Detail Article
Pasien dengan Terapi Rituximab yang Mendapat Vaksin COVID-19, Bagaimana Respons Imunnya?
dr. Hastarita Lawrenti
Jul 29
Share this article
f0c69322855c15f4bb49071dffbf7335.jpg
Updated 29/Jul/2021 .

SARS-CoV-2 sering menyebabkan sindrom gangguan pernapasan akut yang parah. Vaksin telah dikembangkan untuk mengelola keadaan darurat kesehatan masyarakat yang terjadi secara global saat ini. Perhatian utama adalah imunogenisitas vaksinasi selama terapi imunomodulator, salah satunya adalah rituximab. Peningkatan risiko penyakit yang lebih parah dan viremia persisten telah dilaporkan pada pasien yang diobati dengan rituximab pada infeksi SARS-CoV-2.


Studi kohort yang dilakukan pada pasien yang mendapat terapi rituximab memberikan bukti awal bahwa respons imun yang dimediasi sel-T dipertahankan bahkan tanpa adanya respons humoral anti-SARS-CoV-2. Namun, masih belum jelas apakah re-populasi sel B perifer diperlukan untuk pengembangan antibodi pada pasien yang diobati dengan rituximab.


Studi dilakukan untuk menilai respons imun seluler dan humoral serta menghubungkannya dengan jumlah sel B perifer. Pasien yang menjalani pengobatan rituximab divaksin dua kali dengan vaksin COVID-19 jenis mRNA, BNT162b2, atau mRNA-1273. Antibodi terhadap domain pengikatan reseptor dari protein lonjakan dan tes neutralisasi diukur. Respons sel T spesifik SARS-CoV-2 juga diukur. Individu sehat pra-pandemi (n= 5) dan individu sehat (n= 10) yang divaksinasi dengan BNT162b2 berperan sebagai kontrol.


Hasil penelitiannya:

• Usia rata-rata pasien adalah 61,7 ± 13,3 tahun (77% wanita), dan pasien dengan penyakit inflamasi yang dimediasi imun (rheumatoid arthritis 45%, connective tissue diseases 30%, vaskulitis 23%, dan IgG4-related disease 3%.

• Semua kontrol yang divaksinasi sehat memiliki antibodi yang dapat dideteksi, namun di antara pasien yang diobati dengan rituximab, 39% pasien memiliki antibodi yang dapat dideteksi.

• Antibodi tidak terdeteksi di antara pasien yang sel B perifernya tidak terdeteksi (n= 36). Tingkat sel B perifer berkorelasi secara signifikan dengan tingkat antibodi (p <0,001).

• Pasien dengan sel B perifer > 1% dapat meningkatkan respons antibodi.

• Tingkat antibodi berkorelasi signifikan dengan aktivitas penetralisir (p <0,001).

• Respons sel T spesifik-SARS-CoV-2 terdeteksi pada 58% pasien, terlepas dari respons imun humoral.

• Respons imun yang diperantarai sel-T dan humoral terhadap vaksinasi COVID-19 ditemukan selama periode 5 minggu setelah vaksinasi kedua.


Kesimpulan dari penelitian ini adalah vaksinasi dapat menginduksi antibodi spesifik SARS-CoV-2 pada pasien yang diobati dengan rituximab, setelah sel B perifer setidaknya terisi kembali sebagian. Selain itu, respons sel T spesifik SARS-CoV-2 pada lebih dari separuh pasien yang divaksinasi dapat memberikan efek perlindungan yang tidak bergantung pada respons imun humoral.



Silakan baca: Dapatkan Persetujuan Badan POM, Kalbe Lakukan Uji Klinik Vaksin COVID-19 GX-19N

Gambar: Ilustrasi (www.freepik.com)

Referensi:

1. Mrak D, Tobudic S, Koblischke M, Graninger M, Radner H, Siegart D, et al. SARS-CoV-2 vaccination in rituximab-treated patients: B cells promote humoral immune responses in the presence of T-cell-mediated immunity. Ann Rheum Dis. 2021 doi: 10.1136/annrheumdis-2021-220781.

2. D’Abramo A, Vita S, Maffongelli G, Mariano A, Agrati C, Castilletti C, et al. Prolonged and severe SARS-CoV-2 infection in patients under B-cell-depleting drug successfully treated: A tailored approach. Int J Infect Dis. 2021;107:247-50.



Share this article
Related Articles