Detail Article

Kecukupan Kadar Vitamin D Wanita Hamil, Ini Pengaruhnya terhadap Komplikasi Kehamilan

dr. Josephine Herwita
Jan 21
Share this article
83b97ffaee0455b84c3d6246c774e27b.jpg
Updated 16/Mar/2022 .

Vitamin D merupakan hormon sekosteroid yang diketahui memiliki fungsi mempertahankan metabolisme dan kesehatan tulang. Namun, defisiensi vitamin D sangat umum ditemukan pada wanita hamil secara global, terutama pada negara berkembang. Tingginya angka defisiensi vitamin D ini dikaitkan dengan peningkatan komplikasi kehamilan oleh beberapa studi, meskipun hasil hubungan yang ditemukan beragam.


Chen, dkk. (2020) melakukan sebuah studi kohort retrospektif untuk menilai hubungan antara kadar 25(OH)D serum wanita pada awal kehamilan (≤20 minggu) dengan komplikasi maternal dan bayi. Sebanyak 2814 pasangan ibu-bayi di Cina terlibat dalam studi ini. Komplikasi yang dinilai sebagai keluaran pada studi ini di antaranya diabetes melitus gestasional (GDM) dengan kriteria gula darah puasa (GDP) ≥5,1 mmol/L, gula darah 1 jam setelah makan (GD1PP) ≥10,0 mmol/L, atau gula darah 2 jam setelah makan (GD2PP) ≥8,5 mmol/L; kelahiran prematur (persalinan pada usia gestasi ≥28 –<37 minggu); berat badan lahir rendah (BBLR, <3500 gram); dan makrosomia (berat badan lahir ≥4000 gram). Defisiensi vitamin D didefinisikan sebagai kadar 25(OH)D pada serum <50 nmol/L.


Hasil studi menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin D maternal yang cukup tinggi, yaitu 40,3%. Bahkan pada ibu sufisiensi vitamin D, kadar terbesar 25(OH)D yang ditemukan hanya 92,2 nmol/L. Usia ibu ≥35 tahun ketika hamil cenderung memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih tinggi, persentase defisiensi vitamin D lebih tinggi, dan kejadian GDM, operasi caesar, kelahiran prematur, dan BBLR yang juga lebih tinggi. Namun, usia ibu ≥35 tahun ketika hamil cenderung lebih rendah dalam mengalami kejadian fetal distress dan makrosomia.


Hasil studi menemukan terdapat hubungan protektif yang signifikan antara kadar vitamin D dan kejadian GDM dan kelahiran prematur. Kadar 25(OH)D yang lebih tinggi (per kenaikan 1 SD) berhubungan dengan penurunan risiko GDM sebesar 18,9% (HR: 0,861, 95% CI: 0,779, 0,951), penurunan risiko kelahiran prematur sebesar 15,6% (HR: 0,844, 95% CI:0,730, 0,976), dan penurunan risiko BBLR sebesar 15,1% (HR: 0,849, 95% CI: 0,726, 0,993). Tidak ditemukan hubungan bermakna antara kadar 25(OH)D dengan kejadian operasi caesar, fetal distress, dan makrosomia. Selain itu, kadar 25(OH)D maternal ≥50 nmol/L dikaitkan dengan penurunan risiko GDM sebesar 25,0%, penurunan risiko operasi caesar sebesar 15,2%, dan penurunan risiko kelahiran prematur 26,8%.


Setelah dilakukan penyesuaian dengan usia ibu ketika hamil, kadar vitamin D yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko GDM sebesar 15,9% pada ibu usia <35 tahun. Di sisi lain, hubungan protektif vitamin D dengan BBLR ditemukan hanya pada ibu usia ≥35 tahun meskipun tidak bermakna secara statistik.


Berdasarkan hasil studi ini, dapat disimpulkan bahwa kadar serum vitamin D yang lebih tinggi memiliki efek protektif terhadap terjadinya GDM, operasi caesar, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah.



Gambar: Ilustrasi (Foto oleh Jonathan Borba dari Pexels)

Referensi:

Chen G-dong, Pang T-ting, Li P-sheng, Zhou Z-xing, Lin D-xin, Fan D-zhi, et al. Early pregnancy vitamin D and the risk of adverse maternal and infant outcomes: A retrospective cohort study. BMC Pregnancy and Childbirth. 2020;20(1):465.


Share this article
Related Articles