Nyeri neuropatik diabetes merupakan salah satu komplikasi umum yang terjadi pada pasien diabetes. 50% pasien di antaranya mengalami gejala ini seumur hidup. Kondisi ini dipicu oleh faktor risiko seperti kondisi hiperglikemia, genetik, dislipidemia, dan sebagainya. Apabila faktor risiko tidak terkontrol dengan baik, dapat memicu kerusakan saraf lebih luas, baik secara struktural maupun fungsional, sehingga mengakibatkan terjadinya nyeri neuropatik diabetes yang sangat nyeri.
Sebanyak 16% pasien diabetes mengalami nyeri saraf/neuropatik yang sangat nyeri dan berdampak pada kualitas tidur dan hidup pasien. Obat golongan antidepresan, antikonvulsan, dan opioid digunakan untuk terapi nyeri neuropatik, namun terkadang tidak efektif dan pasien cenderung tidak dapat menoleransi dosis lebih tinggi dan efek samping obatnya.1
Pada manajemen terapi nyeri neuropatik secara umum, toksin botulinum A terletak pada lini ketiga.2 Diketahui bahwa, selain sebagai pelemas otot, toksin botulinum A digunakan untuk menurunkan nyeri pada kasus trigeminal neuralgia dan neuralgia post herpetikum atau nyeri neuropatik lainnya. Efek analgesik ini didapat melalui penghambatan pelepasan neurotransmitter asetilkolin dan mediator inflamasi (seperti serotonin, glutamat, dan substansi p) oleh toksin botulinum A, pada ujung saraf sensorik. Dengan demikian, aliran listrik saraf terkontrol dan respons nyeri saraf menurun.1
Studi terbuka oleh Helmy S, et al, dilakukan pada 8 pasien diabetes (rata-rata usia 57 tahun) dengan nyeri saraf refrakter/tidak respons terhadap minimal 2 obat pilihan terapi nyeri neuropatik (karbamazepin, gabapentin, dan antidepresan trisiklik) selama >6 bulan. Setiap studi memiliki 1 kelompok pregabalin dan 1 kelompok kontrol, 8 pasien diberikan injeksi intradermal toksin botulinum A pada kedua kakinya dengan total dosis 48 unit. Follow up dilakukan pada minggu ke-8 pascainjeksi, dengan evaluasi skala nyeri saraf (NPS/Neuropathic Pain Scale) dan skor disabilitas (ODSS/Overall Disability Sum Score) serta kualitas tidur pasien dan efek samping terapi.1
Hasilnya, terdapat perbaikan signifikan pada skor nyeri saraf (NPS) dan skor disabilitas (ODSS), dengan kualitas tidur yang lebih baik (PSQI). Dalam studi ini tidak terdapat laporan efek samping dari saat injeksi toksin botulinum A hingga minggu ke-8 pasca-injeksi.1
Dari studi disimpulkan bahwa pemberian injeksi intradermal toksin botulinum A dosis 48 unit pada kedua kaki, 8 pasien dewasa dengan nyeri neuropatik yang tidak respons terhadap minimal 2 obat anti-nyeri saraf selama >6 bulan; signifikan memperbaiki skala nyeri saraf (Neuropathic Pain Scale) dan skor disabilitas (Overall Disability Sum Score) dengan kualitas tidur lebih baik, tanpa efek samping pada minggu ke-8 pascainjeksi (p =0,007 dan p =0,01).1
Simak video KalbeMed News - Botulinum Toxin A,Terapi Menjanjikan pada Nyeri Saraf akibat Diabetes, Apa Buktinya?
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
1. Helmy S, Emara T, Menem AA. Botulinum toxin type A for painful diabetic neuropathy: An open-label study. The Egyptian Journal of Neurology, Psychiatry and Neurosurgery. 2021;57:62.
2. Rosenberger DC, Blechschmidt V, Timmerman H, Wolff A, Treede RD. Challenges of neuropathic pain: Focus on diabetic neuropathy. Journal of Neural Transmission. 2020;127:589-624.