Disease Info

Fibromialgia

Pendahuluan dan Fakta

Sindrom fibromialgia (FM) sebenarnya sering dijumpai dalam praktik sehari-hari, tetapi sering tidak terdiagnosis karena gejalanya heterogen dan tumpang tindih dengan penyakit lain. Fibromialgia dahulu sering dinamai psychogenic rheumatism, fibrositis, atau myelasthenia. Fibromialgia merupakan sindrom nyeri kronik yang ditandai dengan nyeri muskuloskeletal dan kekakuan otot yang tersebar luas, meliputi keempat kuadran tubuh, sisi kiri dan kanan serta atas dan bawah tubuh. Fibromialgia sering disertai gangguan tidur, cepat lelah, cemas, depresi, kaku di pagi hari, irritable bowel syndrome (IBS), nyeri kepala, vertigo, parestesia, dan sebagainya. Prevalensi FM pada populasi umum di berbagai negara berkisar antara 2-5%, wanita 7 kali lebih banyak daripada pria, sebagian besar berusia 35-65 tahun.

Patofisiologi

Etiologi FM tidak diketahui pasti, tetapi diduga ada predisposisi genetik dengan pencetus stresor lingkungan. Diduga terdapat hubungan antara FM dan fenomena polimorfisme genetik pada monoamine related genes. Gen-gen ini meliputi serotonin2A receptor gene (HTR2A), serotonin transporter gene (HTTLPR) regulatory region, dan dopamine-D4 related gene.

Semula FM diduga sebagai penyakit inflamasi otot, tetapi ternyata tidak ditemukan kelainan pada biopsi otot ataupun anatomi sistem saraf, sehingga FM digolongkan ke dalam nyeri fungsional. Pada studi menggunakan magnetic resonance spectroscopy, tidak ditemukan perbedaan kadar fosfat berenergi tinggi antara pasien FM dan kelompok kontrol, sedangkan studi functional magnetic resonance imaging otak menunjukkan bahwa respons nyeri pada pasien FM dapat ditimbulkan dengan stimulus rangsang yang lebih rendah daripada kontrol. Studi ini mendukung teori bahwa FM berhubungan dengan gangguan pemrosesan rangsang nyeri pada susunan saraf pusat.

Patofisiologi FM belum sepenuhnya jelas. Banyak teori yang diajukan oleh para ahli, antara lain:

1. Amplifikasi/sensitisasi sentral

Pengetahuan tentang FM telah meningkat dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian-penelitian skala besar membuktikan bahwa nyeri pada FM tersebar luas akibat disfungsi susunan saraf pusat. Nyeri diduga berasal dari ketidakseimbangan neurotransmiter susunan saraf pusat yang menyebabkan amplifikasi/sensitisasi sentral. Menurut teori amplifikasi/sensitisasi sentral, kornu dorsale medula spinalis menjadi hiperresponsif terhadap stimulasi nosiseptif dan somatik, sehingga terjadi hiperalgesia dan alodinia.

2. Neurotransmiter

Pada FM, terjadi peningkatan kadar neurotransmiter eksitatorik glutamat, nerve growth factor, brain derived neurotrophic factor, dan substansi P; kadar substansi P cairan serebrospinal pasien FM tiga kali lebih tinggi dibandingkan kontrol. Substansi P merupakan neurotransmiter nosiseptif yang berperan penting dalam munculnya hiperaktivitas neuronal serta proses sensitisasi sentral bersama asam amino eksitasi pronosiseptif yang bekerja pada reseptor NMDA dan neuropeptida lainnya.

3. Stress response system

Stres kronis dapat memicu gangguan stress response system tubuh yang menyebabkan munculnya gejala FM. Pada umumnya, pasien mengalami gangguan pada 2 komponen utama stress response system, yaitu aksis hipotalamus–pituitari–adrenal (HPA) dan sistem saraf autonom.

Diagnosis

Meskipun kewaspadaan telah meningkat, diperkirakan 75% pasien FM tetap tidak terdiagnosis. Fibromialgia sering disertai penyakit lain dalam bidang rematologi, neurologi, dan psikologi sehingga menyulitkan penegakan diagnosis.

Kriteria diagnosis FM menurut American College of Rheumatology (ACR) 1990:

• Riwayat nyeri kronik tersebar luas (widespread pain) dan telah berlangsung =3 bulan

• Nyeri meliputi =11 dari 18 tender points

• Lokasi nyeri pada 4 kuadran dan skeleton aksial

Nyeri yang tersebar luas ini didapatkan pada 97% pasien FM, dibandingkan dengan 70% pada kontrol. Kriteria diagnosis ini mempunyai sensitivitas 88,4% dan spesifisitas 81,1%. Penekanan tender point dilakukan dengan ibu jari tangan secara tegak lurus dengan gaya sebesar kurang lebih 4 kg, ditandai kuku ibu jari tangan yang dipakai menekan berubah warna menjadi putih. Dikatakan positif bila pada penekanan pasien merasa nyeri.

