanya digunakan jika pasien tidak dapat menggunakan methimazole. Sejumlah kecil orang yang alergi terhadap obat-obatan ini mungkin mengalami ruam kulit, gatal-gatal, demam, atau nyeri sendi serta dapat meningkatkan risiko infeksi.
  2. Yodium. Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi menghebat. 
  3. Penyekat Beta (Beta Blocker). Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap katekolamin.
  4. Ablasi kelenjar gondok. Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.
  • Tindakan pembedahan. Indikasi utaina untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa tiroidektomi subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan dengan I131.
  • Ablasi dengan I131. Sejak ditemukannya I131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan hipertiroidi. Walaupun dijumpai banyak komplikasi yang timbul setelah pengobatan, namun karena harganya murah dan pemberiannya mudah, cara ini banyak digunakan.



Referensi: 

  1. Jonathan S, Damayanti T, Antariksa B. Patofisiologi emfisema. Jurnal Respirologi Indonesia. 2019:39(1):60-9
  2. Hermawan AG . Pengelolaan dan pengobatan hipertiroid. Cermin Dunia Kedokteran 1990:63:51-5.
  3. Mayo Clinic. Hyperthyroidism (overactive thyroid) [Internet]. 2022. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hyperthyroidism/diagnosis-treatment/drc-20373665