Detail Article

Suplementasi Vitamin D Terbukti dapat Mengendalikan Gejala pada Pasien Asma, Ini Hasil Penelitiannya

dr. Karen Denisa
Mei 28
Share this article
ed77b132066fd7ce95c90bbce16335a8.jpg
Updated 28/Mei/2025 .

Di Indonesia, asma menjadi salah satu penyakit yang paling umum, dengan prevalensi mencapai 4,5% atau lebih dari 12 juta jiwa pada tahun 2020. Pengendalian asma sangat penting karena dapat mengganggu aktivitas harian, dan pengobatan yang efektif harus disertai dengan pemantauan gejala, salah satunya melalui asthma control test (ACT). Selain pengobatan, gaya hidup dan status gizi, termasuk kadar vitamin D, turut memengaruhi keparahan asma. 


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah berhubungan dengan asma yang kurang terkontrol dan risiko peningkatan keparahan gejala. Meskipun Indonesia adalah negara tropis dengan paparan sinar matahari tinggi, defisiensi vitamin D tetap umum terjadi. Vitamin D bekerja melalui reseptor vitamin D (VDR) yang berperan dalam proses inflamasi, imunitas, dan regenerasi sel, serta gen VDR telah dikaitkan dengan diagnosis dan tingkat keparahan asma melalui polimorfisme seperti Taq1, Bsm1, dan Fok1. Namun, belum ada penelitian di Indonesia yang mengaitkan antara kadar vitamin D, kontrol gejala asma, dan polimorfisme gen VDR. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas suplementasi vitamin D terhadap gejala klinis pasien asma dewasa rawat jalan (≥18 tahun) dengan pendidikan minimal SMA, menggunakan kuesioner ACT dan identifikasi polimorfisme gen VDR.

 

Penelitian ini menggunakan desain one-group pre-post test selama 8 minggu untuk mengevaluasi efektivitas suplementasi vitamin D3 dosis 400 IU/hari terhadap gejala asma, sesuai dengan ketentuan BPOM. Pengukuran gejala dilakukan menggunakan kuesioner ACT pada minggu ke-0, 4, dan 8. ACT terdiri dari 5 pertanyaan dengan skala Likert yang menilai pembatasan aktivitas, durasi sesak, gejala malam hari, frekuensi penggunaan obat pereda, dan persepsi kontrol asma, dengan skor total 5–25. Skor 20–25 menunjukkan asma terkontrol baik, 16–20 tidak terkontrol, dan 5–15 sangat tidak terkontrol. Selain itu, dilakukan analisis polimorfisme gen reseptor vitamin D (VDR), khususnya SNP TaqI, menggunakan metode PCR-ARMS dari sampel swab bukal yang diuji di Laboratorium Biologi Molekular Universitas Surabaya. Penelitian ini melibatkan 26 pasien asma dewasa di Surabaya yang dipilih dengan teknik purposive dan snowball sampling, dengan kriteria inklusi antara lain usia ≥18 tahun, pendidikan minimal SMA, tidak merokok, tidak menggunakan obat asma secara kontinu, serta bebas dari penyakit paru, ginjal, atau jantung. Data dianalisis menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji beda one-way ANOVA untuk menilai perubahan gejala asma sebelum dan sesudah intervensi. Pada penelitian ini diberikan suplementasi vitamin D3 dosis 400 IU per hari selama 8 minggu. Evaluasi gejala asma menggunakan ACT pada minggu ke-0, ke-4, dan ke-8 menunjukkan peningkatan skor ACT yang signifikan.

 

Hasilnya, berdasarkan analisis statistik menggunakan uji ANOVA, ditemukan peningkatan signifikan pada frekuensi pengobatan, kontrol asma, serta skor total ACT. Sebanyak 14 peserta (53,85%) berada dalam kategori asma tidak terkontrol sebelum intervensi, yang kemudian meningkat menjadi 17 peserta (65,38%) dengan asma terkontrol pada akhir terapi. Uji polimorfisme gen VDR menunjukkan bahwa sebagian besar peserta memiliki genotipe homozygot wild type (TT), dan dari kelompok ini, 14 orang mengalami peningkatan kontrol asma. Sementara itu, pada kelompok heterozigot (Tt), hanya satu peserta yang menunjukkan perbaikan. Meskipun tidak ditemukan genotipe mutan homozigot (tt), hasil ini mengindikasikan bahwa suplementasi vitamin D3 efektif dalam meningkatkan kontrol gejala asma, khususnya pada individu dengan genotipe TT, serta mendukung pentingnya penelitian lanjutan terhadap faktor-faktor yang memengaruhi kadar vitamin D dan peran polimorfisme genetik lainnya.

 

Kesimpulan:

Dari penelitian ini, suplementasi vitamin D3 dosis 400 IU selama 8 minggu terbukti efektif meningkatkan kontrol gejala asma secara signifikan, terutama pada pasien dengan genotipe VDR homozygot wild type (TT).

 


Gambar: Ilustrasi

Referensi:

Siada NB, Lorensia A, Wahjudi M. Effectiveness of vitamin d3 supplements in Javanese ethnic with stable asthma in Indonesia: Improving asthma symptoms by identifying vdr gene polymorphism. Journal of Public Health and Community Medicine. 2024 Nov 1;1(4):143-51.



Share this article
Related Articles