Disease Info

Ambliopia

Pendahuluan dan Fakta

Ambliopia adalah kelainan perkembangan yang memengaruhi penglihatan. Ditandai dengan perubahan perkembangan saraf, ambliopia menyebabkan kelainan fisiologis pada perkembangan jalur penglihatan selama masa kanak-kanak, mengakibatkan gangguan penglihatan yang terjadi secara unilateral atau, lebih jarang, pada kedua mata. Kondisi ini terjadi ketika perkembangan visual kortikal gagal pada salah satu atau kedua mata di awal masa kehidupan. Ambliopia umumnya dikenal sebagai “mata malas” di kalangan masyarakat umum. Jika tidak diobati, ambliopia dapat menyebabkan hilangnya penglihatan permanen pada mata yang terkena, bahkan jika kelainan pada mata yang mendasari sudah teratasi.

Di antara anak-anak dan dewasa muda, ambliopia adalah penyebab paling umum dari penurunan visus pada satu mata, memengaruhi sekitar 2% - 4% anak-anak. Perkembangan kondisi ini sering dikaitkan dengan faktor-faktor seperti penglihatan yang kurang, kualitas stimulasi visual yang tidak memadai, atau gangguan interaksi binokular-mata selama periode kritis perkembangan anak. Pasien dengan ambliopia biasanya menunjukkan penurunan ketajaman visus terkoreksi terbaik (BCVA), yang tidak dapat dikaitkan dengan perubahan struktural pada mata.

Ambliopia menghadirkan masalah kesehatan global yang signifikan karena prevalensinya dan potensi gangguan penglihatan permanen jika tidak segera didiagnosis dan diobati. Berdasarkan riwayat yang ada, berbagai bentuk ambliopia telah dilaporkan memengaruhi hingga 3% populasi, dengan 1,2% risiko kehilangan penglihatan seumur hidup disebabkan oleh kondisi ini. Data yang lebih baru menunjukkan bahwa prevalensi global ambliopia berada dalam kisaran 1,1% - 1,8%. Penelitian berbasis populasi telah melaporkan tingkat prevalensi yang bervariasi, dengan perkiraan berkisar antara 0,7% - 2,6% pada anak berusia 30 - 70 bulan dan 1,0% - 5,5% pada anak yang lebih tua. Prevalensi ambliopia yang dilaporkan dapat berfluktuasi berdasarkan faktor-faktor seperti usia, etnis, ras, definisi spesifik yang digunakan untuk ambliopia, metodologi penelitian, dan variabel lain yang berkontribusi.

Sebuah meta-analisis komprehensif dari data prevalensi global yang mencakup lebih dari 1,8 juta pasien di 60 penelitian mengungkapkan tingkat prevalensi gabungan sebesar 1,44%, dengan kisaran 1,17% - 1,78%. Tingkat prevalensi bervariasi di berbagai benua, dengan tingkat pelaporan di Eropa, Amerika Utara, Asia, dan Afrika masing-masing sebesar 2,90%, 2,41%, 1,09%, dan 0,72%. Studi tersebut memperkirakan bahwa pada tahun 2019, sekitar 99,2 juta orang di seluruh dunia terkena ambliopia, dengan perkiraan peningkatan menjadi 175 juta pada tahun 2030 dan 220 juta pada tahun 2040.

Klasifikasi dan Etiologi

Jenis utama ambliopia adalah refraksi, strabismus, penurunan visus, dan oklusi.

  1. Ambliopia refraksi. Ambliopia jenis ini terjadi ketika gangguan visus seperti hipermetropia, miopia, atau astigmatisme tidak dikoreksi, sehingga menyebabkan gangguan pada penglihatan.
  2. Ambliopia strabismus. Dikenal juga strabismus atau mata juling terjadi ketika mata tidak sejajar dengan benar, sehingga otak mengabaikan apa yang masuk dari salah satu mata untuk menghindari penglihatan ganda. Kedua bola mata mungkin diarahkan kearah yang berbeda.
  3. Ambliopia deprivasi/penurunan visus. Hal ini terjadi ketika ada sesuatu yang menghalangi input visual normal ke mata, seperti katarak, jaringan parut pada kornea, hidup dalam kegelapan total, atau mata tertutup dalam waktu lama.
  4. Ambliopia oklusi. Terjadi ketika mata yang lebih sehat atau kuat ditutup atau diobati dengan obat tetes mata terlalu lama saat dalam pengobatan ambliopia. Penelitian menunjukkan bahwa penglihatan pada mata yang sehat bisa menjadi lebih buruk ketika memakai penutup mata lebih dari 6 jam sehari selama 6 bulan. Kondisi ini akan membaik setelah berhenti memakai penutup mata atau menggunakan obat tetes mata.