Kriteria FM menurut ACR 2010:

1. WPI =7 dan nilai skala SS =5 atau nilai WPI 3-6 dan SS =9

2. Gejala telah dialami penderita dalam derajat yang setara paling sedikit selama 3 bulan

3. Pasien tidak menderita penyakit lain yang dapat menyebabkan nyeri

Area WPI adalah sebagai berikut:

Skala SS (0-12): jumlah tingkat keparahan 3 kelompok gejala utama (0-9) ditambah skala gejala somatisasi (0-3). Tiga kelompok gejala utama adalah:

1. Fatigue: skala 0-3

2. Bangun tidur merasa tidak segar (waking unrefreshed): skala 0-3

3. Gejala kognitif: skala 0-3

Keterangan:

0 = tidak ada gejala

1 = gejala ringan atau intermiten

2 = gejala sedang dan sering muncul

3 = gejala berat, terus-menerus, dan sering mengganggu

Gejala dan Komplikasi

Gejala utama FM adalah nyeri muskuloskeletal kronik yang tersebar luas di seluruh bagian tubuh. Fibromialgia sering disertai penyakit lain dalam bidang reumatologi, neurologi, dan psikologi, sehingga membingungkan.

Gejala penyerta FM yang sering dijumpai antara lain cepat lelah, insomnia, depresi, nyeri kepala, parestesia, dan irritable bowel syndrome (IBS). Fibromialgia sering kali berlangsung kronik dan menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Tatalaksana dan Perawatan

Manifestasi klinis FM sangat bervariasi sehingga manajemen pasien FM bersifat individual, bergantung pada gejala klinis utama, komorbiditas, dan gangguan fungsi. Pada kasus FM yang sulit diobati, disarankan pendekatan multidisipliner. Tujuan terapi FM adalah menghilangkan nyeri, mengobati penyakit penyerta, dan meningkatkan kualitas hidup.

Prinsip manajemen FM ada 2 jenis, yaitu terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis.

A. Terapi farmakologis

1. Antidepresan

Rasionalisasi penggunaan antidepresan didasarkan pada beberapa bukti bahwa antidepresan dapat menghambat ambilan kembali (reuptake) serotonin dan norepinefrin di celah sinaps, sehingga dapat memperkuat jalur inhibisi nyeri desenden dan mengurangi persepsi nyeri. Antidepresan efektif mengatasi gangguan depresi dan cemas yang sering menyertai FM. Beberapa antidepresan memiliki efek antagonis NMDA dan aktivitas penyekatan kanal ion yang dapat meningkatkan efek antinosiseptifnya.

Obat antidepresan yang disarankan antara lain:

a. Golongan trisiklik, misalnya amitriptilin dan nortriptilin.

b. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), misalnya fluoksetin dan sitalopram. Toleransi terhadap SSRI lebih baik dibandingkan golongan trisiklik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa fluoksetin secara signifikan mengurangi rasa nyeri dan kelelahan serta memperbaiki mood

c. Selective serotonin and norepinephrine reuptake inhibitor (SSNRI). Duloksetin adalah salah satu SNRI yang direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2008 dan telah disetujui sebagai salah satu obat untuk terapi FM pasien dewasa.

2. Antikonvulsan

Antikonvulsan yang sering digunakan dalam pengobatan FM adalah pregabalin dan gabapentin. Keduanya merupakan ligan alfa2-delta (a2-d) yang memiliki aktivitas analgesik, ansiolitik, dan antikonvulsan. Cara kerja kedua obat ini adalah berikatan dengan reseptor a2-d untuk memodulasi influks ion kalsium ke dalam neuron yang mengalami hipereksitasi, sehingga mengurangi pelepasan neurotransmiter pronosiseptif, seperti substansi P dan glutamat.

3. Opioid

Tramadol adalah obat yang bekerja langsung di SSP sebagai agonis reseptor opiat dan sebagai monoamine reuptake inhibitor yang memiliki efek antinosiseptif pada jalur nyeri asenden ataupun desenden.

Terapi Nonfarmakologis

Terapi farmakologis saja sering tidak memberikan hasil yang diharapkan sehingga perlu tambahan terapi nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis yang banyak dipakai antara lain:

1. Cognitive behavior therapy (CBT)

Di antara intervensi psikoterapi, CBT mempunyai evidence terbaik. Rasionalisasi penggunaan CBT dalam FM didasarkan pada konsep bahwa nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang merupakan interaksi kompleks antara faktor biologi, kognitif, afektif, dan tingkah laku.

2. Edukasi

Edukasi yang baik memegang peranan penting agar pasien memahami penyakitnya. Penjelasan difokuskan seputar penyakit dan mekanisme yang mendasari munculnya berbagai gejala serta terapi yang diberikan.

3. Olahraga aerobik

Latihan aerobik dapat membantu memperbaiki kondisi fi sik dan bermanfaat sebagai terapi tambahan untuk depresi, cemas dan stres. Latihan aerobik intensitas ringan sampai sedang selama 30-60 menit, sebanyak 2-3 kali seminggu selama lebih dari 10 minggu dapat memberikan manfaat positif jangka pendek.

4. Akupunktur

Akupunktur boleh jadi berguna, bergantung pada latar belakang kultural pasien.



Referensi:

Purwata TE. Diagnosis dan manajemen fibromialgia. Cermin Dunia Kedokteran 2014;216(41):327-31.