Glaukoma Akut
Pendahuluan dan Fakta
Glaukoma akut (Acute Angle Closure – AAC) adalah suatu kondisi dimana terjadi blok jalinan trabekular oleh iris perifer pada sudut bilik mata, yang merupakan suatu keadaan darurat mata yang memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan. Pengobatan medikamentosa harus dimulai secepat mungkin untuk menurunkan tekanan intraokular, sebelum terapi definitif iridektomi laser atau bedah dilakukan.
Studi oleh Qugley dan Broman (2006) menunjukkan bahwa 21 juta orang akan mengalami glaukoma sudut tertutup (kronis) / Chronic Angle Closure Glaucoma – CACG, dan 5,2 juta diantaranya akan mengalami kebutaan bilateral akibat penyakit ini di tahun 2020. Sebagian besar kasus asimtomatis hingga mencapai tahap lanjut, namun tidak jarang juga diantaranya dengan riwayat adanya serangan akut (AAC). Insiden glaukoma sudut tertutup lebih banyak dijumpai pada ras Asia dibandingkan dengan ras Kaukasian ataupun Afrika.
Patofisiologi
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara sekresi aquos humor oleh badan siliar dan drainase melalui trabekular meshwork dan uveoskleral. Oleh karena itu dibagi menjadi 2 mekanisme yaitu pada glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka. Pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka, ada peningkatan hambatan pada aliran aquos humor pada jalur trabekula meshwork. Sementara hambatan terdapat pada jalur menuju drainase tersebut disebut sebagai glaukoma sudut tertutup.
Mekanisme utama penurunan fungsi penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan terjadinya penipisan pada lapisan serat saraf dan lapisan ini retina. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya akson pada nervus optikus dan diskus optikus menjadi atrofik, serta pembesaran pada cawan optik. Secara umum, hingga sekarang dikenal 2 teori yang mendasari mekanisme penurunan fungsi penglihatan yaitu teori mekanis (peningkatan tekanan intraokuler menyebabkan kerusakan papil nervus optikus) dan teori vaskuler (penurunan aliran/perfusi darah menyebabkan terjadinya kerusakan papil nervus optikus). Pada teori mekanis , peningkatan tekanan intraokuler menyebabkan tekanan pada serabut saraf terutama pada bagian Elschnig’s ring dan lamina kribosa. Lalu terjadi putusnya jalur axoplasmic transport baik secara anterograde maupun retrograde.
Gejala Klinis dan Komplikasi
Gejala dari glaukoma akut adalah:
- Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi secara mendadak dan sangat nyeri pada mata di sekitar daerah inervasi cabang nervus Kranialis V.
- Mual, muntah dan lemas, hal ini sering berhubungan dengan nyeri.
- Penurunan visus secara cepat dan progresif, hiperemis, fotopobia.
- Riwayat penyakit sebelumnya.
Diagnosis
a. Anamnesis didapatkan keluhan-keluhan terkait dengan glaukoma akut.
b. Slit-lamp biomikroskopi
- Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva.
- Edema kornea
- Bilik mata depan dangkal dengan kontak iridokorneal perifer
- Flare dan sel akuos
- Pupil mid-dilatasi dan tidak ada reaksi terhadap cahaya
- Tekanan intra-okular sangat meningkat (50-100 mmHg)
c. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang, dan menunjukkan adanya kontak irido-korneal perifer. Pemeriksaan gonioskopi kontra-lateral juga penting untuk dilakukan, umumnya pada kasus glaukoma akut sudut tertutup primer ditemukan adanya gambaran sudut tertutup laten pada mata sebelahnya.
d. Oftalmoskopi
Kelainan optik-disk dapat dievaluasi dengan menggunakan oftalmoskop direk, slit-lamp biomikroskopi yang menggunakan lensa +78 D, atau lensa kontak Goldmann dan oftalmoskop indirek. Gambaran fundus pada glaukoma akut dapat ditemukan optik-disk edema dan hiperemis akibat gangguan pada aksoplasmik transport / flow.