Patofisiologi

Ambliopia adalah suatu kondisi perkembangan saraf yang menyebabkan gangguan pada penglihatan terbaik yang terkoreksi pada satu atau kedua mata. Perkembangan ketajaman penglihatan pada periode pasca-kelahiran bergantung pada paparan terus-menerus terhadap rangsangan visual berkualitas tinggi oleh kedua mata dan fungsi yang tepat dari jalur visual. Penelitian telah menunjukkan adanya periode sensitif atau kritis di mana ambliopia dapat berkembang karena perkembangan jalur visual yang tidak lengkap, dengan jendela kerentanan hingga usia sekitar 7 hingga 10 tahun. Setiap penyimpangan dari penglihatan normal selama dekade pertama kehidupan yang disebabkan oleh gambaran retina kabur unilateral atau bilateral dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen jika tidak segera didiagnosis dan diobati.

Gangguan pada jalur visual normal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk anisometropia, kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, strabismus, dan opasitas media okular. Pengenalan dan intervensi dini sangat penting dalam mengatasi penyebab mendasar ini untuk mencegah konsekuensi ambliopia yang tidak dapat diperbaiki.

Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan magnetic resonance imaging fungsional (fMRI) dan tomografi koherensi optik (OCT) pada individu dengan ambliopia telah mengungkapkan perubahan struktural dan fungsional neuroanatomi pada volume gray matter dari hemisfer korteks visual yang sesuai, perubahan ketebalan kortikal dalam beberapa  volume white matter, variasi ketebalan otot siliaris, perubahan ketebalan koroid, perbedaan ketebalan serabut saraf retina, variasi ketebalan makula sentral, dan modifikasi struktur lain sepanjang jalur visual. Temuan ini menyoroti dampak luas ambliopia pada aspek struktural dan fungsional sistem penglihatan.

Ambliopia dipengaruhi oleh hubungan anatomi antara fotoreseptor dan bidang reseptor sel ganglion, hubungan antara bidang reseptor sel ganglion dan lapisan dalam genikulatum lateral, dan hubungan antara genikulatum lateral dan lapisan korteks visual. Koneksi saraf yang rumit ini memainkan peran penting dalam mengembangkan dan mewujudkan ambliopia. 

Kedalaman dan tingkat keparahan ambliopia sangat erat kaitannya dengan usia timbulnya ambliopia dan durasi pengobatannya. Secara umum, semakin dini timbulnya ambliopia dan semakin lama ambliopia menetap tanpa intervensi, semakin sulit untuk memperbaiki dan mengurangi dampaknya.

Faktor Risiko    

Seorang anak akan lebih mungkin mengalami mata malas jika:

  • Lahir prematur
  • Lahir lebih kecil dari rata-rata
  • Memiliki riwayat keluarga dengan amblyopia
  • Adanya gangguan perkembangan

Tanda dan Gejala

Ambliopia dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya antara usia 6 dan 9 tahun. Mengidentifikasi dan mengobatinya sebelum usia 7 tahun memberikan peluang terbaik untuk memperbaiki kondisi tersebut sepenuhnya.

Gejala umum meliputi:

  • Kesulitan mengetahui seberapa dekat atau jauh suatu benda (perkiraan jarak)
  • Memicingkan mata atau menutup satu mata
  • Memiringkan kepala

Diagnosis

Meskipun terdapat berbagai defisit dalam fungsi visual, diagnosis ambliopia masih dilakukan dengan mengukur ketajaman visual pada grafik mata menggunakan pengenalan berbasis optotipe.

