Epilepsi
Pendahuluan dan Fakta
Epilepsi atau yang dikenal dengan penyakit ayan atau sawan adalah penyakit kronis tidak menular pada otak biasanya ditandai dengan kejang berulang. Epilepsi juga dapat diartikan sebagai kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan terus menerus untuk menimbulkan bangkitan (serangan/gejala) epilepsi yang dapat mengakibatkan kerusakan sel otak, gangguan kecerdasan, dan permasalahan sosial bagi penderitanya.
Patofisiologi dan Etiologi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan etiologinya, yaitu yang diperoleh atau acquired, idiopatik, dan epilepsi karena gangguan genetik atau perkembangan. Epilepsi idiopatik tidak disertai tanda-tanda neurologis, dan onsetnya terjadi pada masa kanak-kanak. Beberapa contoh epilepsi idiopatik adalah epilepsi absans pada masa kanak-kanak dan epilepsi mioklonik juvenile. Epilepsi acquired disebabkan karena adanya gangguan struktural pada otak yang terlihat, seperti trauma otak, tumor otak, infeksi otak, sklerosis hipokampus, gangguan serebrovaskular, gangguan imunologi serebral, serta penyebab perinatal dan infantil. Beberapa contohnya epilepsi acquired disebabkan oleh operasi kepala terbuka, infeksi virus meningitis, meningioma, hemangioma kavernosa, dan infark serebral. Epilepsi kriptogenik memiliki etiologi yang tidak diketahui. Di antara penyebab akut dan yang tidak relevan, etiologinya sulit untuk diketahui. Dalam studi modern, istilah epilepsi kriptogenik tidak disarankan karena mempunyai implikasi yang tidak jelas dan digantikan dengan istilah epilepsi simtomatik. Sebagian besar penelitian mengungkapkan bahwa 40 dari 100 kasus epilepsi telah diketahui etiologinya yang meliputi stroke iskemik, infeksi pada sistem saraf pusat, cedera otak, gejala kejang berkepanjangan, perdarahan intraserebral, dan penyakit neurodegeneratif.
Sebuah studi penelitian yang diterbitkan pada tahun 2016 mengungkapkan terdapat 977 gen yang terkait dengan epilepsi. Gen ini dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, berdasarkan fenotipnya. Gen-gen ini mengendalikan kanal ion, gen pengatur enzim atau enzim, transporter, dan aspek sel lainnya, seperti adhesi sel. 84 gen dikaitkan dengan sindrom yang memiliki epilepsi sebagai ciri intinya, 73 gen adalah gen terkait perkembangan saraf yang berkaitan dengan masalah perkembangan otak yang dapat menyebabkan epilepsi, 536 gen terkait epilepsi dikaitkan dengan kesalahan metabolisme atau kelainan sistemik lainnya di mana epilepsi bukan gejala utama, namun merupakan salah satu dari banyak manifestasi klinis dan 284 merupakan gen potensial terkait epilepsi yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
Epileptogenesis pada dasarnya adalah proses biologis yang mengarah pada munculnya kejadian epileptiform awal yang berulang, serta kejang spontan setelah kerusakan otak. Hal ini melibatkan perkembangan dan kemajuan epilepsi pada pasien. Epileptogenesis melibatkan proses biologis, perubahan struktural, dan fungsional. Beberapa neurotransmitter memainkan peran penting dalam mekanisme epilepsi. Neurotransmitter yang paling penting adalah serotonin, dopamin, asam γ-aminobutyric (GABA), glutamat, dan noradrenalin.
Dua neurotransmiter yang biasanya dipelajari sehubungan dengan epilepsi adalah GABA dan glutamat. Pada epilepsi, hipereksitabilitas neuron disebabkan oleh variasi dalam penghambatan yang dimediasi GABA serta eksitasi yang dimediasi glutamat. Glutamat dapat mendepolarisasi neuron, menghasilkan potensi rangsang pasca-sinaptik. Selama inisiasi dan perkembangan epilepsi, terjadi mekanisme molekuler glutamatergik spesifik, yang meliputi peningkatan konsentrasi glutamat ekstraseluler, peningkatan regulasi reseptor glutamat, dan kelainan tertentu pada transporter glutamat. Mekanisme ini menyebabkan hipereksitabilitas akibat aktivitas glutamatnergik yang berlebihan.
GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat utama yang menghasilkan potensi presinaptik melalui hiperpolarisasi neuron. Neurotransmitter ini memainkan peran penting dalam menyeimbangkan eksitasi saraf, serta dalam menekan pelepasan epileptiform. Dua reseptor GABA bernama GABAA dan GABAB terlibat dalam epileptogenesis. Hilangnya mekanisme GABAergik dapat meningkatkan risiko epilepsi pada seseorang. Salah satu transporter utama GABA adalah GAT-1 yang bertanggung jawab dalam pengambilan kembali GABA dari sinaps. Mutasi pada transporter GABA juga merupakan penyebab epilepsi disertai kejang mioklonik dan atonik pada banyak individu.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi adalah sebagai berikut:
- Kelahiran prematur atau berat badan lahir rendah
- Trauma saat lahir (seperti kekurangan oksigen)
- Kejang di bulan pertama kehidupan
- Struktur otak yang tidak normal saat lahir
- Pendarahan otak
- Pembuluh darah di otak yang tidak normal
- Cedera otak serius atau kekurangan oksigen ke otak
- Tumor otak
- Infeksi seperti meningitis atau ensefalitis
- Stroke akibat penyumbatan pembuluh darah
- Cerebral palsy
- Cacat mental
- Kejang terjadi dalam beberapa hari setelah cedera kepala
- Riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang terkait demam
- Penyakit Alzheimer (pada fase lanjut)
- Kejang terkait demam (demam) yang berkepanjangan
- Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan
Tanda dan Gejala
Karakteristik kejang bervariasi dan bergantung pada bagian otak mana gangguan pertama kali dimulai, dan seberapa jauh penyebarannya. Gejala yang bersifat sementara dapat terjadi, seperti hilangnya kewaspadaan atau kesadaran, serta gangguan motorik, sensasi (termasuk penglihatan, pendengaran, dan pengecapan), suasana hati, atau fungsi kognitif lainnya.
