Selama pandemi, banyak petugas kesehatan yang memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi Covid-19 dan bahwa kematian petugas kesehatan UK lebih mungkin pada staf dengan latar belakang bangsa kulit hitam, Asia, atau minoritas etnik (Black, Asian, and minority ethnic /BAME). Hal ini menyebabkan munculnya spekulasi mengenai peranan vitamin D pada petugas kesehatan dengan infeksi Covid-19.
Hasil studi baru dari Universitas Birmingham menemukan bahwa para petugas kesehatan yang isolasi mandiri setelah mengalami gejala Covid-19 lebih mungkin mengalami defisiensi vitamin D, dengan para pekerja dari latar belakang BAME.
Studi yang merupakan perpanjangan studi sebelumnya untuk menentukan imunitas pemulihan pada staf NHS di University Hospitals Birmingham NHS Foundation Trust tersebut menganalisis sampel darah dari 392 petugas kesehatan yang direkrut pada Mei 2020 menjelang akhir gelombang pertama pandemi Covid-19. Sampel pertama kali dites untuk adanya antibodi SARS-CoV-2 sebelum menjalani pemeriksaan kadar vitamin D. Dari 392 petugas kesehatan, lebih dari separuh (55%) memiliki antibodi SARS-CoV-2, yang menunjukkan bahwa mereka terinfeksi virus. Total 61 orang (15,6%) defisiensi vitamin D (<30 ng/mL) dengan secara bermakna lebih banyak dari latar belakang BAME atau pada dokter yunior. Kadar vitamin D lebih rendah pada staf muda dan pria, serta mereka yang memiliki BMI yang tinggi.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa staf dengan defisiensi vitamin D lebih banyak yang melaporkan gejala nyeri, tetapi bukan gejala pernapasan seperti sesak napas atau batuk yang terus-menerus. Kadar vitamin juga lebih rendah pada staf yang melaporkan gejala demam. Dalam kelompok secara keseluruhan, terdapat peningkatan serokonversi (atau perkembangan antibodi SARS-CoV-2 yang terdeteksi) pada staf dengan defisiensi vitamin D (72%) dibandingkan dengan tanpa defisiensi (51%) (p=0,003) yang menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang lebih rendah dapat meningkatkan kerentanan terhadap virus. Hal ini khususnya sering terjadi pada pria BAME dengan defisiensi vitamin D (94%) dibandingkan dengan pria BAME tanpa defisiensi vitamin D (52%) (p=0,005). Analisis multivariat menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D merupakan faktor risiko independen untuk serokonversi (OR 2,6; 95% CI 1,41-4,80; p=0,002).
Menurut Profesor David Thickett dari University of Birmingham's Institute of Inflammation and Aging mengatakan bahwa studi tersebut menunjukkan adanya peningkatan risiko infeksi Covid-19 pada petugas kesehatan dengan defisiensi vitamin D. Data ini menambah bukti dari studi di UK dan global bahwa individu dengan Covid-19 berat memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah (lebih defisiensi) dibanding mereka dengan penyakit ringan. Hal ini menunjukkan manfaat potensial suplementasi vitamin D pada individu dengan risiko defisiensi atau defisiensi vitamin D sebagai cara yang potensial untuk meringankan dampak Covid-19.
Silakan baca juga: Prove D3 1000, untuk meningkatkan kadar 25(OH)D dalam darah pada pasien dengan kekurangan vitamin D
Image: Ilustrasi (Sumber: https://www.diabetes.co.uk/food/vitamin-d.html)
Referensi:
1. Vitamin D deficiency increased risk of COVID in healthcare workers, new study shows [Internet]. 2020 [cited 2020 Oct 13]. Available from: https://medicalxpress.com/news/2020-10-vitamin-d-deficiency-covid-healthcare.html
2. Faniyi AA, Lugg ST, Faustini SE, Webster C, Duffy JE, Hewison M, et al. Vitamin D status and seroconversion for COVID-19 in UK healthcare workers who isolated for COVID-19 like symptoms during the 2020 pandemic. doi: https://doi.org/10.1101/ 2020.10.05.20206706