Disease Info

Halitosis (Bau Mulut)

Pendahuluan dan Fakta

Halitosis adalah istilah yang berasal dari penggabungan bahasa Latin “halitus” (nafas) dan bahasa Yunani “osis” (proses patologis) untuk menggambarkan suatu kondisi yang berarti bau tidak sedap dari mulut atau “bau mulut” yang merupakan istilah umum yang kita kenal. Sangat dimengerti bahwa hal ini merupakan kekhawatiran yang serius bagi pasien karena dapat menimbulkan rasa malu secara sosial dan membuat individu menjadi tertutup atau bahkan terkadang mendapat stigma.

Jumlah data yang tersedia mengenai halitosis tidak mencukupi karena tidak ada kriteria khusus untuk menentukan bau tak sedap dan tingkat keparahannya pada seseorang. Oleh karena itu, kurangnya standarisasi sosial dan etnis terhadap bau tidak enak menjadi hambatan utama dalam melakukan penelitian ilmiah. Kesediaan untuk mengikuti uji klinis akan dipertanyakan karena sifat sensitif dari penyakit ini secara sosial. Pencatatan angka prevalensi secara pasti sulit dilakukan karena tidak adanya definisi khusus yang menggambarkan pasien halitosis. Penelitian tertentu menunjukkan prevalensi halitosis hingga 50%. Namun, perbedaan nilai prevalensi akan bervariasi secara nasional atau komunitas karena perbedaan metode penelitian.

Penelitian tertentu menunjukkan prevalensi 6%-23% di Tiongkok, 50% di Amerika Serikat, dan masing-masing 21,7% dan 35,3% pada mahasiswa kedokteran gigi pria dan wanita di India.Halitosis merupakan penyebab tersering ketiga rujukan ke dokter gigi setelah karies gigi dan penyakit periodontal. Menurut sebuah penelitian, halitosis termasuk di antara 100 penyakit paling meresahkan pada manusia.


Patofisiologi

Fetor ex-ore, fetor oris, dan oral malodor adalah istilah yang merujuk pada bau yang tidak sedap yang keluar bersama udara saat ekspirasi. Istilah ini juga mencakup ozostomia, stomatodysodia, halitosis, dan fetor yang terjadi tanpa adanya penyebab yang pasti. 

Gas-gas yang keluar dari mulut yang menyebabkan bau mulut tidak sedap adalah senyawa sulfur volatil atau volatile sulfur compounds (VSCs). Senyawa-senyawa ini termasuk hidrogen sulfida, metil merkaptan, dan dimetil sulfida. Bakteri gram negatif dan bakteri anaerobik dari infeksi periodontal menghasilkan senyawa-senyawa ini. Lingkungan intraoral berkontribusi pada 80% hingga 85% kasus halitosis, di mana dekarboksilasi asam amino seperti asam asetat dan asam propionat menghasilkan amina yang berbau tidak sedap seperti putresin dan kadarverin, serta senyawa aromatik volatil lainnya seperti indole dan skatole.

Pada halitosis fisiologis, yang terjadi saat bangun tidur, penyebabnya adalah pembusukan partikel makanan yang terperangkap dan sel-sel epitel yang mengalami deskuamasi oleh bakteri. Permukaan lidah memiliki sel-sel epitel deskuamasi, leukosit dari kantong periodontal, sisa-sisa makanan, dan bakteri. Kedalaman papila lidah memengaruhi lapisan biofilm di atasnya, yang mencegah pembersihan oleh air liur dan mendorong pertumbuhan bakteri anaerobik, yang menyebabkan halitosis. Ini terjadi bahkan pada individu dengan jaringan periodontal yang sehat dan kebersihan gigi yang baik.


Etiologi

Hampir semua penyebab halitosis pertama terjadi di mulut. Ada banyak kemungkinan penyebabnya, antara lain:

  • Makanan, terutama makanan yang masih menyangkut di gigi yang menyebabkan pertumbuhan bakteri semakin banyak
  • Produk tembakau, seperti rokok
  • Tidak menjaga kesehatan gigi dan mulut
  • Mulut kering 
  • Obat-obatan tertentu
  • Infeksi oral
  • Gangguan pada THT
  • Adanya corpus alienum pada cavum nasi
  • GERD


Tanda dan Gejala

Bau mulut yang tidak sedap bermacam-macam, tergantung penyebabnya. Beberapa orang terlalu mengkhawatirkan bau napasnya meskipun bau mulut ada sedikit atau tidak ada sama sekali, sedangkan yang lain mempunyai bau mulut dan tidak menyadarinya.


Diagnosis

Pada pasien yang mengeluhkan halitosis, anamnesis menyeluruh sangatlah penting. Dokter akan mencoba dan menyingkirkan penyebab halitosis fisiologis dan halitosis sementara. Riwayat terperinci harus mencakup riwayat diet lengkap dan kebiasaan seperti merokok, penggunaan tembakau, dan obat-obatan. Perlu juga untuk mengetahui riwayat penyakit di masa lalu dan sekarang, termasuk gejala yang menunjukkan infeksi saluran pernapasan atas dan bawah serta penyebab gastrointestinal, seperti pilek dan batuk, demam, penurunan berat badan, dispepsia, atau mulas. Riwayat keluarga dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes melitus harus diketahui. Setelah riwayat lengkap, pemeriksaan periodontal menyeluruh perlu dilakukan. Jika ada kecurigaan adanya penyebab ekstraoral, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Metode skrining periodontal klinis bisa direk/langsung atau indirek/tidak langsung.