Tatalaksana dan Perawatan
1. Terapi medikamentosa:
a. Karbonik anhidrase inhibitor
Asetazolamid, merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukoma akut. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan menghambat produksi humour akuos, sehingga sangat berguna untuk menurunkan tekanan intraokular secara cepat. Asetazolamid dengan dosis inisial 2x250 mg oral, dapat diberikan kepada pasien yang memiliki fungsi ginjal normal dan tidak terdapat kelainan lambung. Penambahan dosis maksimal asetazolamid dapat diberikan setelah 4-6 jam untuk menurunkan tekanan intraokular yang lebih rendah. Karbonik anhidrase inhibitor topikal dapat digunakan sebagai inisial terapi pada pasien glaukoma akut dengan emesis.
b. Beta bloker
Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut tertutup. Beta bloker dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor akuos. Timolol merupakan beta bloker nonselektif dengan aktifitas dan konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30 – 60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker tetes mata nonselektif sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.
c. Miotik kuat
Pilokarpin 2% atau 4% 4 x 1 tetes pemberian sebagai inisial terapi. Penggunaannya tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Hal ini karena muskulus sfingter pupil sudah mengalami iskemik sehingga tidak dapat berespon terhadap pilokarpin.
d. Agen osmotik
Agen ini sangat efektif untuk menurunkan tekanan intra okular dengan cepat, pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalami emesis.
- Gliserin, dosis efektif 1 - 1,5 gr/kg BB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan durasi efek selama 5 - 6 jam. Selama penggunaannya, gliserin dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Kontraindikasi pada pasien DM dan pasien dengan gagal ginjal.
- Mannitol, pemberian intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit. Mannitol dengan berat molekul yang tinggi, akan lebih lambat berpenetrasi pada mata sehingga lebih efektif menurunkan tekanan intraokular. Efek penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian manitol intravena.
e. Steroid topikal
2. Laser Peripheral Iridotomi (LPI)
Iridotomi diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil, iridotomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang beresiko, yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. LPI tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis iridis, karena dapat mengakibatkan perdarahan. Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang menggunakan anti-koagulan sistemik, seperti aspirin. Argon laser dan Nd:YAG laser sama-sama dapat digunakan untuk iridektomi. Komplikasi yang dapat terjadi pasca tindakan laser adalah corneal burn, kapsul anterior lensa robek, perdarahan (biasanya tidak lama), tekanan intraokular meningkat pasca tindakan dan inflamasi.
3. Bedah Iridektomi
Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan tindakan laser iridotomi. Seperti;
- Pada situasi iris tidak dapat dilihat dengan jelas karena edema kornea, hal ini sering terjadi pada pasien glaukoma akut berat yang berlangsung 4 – 8 minggu.
- Sudut bilik mata depan dangkal, dengan kontak irido-korneal yang luas.
- Pasien yang tidak kooperatif.
- Tidak tersedianya peralatan laser
4. Ekstraksi lensa
Terdapat beberapa studi yang membuktikan efektivitas ekstraksi lensa dalam menurunkan dan mengontrol tekanan intraokular pasien dengan Primary Angle Closure Glaucoma (PACG). Ekstraksi lensa sebaiknya dipertimbangkan pada kasus PACG terutama yang disertai dengan hyperopia atau kondisi lensa yang cembung di anterior (anteriorly vaulted lens)
Referensi:
1. Ratna Suryaningrum, I Gusti Ayu. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Internet [Cited 28/8/2021]. Availabole from: http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/22893/1/08ebe93020bfa58e031336852a308d3c.pdf
2. - Glaukoma. Internet [Cited 28/8/2021]. Availabole from: http://eprints.undip.ac.id/72082/3/LAPORAN_KTI_JOHANES_JETHRO_NUGROHO_S._22010115130125_BAB_II.pdf