
Fokus utama penanganan dan terapi neuropati perifer diabetik (DPN) adalah mengendalikan rasa sakit sambil mempertahankan status glikemik yang optimal. Pemberian farmakoterapi yang disetujui, termasuk antikonvulsan dan antidepresan, memerlukan penggunaan teratur dari waktu ke waktu agar efektivitasnya optimal.
US FDA telah menyetujui pregabalin untuk mengobati DPN, dan didukung oleh American Diabetes Association (ADA) sebagai terapi lini pertama. Pregabalin biasanya diresepkan dalam dosis harian berkisar antara 150-300 mg. Sejumlah penelitian melaporkan adanya perbaikan nyeri lebih dari 30%–50%. Namun, efek samping termasuk gangguan penglihatan, euforia, retensi air, ataksia, kantuk, dan vertigo telah dikaitkan dengan pregabalin. Gabapentin, antikonvulsan lain (serupa dengan pregabalin) direkomendasikan sebagai terapi lini kedua oleh American Academy of Neurology (AAN) dan ADA, setelah pregabalin. Dosis awal untuk nyeri kronik adalah 300 mg/hari, ditingkatkan hingga nyeri hilang secara efektif, dengan dosis efektif berkisar antara 1.800-3.600 mg/hari. Efek samping dapat berupa pusing, mengantuk, perilaku bunuh diri, frekuensi kejang yang dipicu oleh penarikan, hipersensitivitas multi-organ, gejala sistemik, dan reaksi obat dengan eosinofilia.
Duloxetine, yang tergolong sebagai antidepresan dalam kategori serotonin and norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI), mengobati nyeri neuropatik kronik yang diberikan dosis harian 60-120 mg dan direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk nyeri neuropati oleh ADA dan AAN. Efek samping metabolik utamanya melibatkan sedikit peningkatan glukosa plasma puasa, yang terpantau dalam terapi jangka pendek (12 minggu) dan jangka panjang (52 minggu), sedikit peningkatan HbA1c, dan penambahan berat badan yang tidak bermakna dalam jangka panjang. Efek samping umum lainnya meliputi xerostomia, nafsu makan berkurang, mengantuk, berkeringat, dan tidak nyaman di saluran cerna.
Studi berikut berhipotesis bahwa efek terapeutik dan komplikasi dari tiga obat (pregabalin, gabapentin, duloxetine) untuk DPN bervariasi selama periode terapi minimal 6 minggu. Tujuannya adalah untuk membandingkan efeknya, dan untuk menetapkan pendekatan terapi yang disesuaikan dan efektif untuk DPN. Dalam studi retrospektif ini, 180 pasien dengan diabetes tipe 2 dan DPN dicocokkan dengan rasio 1:1:1 di tiga kelompok berdasarkan HbA1c dan usia, sehingga menghasilkan 60 pasien per kelompok. Data klinis dikumpulkan, dan skor painDETECT digunakan untuk mengevaluasi respons pengobatan selama enam minggu.
Hasil dari studi ini yaitu:
· Setelah 6 minggu, kelompok gabapentin memiliki skor nyeri yang secara bermakna lebih tinggi daripada kelompok pregabalin dan duloxetine. Skor kelompok pregabalin cenderung lebih tinggi daripada kelompok duloxetine, tetapi tidak berbeda bermakna.
· Secara bermakna, efek samping lebih sering terjadi pada duloxetine (23,3%) dibandingkan dengan gabapentin (1,7%) dan pregabalin (6,7%).
· Di antara mereka yang mengalami perbaikan lebih dari 50%, kadar HbA1c rata-rata adalah 9,42 untuk gabapentin, 10,43 untuk pregabalin, dan 7,72 untuk duloxetine.
· Duloxetine secara bermakna menurunkan HbA1c dibandingkan dengan gabapentin dan pregabalin, tanpa perbedaan bermakna antara gabapentin dan pregabalin,
Kesimpulan:
Dari studi ini didapatkan bahwa duloxetine dan pregabalin efektif mengobati DPN dalam hal penurunan nyeri. Gabapentin dan pregabalin cocok untuk pasien dengan HbA1c lebih dari 8, sedangkan duloxetine lebih sesuai pada pasien dengan HbA1c yang terkontrol dengan baik tetapi dengan peningkatan dalam hal efek sampingnya.
Gambar: Ilustrasi (Sumber: Freepik)
Referensi:
Ahn J, Shahriarirad R, Kwon K, Bejarano-Pineda L, Waryasz G, Ashkani-Esfahani S, et al. Comparative analysis of the therapeutic effects of pregabalin, gabapentin, and duloxetine in diabetic peripheral neuropathy: A retrospective study. J Diabetes Complications 2025. DOI: 10.1016/j.jdiacomp.2025.109001.