Pada pemeriksaan direk/langsung meliputi beberapa cara berikut:

  • Metode Organoleptik: Sejauh ini metode ini paling umum digunakan dan paling efektif dalam skenario klinis. Sebuah tabung plastik ditempatkan di mulut pasien, dan dokter menguji bau dari ujung tabung yang lain saat pasien menghembuskan napas ke salah satu ujung tabung, menilainya antara 0 dan 5:
  • Kelas 0: Tidak ada bau yang terdeteksi
  • Tingkat 1: Bau tidak sedap hampir tidak terdeteksi
  • Tingkat 2: Bau sedikit melebihi ambang batas pengenalan bau tidak sedap
  • Tingkat 3: Bau tidak sedap yang dapat diidentifikasi
  • Tingkat 4: Bau tidak sedap yang kuat
  • Tingkat 5: Bau tidak sedap yang sangat menyengat

Pemeriksaan ini mudah, murah, dan tidak memerlukan alat khusus namun dapat menimbulkan sedikit ketidaknyamanan bagi pemeriksa.

  • Gas Kromatografi: Dengan gas kromatografi (GC), analisis kuantitatif VSC seperti dimetil sulfida, metil merkaptan, dan hidrogen sulfida dapat dilakukan bahkan pada konsentrasi sangat kecil dari air liur, lidah, atau cairan mulut lainnya. Ini adalah tes yang sangat andall; satu-satunya kelemahannya adalah harga yang mahal, tidak dapat dibawa-bawa, dan memerlukan personel terlatih khusus untuk penggunaannya. Pemeriksaan ini dilakukan untuk tujuan akademis dan penelitian. Ketidakmampuannya mendeteksi molekul bau yang tidak mengandung sulfur merupakan kelemahan lain dari pemeriksaan ini.
  • Monitor Sulfida Portabel: Monitor sulfida portabel adalah perangkat portabel. Dalam pemeriksaan ini, selang sekali pakai dimasukkan ke dalam mulut pasien dan ditutup selama 5 menit, sementara pasien bernapas melalui hidung. Perangkat ini mendeteksi molekul yang mengandung sulfur dalam napas, dan ini tercermin dalam pembacaannya. Alat portabel ini tidak dapat mendeteksi molekul yang tidak mengandung sulfur.

Pemeriksaan tidak langsung pada halitosis berupa:

  • Pemantauan Kadar Amonia: Metode ini menggunakan pompa dan tabung sekali pakai yang mengukur amonia yang diproduksi secara oral pada pasien dengan halitosis dan mengukur hasilnya secara kuantitatif.
  • Teknik Ninhidrin: Teknik ini mudah digunakan. Pemeriksaan ini memerlukan penambahan isopropanol ke sampel pasien untuk mendeteksi amina dan poliamina, yang berkontribusi terhadap bau tak sedap.
  • Pemeriksaan Inkubasi Air Liur: Pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan uji organoleptik namun lebih memakan waktu. Pemeriksaan ini melibatkan inkubasi air liur pasien pada suhu 37 Celcius dalam kondisi anaerobik selama beberapa jam, setelah itu bau tak sedap akan terdeteksi.


Tata Laksana

Untuk mengurangi bau mulut, membantu menghindari gigi berlubang, dan menurunkan risiko penyakit gusi, perlu secara rutin menjaga kebersihan mulut dan gigi. Tata laksana bau mulut lebih lanjut bisa berbeda-beda, tergantung dari penyebab dan kondisi pasien. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:

  • Obat kumur dan pasta gigi. Jika bau mulut yang timbul disebabkan oleh penumpukan bakteri yang disebut plak pada gigi, dokter mungkin akan merekomendasikan obat kumur yang dapat membunuh bakteri tersebut dan mungkin juga merekomendasikan pasta gigi yang mengandung zat antibakteri untuk membunuh bakteri penyebab penumpukan plak.
  • Pengobatan periodontal. Jika pasien menderita penyakit gusi, dokter akan menyarankan pasien untuk berkonsultasi langsung dengan dokter gigi spesialis gusi, yang dikenal sebagai periodontis. Penyakit gusi dapat menyebabkan gusi terlepas dari gigi, meninggalkan kantong dalam yang dipenuhi bakteri penyebab bau. Terkadang hanya pembersihan profesional yang dapat menghilangkan bakteri ini. Dokter gigi mungkin juga merekomendasikan penggantian tambalan yang rusak, yang merupakan tempat berkembang biaknya bakteri.


Referensi: 

  1. Tungare S, Zafar N, Paranjpe AG. Halitosis. National Library of Medicine [Internet]. 2023. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534859/
  2. Mayo Clinic. Bad breath [Internet]. 2023. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/bad-breath/symptoms-causes/syc-20350922