Disease Info

Dermatitis Atopik

Pendahuluan dan Fakta

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronik dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi), terutama mengenai bayi dan anak-anak, dapat pula terjadi pada orang dewasa. Penyakit ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta adanya riwayat rinitis alergika dan asma pada keluarga maupun penderita (Kariosentono, 2006).

Patofisiologi

Etiopatogenesis

Faktor endogen yang berperan, meliputi disfungsi sawar kulit, riwayat atopi, dan hipersensitivitas akibat peningkatan kadar IgE total dan spesifik. Faktor eksogen pada dermatitis atopik, antara lain adalah bahan iritan, allergen dan hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja, 2009).

1. Faktor Endogen:

a. Disfungsi sawar kulit penderita

b. Riwayat atopi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu “atopos” yang berarti “out of place” atau “di luar dari tempatnya”, dan ditujukan pada penderita dengan penyakit yang diperantarai oleh IgE (Kariosentono, 2006).

c. Hipersensitivitas. Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah adanya peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit T meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari IL-4. Sementara produksi IL-4 dipengaruhi oleh aktivitas sel T helper dan Sel T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE.

2. Faktor Eksogen

a. Iritan Kulit penderita dermatitis atopik ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol (Ring et al., 2012).

b. Lingkungan. Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan dermatitis atopik misalnya: hewan peliharaan, dan mikroorganisme.

c. Alergen. Penderita dermatitis atopik mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa alergen, antara lain: alergan hirup dan alergan makanan.

Gejala Klinis dan Komplikasi

Gejala dermatitis atopik dapat bervariasi pada setiap orang. Gejala yang paling umum adalah kulit tampak kering dan gatal. Gatal merupakan gejala yang paling penting pada dermatitis atopik. Garukan atau gosokan sebagai reaksi terhadap rasa gatal menyebabkan iritasi pada kulit, menambah peradangan, dan juga akan meningkatkan rasa gatal. Gatal merupakan masalah utama selama tidur, pada waktu kontrol kesadaran terhadap garukan menjadi hilang (Jamal, 2007). Insidens tertinggi dermatitis atopik ditemukan dalam 2 tahun pertama kehidupan meskipun penyakit dapat mulai hampir pada usia berapa pun. Pada balita bagian yang sering terkena adalah batang tubuh, pipi dan ekstremitas atas. Pasien dermatitis atopik dalam praktik klinis mengeluhkan menggosok lesi yang gatal terus-menerus, kulit menjadi menebal dan mengembangkan penampilan kasar. Karakteristik wajah pasien dermatitis atopik kronis adalah keriput kecil di bawah kedua mata (Denny Morgan’s fold) dan hilangnya lapisan ketiga alis luar karena menggosok (Hertoghe’s sign) (Werfel, 2011).

Gejala dermatitis atopik dibedakan menjadi 3 kelompok usia, yaitu:

1. Dermatitis atopik pada masa bayi (0-2 tahun)

2. Dermatitis atopik pada masa anak (2-12 tahun)

3. Dermatitis atopik pada dewasa (>12 tahun)

Diagnosis

Pada umumnya diagnosis dibuat dari riwayat adanya penyakit atopi seperti asma dan rinitis alergi, pada keluarga, khususnya kedua orang tuanya. Kemudian dari gejala yang dialami pasien, kadang perlu melihat beberapa kali untuk dapat memastikan dermatitis atopik dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain serta mempelajari keadaan yang menyebabkan iritasi/alergi kulit (Carson, 2013). Adapun penggunaan kriteria diagnostik yang baik penting dalam diagnosis dermatitis atopik, terutama untuk pasien yang termasuk dalam tipe fenoti dan diagnosis ini dikembangkan oleh Hanifin dan Rajka yang secara luas diterima (Akdis et al., 2006).

a) Kriteria mayor

1) Rasa gatal

2) Gambaran dan penyebaran kelainan kulit yang khas (bayi dan anak di muka dan lengan)

3) Eksim yang menahun dan kambuhan

4) Riwayat penyakit alergi pada keluarga (stigmata atopik)

b) Kriteria minor:

Hiperpigmentasi daerah periorbita, Tanda Dennie-Morgan, Keratokonus, Konjungtivitis rekuren, Katarak subkapsuler anterior, Cheilitis pada bibir, White dermatographisme, Pitiriasis Alba, Fissura pre aurikular, Dermatitis di lipatan leher anterior, Facial pallor, Hiperliniar palmaris, Keratosis palmaris, Papul perifokular hiperkeratosis, Xerotic, Iktiosis pada kaki, Eczema of the nipple, Gatal bila berkeringat, Awitan dini, Peningkatan Ig E serum, Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2), Kemudahan mendapat infeksi, Stafilokokus dan Herpes Simpleks, Intoleransi makanan tertentu, Intoleransi beberapa jenis bulu binatang, Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi, Tanda Hertoghe ( kerontokan pada alis bagian lateral) Seseorang dianggap menderita dermatitis atopik bila ditemukan minimal 3 gejala mayor dan 3 gejala minor (Tada, 2002)

Pengobatan dan Perawatan

a. Identifikasi dan eliminasi faktor pencetus. Sebelum diberikan terapi medikamentosa, penentuan faktor pencetus serta menghindarinya merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan pengobatan dermatitis atopik. Misalnya faktor pencetus dari bahan alergan (makanan, udara), atau bahan iritan diperlukan untuk membantu meningkatakan keberhasilan terapi.

b. Mencegah kekeringan kulit. Hidrasi kulit baik dilakukan pada berbagai stadium penyakit. Untuk mengatasi kekeringan kulit dilakukan dengan membasahi kulit dengan air dan dibalut dengan pembalut hidrofobik supaya tidak menyerap air tersebut.

c. Medikamentosa. Pengobatan medikamentosa terutama ditujukan untuk mengatasi rasa gatal, reaksi peradangan, infeksi sekunder serta perbaikan sistem kekebalan tubuh. Terapi medikamentosa ini ditujukan untuk mengatasi rasa gatal (dengan obat-obat antihistamin H1) dan mengatasi reaksi peradangan, dengan menggunakan kortikosteroid baik lokal atau sistemik. Dermatitis akut maupun kronis yang tidak terkontrol sering disertai infeksi sekunder yang memerlukan terapi antibiotik sistemik.

d. Perbaikan sistem imun. Kasus dermatitis atopik sering menunjukkan gangguan regulasi sistem imun, oleh karena itu dapat diberikan pengobatan untuk memperbaiki sistim imun. Biasanya pengobatan ini merupakan alternatif bila dengan pengobatan di atas mengalami kegagalan.

e. Imunoterapi allergen. Imunoterapi/desensitisasi pada dermatitis atopik ditujukan terhadap alergen udara.

Cara pengobatan ini sampai sekarang masih diperdebatkan apakah efektif.

  1. Interferon gamma. Pada kasus dermatitis atopik didapatkan penurunan kapasitas pembentukan interferon gamma oleh sel mononuklear
  2. Timopentin. Timopentin merupakan pentapeptida sintetik yang dapat meningkatkan diferensiasi timosit dan fungsi limfosit T tetapi memerlukan waktu yang agak lama.
  3. Siklosporin. Siklosporin dapat digunakan untuk menekan produksi sitokin.

f. Fototerapi. Pemberian sinar ultraviolet dapat bermanfaat pada dermatitis kronik dan rekalsitrans. Sebaliknya, sinar matahari yang berlebihan atau udara yang panas dan lembab dapat menimbulkan rasa gatal.

g. Psikoterapi. Pasien dermatitis atopik biasanya menunjukkan gejala seperti pada penyakit kronik lain yaitu gangguan emosi yang juga diderita oleh orang tua/keluarganya.




Referensi:

1. Dermatitis atopik [Internet]. Available from: http://digilib.unila.ac.id/20687/120/BAB%20II.pdf

2. Munasir Z. Tata laksana dermatitis atopik pada anak serta tata laksana dermatitis atopik pada anak serta pencegahan terjadinya asma di kemudian hari. Sari Pediatri 2002:4(3): 119-24.