Disease Info
Hepatitis B

Pendahuluan dan Fakta

Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai virus infeksius dan agen non-infeksi lain yang menyebabkan berbagai masalah kesehatan, beberapa di antaranya dapat berakibat fatal. Hati adalah organ vital yang memproses nutrisi, menyaring darah, dan melawan infeksi. Ketika hati meradang atau rusak, fungsinya bisa terpengaruh. Selain virus, penggunaan alkohol dalam jumlah besar, racun, obat-obatan tertentu, dan kondisi medis tertentu juga dapat menyebabkan hepatitis. Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 20 juta orang menderita hepatitis dengan prevalensi tertinggi pada kasus hepatitis B. 

Etiologi

Virus hepatitis B adalah virus DNA dan dari famili Hepadnaviridae. Susunan inti virus adalah nukleokapsid, antigen inti hepatitis B (HBcAg), yang mengelilingi DNA virus hepatitis B, dan DNA polimerase. Nukleokapsid dilapisi dengan antigen permukaan/surface hepatitis B (HBsAg), yang merupakan polipeptida permukaan virus. Gen yang mengkode antigen inti hepatitis B (HBcAg), juga mengkode antigen hepatitis B e (HBeAg). Penyakit ini ditularkan secara parenteral dan seksual ketika seseorang melakukan kontak dengan selaput lendir atau cairan tubuh orang yang terinfeksi. Transfusi darah dan produk darah lainnya, penggunaan narkoba suntik dengan jarum suntik, tertusuk jarum, atau luka yang disebabkan oleh alat lain pada petugas kesehatan dan hemodialisis merupakan contoh paparan parenteral* dan perkutan**, namun cara parenteral tetap menjadi cara penularan yang paling sering secara global.

*parenteral: metode pemberian nutrisi, obat, atau cairan melalui pembuluh darah

**perkutan: suatu metode tindakan yang dilakukan melalui kulit

Mereka yang memiliki risiko tinggi tertular virus hepatitis B di antaranya pengguna narkoba suntik, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, petugas kesehatan yang terpapar cairan tubuh yang terinfeksi, penderita yang memerlukan transfusi darah sering dan berulang-ulang, orang yang berganti-ganti pasangan seksual, narapidana, pasangan pembawa virus hepatitis B, dan orang yang lahir di daerah endemis hepatitis. Virus ini juga dapat ditularkan secara perinatal, dan terjadi pada bayi dari ibu dengan HBeAg positif di mana bayi tersebut memiliki risiko 70% hingga 90% untuk tertular. Pada penderita hepatitis B, 90% di antaranya dapat mengalami infeksi kronis dengan virus hepatitis B.

Tanda dan Gejala

Gambaran klinis virus hepatitis dapat berbeda pada setiap penderita tergantung pada jenis virus penyebabnya. Penderita mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali atau hanya menunjukkan gejala ringan. Sejumlah kecil penderita dapat datang berobat dengan gejala gagal hati fulminan onset cepat.

Secara umum, penderita dengan infeksi virus hepatitis akan melewati 4 fase, yaitu:

  1. Fase 1 (fase replikasi virus): Penderita biasanya tidak menunjukkan gejala pada fase ini, dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil positif pada penanda hepatitis.
  2. Fase 2 (fase prodromal): Pada fase ini penderita biasanya datang dengan gejala prodromal seperti anoreksia, mual, muntah, malaise, pruritus, urtikaria, artralgia, dan kelelahan. Seringkali terjadi kekeliruan di mana penderita didiagnosis dengan gastroenteritis atau infeksi virus.
  3. Fase 3 (fase ikterus): Penderita pada fase ini datang dengan urin berwarna gelap dan tinja berwarna pucat atau dempul. Beberapa penderita mengalami penyakit kuning dan nyeri abdomen kuadran kanan atas disertai dengan pembesaran hati.
  4. Fase 4 (fase pemulihan): Penderita biasanya mulai melihat adanya perbaikan gejala, dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan enzim hati kembali ke nilai normal.