Pada anak praverbal yang belum bisa menyelesaikan tugas ini, diagnosis dapat dilakukan menggunakan metode perilaku, seperti preferensi fiksasi dengan mengamati seberapa kuat anak menolak penutupan salah satu mata dibandingkan dengan mata lainnya. Skema penilaian dapat digunakan untuk mengukur preferensi fiksasi secara kuantitatif, dan grating acuity dapat ditentukan menggunakan kartu ketajaman Teller. Pengujian ketajaman visual pengenalan berbasis optotipe (huruf, angka, atau simbol) harus dilakukan segera setelah anak dapat melakukan tugas ini dengan baik.

Karena ambliopia adalah defisit visual yang umum dan dapat dicegah, terdapat perhatian besar terkait dengan diagnosis dini dan penentuan pengobatan yang lebih efektif untuk kondisi ini. American Academy of Pediatrics merekomendasikan skrining ambliopia sebagai bagian dari pemeriksaan rutin kesehatan anak yang dilakukan oleh dokter anak atau praktisi perawatan keluarga, termasuk penggunaan teknik skrining visus berbasis instrumen untuk anak-anak praverbal.

Tata Laksana

Tata laksana awal pada ambliopia bergantung pada penyebabnya. Beberapa pertimbangan utama pada tata laksana ambliopia sebagai berikut:

  1. Ambliopia deprivasi/penurunan visus: Dalam kasus ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengatasi dan memperbaiki obstruksi patologis yang menyebabkan ambliopia. Hal ini mungkin mencakup intervensi bedah seperti operasi katarak, perbaikan ablasio retina, operasi kornea, atau pengobatan untuk berbagai patologi mata lainnya.
  2. Ambliopia refraksi: Intervensi penting melibatkan penanganan kelainan refraksi lengkap pada pasien dengan lensa korektif. Pada banyak kasus, penggunaan lensa korektif cukup untuk membalikkan ambliopia menjadi normal.
  3. Ambliopia strabismus: Perbaikan strabismus dengan intervensi untuk menyelaraskan mata dapat menjadi pertimbangan. Namun, perbaikan strabismus saja jarang dapat mengembalikan ambliopia sepenuhnya.

Alasan tata laksana ambliopia dilakukan adalah untuk membatasi risiko hilangnya visus permanen pada tahap awal perkembangan. Umumnya tata laksana yang dilakukan lebih efektif dan pada beberapa kasus terselesaikan jika diagnosis dan tindakan terapeutik dimulai sedini mungkin pada masa kanak-kanak. Perawatan yang tepat waktu dapat memberikan banyak manfaat selama perkembangan awal dan masa dewasa, termasuk perbaikan best-corrected visual acuity (BCVA), penglihatan binokular, defisit okulomotor, stereopsis, fiksasi, sensitivitas kontras, dan kualitas hidup.

Dalam mengobati berbagai bentuk ambliopia, pemnberian “penalti” visual pada mata tanpa ambliopia sering kali diperlukan untuk merangsang perkembangan penglihatan pada mata ambliopia. Metode “penalti” visual yang paling umum adalah dengan menggunakan eye patch pada mata non-ambliopia. Durasi pemakaian eye patch dapat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan ambliopia, dan praktisi kesehatan merekomendasikan penggunaan eye patch selama 2 jam, 6 jam, atau bahkan seharian penuh dalam beberapa kasus. Mendorong aktivitas visual seperti membaca, menonton televisi, atau bermain video game selama “patching” dapat bermanfaat, karena hal ini memaksa pasien untuk menggunakan mata ambliopia dan dapat meningkatkan kerja sama pasien dengan program “patching”, terutama jika dikaitkan dengan aktivitas yang menyenangkan.

 

Referensi:

  1. Blair K, Cibis, G, Zeppieri M, Gulani AC. Amblyopia. National Library of Medicine [Internet]. 2024. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430890/
  2. Whitbourne K, Sheikh Z. Lazy eye (amblyopia). WebMD [Internet]. 2024. Available from: https://www.webmd.com/eye-health/amblyopia-child-eyes
  3. Zagui RM. Amblyopia: Types, diagnosis, treatment, and new perspectives. American Academy of Opthalmology [Internet]. 2019. Available from: https://www.aao.org/education/disease-review/amblyopia-types-diagnosis-treatment-new-perspectiv