Orang dengan epilepsi cenderung mempunyai lebih banyak masalah fisik (seperti patah tulang dan memar akibat cedera yang berhubungan dengan kejang), serta gangguan psikologis yang lebih tinggi, termasuk kecemasan dan depresi. Demikian pula, risiko kematian dini pada penderita epilepsi tiga kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum, dengan tingkat kematian dini tertinggi ditemukan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah serta di daerah pedesaan.
Sebagian besar penyebab kematian terkait epilepsi, terutama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, sebenarnya dapat dicegah, seperti jatuh, tenggelam, luka bakar, dan kejang berkepanjangan.
Diagnosis
Dengan pengobatan yang memadai sebagian besar pasien epilepsi dapat hidup normal dan sehat, namun beberapa pasien mengalami penyakit mental yang serius. Oleh karena itu, bantuan medis berkelanjutan mungkin diperlukan. Diagnosis dini dapat memperbaiki kondisi medis pasien. Namun, bahkan di negara maju, 10% pasien tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, sedangkan di negara berpendapatan rendah, persentasenya mencapai 75%.
Beberapa metode digunakan untuk mendiagnosis serangan epilepsi. Metode-metode ini meliputi, EEG, pemindaian tomografi komputer (CT), pencitraan resonansi magnetik (MRI), tomografi emisi positron (PET), tomografi komputer emisi foton tunggal (SPECT) dan pengujian genetik. Tes darah sederhana juga dilakukan karena dapat menjadi alat yang berguna untuk menjelaskan etiologi ensefalopati toksik dan metabolik. Studi menunjukkan bahwa EEG dan MRI adalah dua teknik utama yang digunakan dalam diagnosis serangan epilepsi. Teknik tambahan membantu memastikan diagnosis dan bahkan dapat mengidentifikasi hasil negatif palsu.
Tata Laksana
Tata laksana epilepsi dapat membantu sebagian besar penderita epilepsi untuk mengalami lebih sedikit kejang, atau berhenti mengalami kejang sama sekali. Tata laksana pada epilepsi meliputi:
Obat antiepilepsi
Obat antiepilepsi adalah pengobatan yang paling umum digunakan untuk epilepsi. Obat-obat tersebut membantu mengendalikan kejang pada 7 dari 10 orang. Obat antiepilepsi bekerja dengan mengubah kadar bahan kimia di dalam otak. Obat ini tidak menyembuhkan epilepsi, namun menghentikan terjadinya kejang. Beberapa nama obat antiepilepsi yang sering ditemukan adalah:
- Carbamazepine
- Benzodiazepine
- Phenytoin
- Lamotrigine
- Pregabalin
- Gabapentin
- dan lainnya
Obat antiepilepsi tersedia dalam beberapa bentuk, termasuk tablet, kapsul, dan juga sirup. Obat biasanya dikonsumsi setiap hari. Perlu diingat untuk tidak menghentikan obat ataupun konsumsi obat lain bersamaan tanpa adanya instruksi dari dokter yang bertanggung jawab. Obat antiepilepsi dapat menimbulkan efek samping, seperti rasa kantuk, lemas atau kurang bertenaga, agitasi, nyeri kepala, tremor, rambut rontok, gusi bengkak, dan kemerahan yang perlu segera mendapatkan penanganan.
Operasi pada otak
Pembedahan untuk mengangkat sebagian otak dapat menjadi pilihan jika:
- Obat antiepilepsi yang digunakan tidak dapat mengendalikan kejang
- Dari pemeriksaan (CT scan/MRI dan EEG) menunjukkan bahwa kejang yang dialami disebabkan oleh gangguan pada sebagian kecil otak yang dapat dihilangkan tanpa menimbulkan efek serius
Dalam kasus ini, ada kemungkinan kejang dapat berhenti sepenuhnya setelah operasi.
Stimulasi nervus vagus
Stimulasi nervus vagus (VNS) adalah perangkat listrik kecil yang mirip dengan alat pacu jantung yang diletakkan di bawah kulit bagian dada.
Perangkat tersebut dipasangkan pada kabel yang dihubungkan di bawah kulit dan terhubung ke saraf di leher yang disebut nervus vagus. Semburan listrik dikirim sepanjang kawat menuju saraf. Diperkirakan bahwa stimulasi ini dapat membantu mengendalikan kejang dengan mengubah sinyal listrik di otak. VNS biasanya tidak menghentikan kejang sepenuhnya, namun dapat membantu mengurangi keparahan dan frekuensi kejang sehingga obat antiepilepsi masih dibutuhkan.Efek samping VNS antara lain suara serak, nyeri tenggorokan, dan batuk saat alat diaktifkan. Hal ini biasanya terjadi setiap 5 menit dan berlangsung selama 30 detik.
Referensi:
- National Health Service UK. Epilepsy [Internet]. 2023. Available from: https://www.nhs.uk/conditions/epilepsy/treatment/
- Anwar H, Khan QU, Nadeem N, Pervaiz I, Ali M, Cheema FF. Epileptic seizures [Internet]. Discoveries 2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7305811/
- American Association of Neurological Surgeons. Epilepsy [Internet]. 2024. Available from:https://www.aans.org/en/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/Epilepsy