Penderita virus hepatitis B memasuki fase prodromal setelah masa inkubasi dan mengalami gejala anoreksia, malaise, dan kelelahan yang merupakan gejala klinis awal paling umum. Beberapa penderita mungkin mengalami nyeri abdomen kuadran kanan akibat peradangan pada hati. Sebagian kecil penderita akan mengalami demam, artralgia, atau ruam. Pada fase ikterik, penderita akan mengalami jaundice, hepatomegali yang nyeri, urin berwarna gelap, dan tinja berwarna pucat atau dempul. Setelah fase ikterik, perjalanan klinis dapat bervariasi di mana beberapa penderita mengalami perbaikan gejala yang cepat, dan penderita lainnya dapat mengalami penyakit yang berkepanjangan dengan resolusi yang lambat dan kambuh secara berkala. Sejumlah kecil penderita dapat mengalami perkembangan penyakit yang cepat yang dapat menyebabkan gagal hati fulminan dalam beberapa hari hingga minggu.

Diagnosis

Temuan secara fisik pada pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada waktu timbulnya gejala pada penderita tersebut. Seringkali penderita datang dengan demam ringan. Penderita dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, terutama jika mengalami muntah-muntah dan kehilangan nafsu makan. Temuan lain seperti selaput lendir kering, takikardia, pengisian kapiler tertunda, dan lainnya dapat ditemukan. Selama fase ikterus, penderita dapat mengalami jaundice pada kulit atau sklera dan terkadang mengalami urtikaria. Hepatomegali dapat ditemukan. Pada gagal hati lanjut, tanda-tanda asites, edema kaki, dan malnutrisi dapat ditemukan. Pada hepatitis alkoholik, penderita mungkin mengalami splenomegali bersamaan dengan hepatomegali.

Evaluasi awal pada penderita yang diduga mengidap virus hepatitis dapat dimulai dengan memeriksa panel fungsi hati. Penderita yang memiliki gejala yang parah dapat mengalami peningkatan kadar bilirubin total. Biasanya, kadar alkali fosfatase (ALP) tetap dalam kisaran normal, namun jika meningkat secara signifikan, harus dipertimbangkan adanya obstruksi saluran empedu atau abses hati. Penderita mungkin juga mengalami leukopenia dan trombositopenia. Penderita yang mudah memar, varises, atau hemoroid akibat penyakit hati stadium lanjut mungkin juga mengalami anemia dengan kadar hemoglobin dan hematokrit yang rendah.

Selain dari beberapa pemeriksaan penunjang diatas, terdapat pemeriksaan lain yang lebih spesifik yang dibagi menjadi infeksi akut dan kronik:

  • Infeksi akut: Pada penderita yang mengalami infeksi virus hepatitis B akut, penanda serum yang pertama kali muncul adalah antigen permukaan/surface hepatitis B (HBsAg). Adanya gejala hepatitis akut disertai HBsAg yang positif menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis B akut.Selain dari HBsAg, antibodi yang pertama kali muncul pada infeksi hepatitis akut adalah antibodi imunoglobulin M (IgM) terhadap antigen inti/core hepatitis B (HBcAg) atau IgM anti-HBc yang muncul pada hepatitis B akut. Antigen hepatitis B (HBeAg) juga ada dan menunjukkan bahwa virus sedang bereplikasi.
  • Infeksi kronik: HBsAg positif dapat ditemukan pada penderita seumur hidup. Penderita hepatitis B mungkin saja merupakan pembawa virus hepatitis B yang tidak aktif atau mungkin menderita hepatitis kronis yang aktif. Semua penderita dengan hepatitis B kronis memiliki anti-HBc dalam tubuhnya. HBeAg yang ada pada penderita dengan hepatitis kronis aktif dapat mengindikasikan terjadinya replikasi virus. Demikian pula, DNA virus hepatitis B mungkin ada atau tidak, namun jumlah yang banyak menunjukkan hepatitis kronis aktif. Penderita dengan infeksi kronis hepatitis B biasanya tidak ditemukan adanya anti-HBs.

Tata Laksana

Pengobatan infeksi virus hepatitis B terbagi dalam dua kategori, pengobatan infeksi HBV akut dan infeksi HBV kronis.

Infeksi Hepatitis B Akut

Pengobatan infeksi virus hepatitis B akut bersifat suportif dan serupa dengan pengobatan infeksi hepatitis A akut. Untuk kasus infeksi virus hepatitis B akut yang parah, lamivudine telah digunakan dan menunjukkan hasil yang baik.

Infeksi Hepatitis B Kronis

Tujuan utama pengobatan infeksi virus hepatitis B kronis adalah menghambat replikasi virus dengan tujuan sekunder adalah mengurangi gejala dan mencegah atau menunda perkembangan hepatitis kronis menjadi sirosis atau karsinoma hepatoseluler. Penghambatan replikasi virus ditandai dengan hilangnya antigen hepatitis B (HBeAg) dan penekanan kadar DNA virus hepatitis B. Agen monoterapi lini pertama termasuk pegylated interferon alfa-2a (PEG-IFN) dan nukleosida oral atau analog nukleotida, termasuk tenofovir atau entecavir. Terapi harus dipilih berdasarkan profil masing-masing penderita, preferensi dari penderita hepatitis B atau penyedia layanan medis, keamanan, kemanjuran, dan biaya pengobatan serta risiko resistensi obat.

Pengobatan pegylated interferon (PEG-IFN) biasanya dilanjutkan selama 48 minggu untuk hepatitis kronis HBeAg positif dan negatif. Keuntungan pengobatan pegylated interferon (PEG-IFN) termasuk tingkat serokonversi yang tinggi dalam satu tahun terapi dan tidak adanya resistensi. Namun memiliki banyak efek samping termasuk gejala mirip flu, kelelahan, penurunan berat badan, depresi, kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual, penekanan sumsum tulang, dan masih banyak lainnya, serta tidak dapat ditoleransi dengan baik. Selain itu, penderita memerlukan suntikan mingguan, dan dengan banyak efek samping, serta kepatuhan atau compliance tetap menjadi masalah besar. Pengobatan pegylated interferon (PEG-IFN) dikontraindikasikan pada penderita yang memiliki kecenderungan bunuh diri, gangguan kejiwaan, kondisi autoimun, kehamilan, sirosis dekompensasi, dan diskrasia darah.

Pengobatan dengan obat oral seperti tenofovir atau entecavir biasanya berlanjut selama 1 sampai 2 tahun; namun, hampir semua penderita memerlukan terapi jangka panjang karena penghentian pengobatan biasanya menyebabkan kekambuhan. Keuntungan pengobatan dengan tenofovir atau entecavir adalah kemudahan pemberian obat dan efek samping yang jarang terjadi karena obat ini memiliki profil keamanan yang sangat baik dan dapat ditoleransi dengan baik. Tenofovir dikontraindikasikan pada anak-anak dan dapat menyebabkan insufisiensi ginjal, penurunan kepadatan tulang, sindrom Fanconi, dan asidosis tubulus proksimal; namun, efek samping ini jarang terjadi. Penderita dengan insufisiensi ginjal harus menyesuaikan dosis tenofovirnya. Entecavir harus digunakan dengan hati-hati pada penderita dengan penyakit hati dekompensasi dan insufisiensi ginjal dan dapat menyebabkan sakit kepala, batuk, kelelahan, dan sakit perut, namun efek sampingnya biasanya tetap ringan. Penderita yang tidak dapat menerima pengobatan pegylated interferon (PEG-IFN) biasanya mentoleransi obat oral ini dengan baik. Agen-agen ini mempunyai efek antivirus yang sangat kuat dengan penekanan virus yang terlihat pada lebih dari 95% penderita selama lima tahun dengan pencegahan sirosis dan regresi fibrosis. Namun, karena durasi terapi yang tidak terbatas, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengevaluasi keamanan jangka panjang dan risiko resistensi obat. Efektivitas terapi kombinasi dengan dua agen oral atau satu agen oral dengan pegylated interferon (PEG-IFN) belum diketahui dengan pasti dan saat ini sedang dipelajari.

 

Referensi:

Mehta P, Reddivari AK. Hepatitis. National Library of Medicine [Internet]. 2022. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554549/