Sumber utama vitamin D disintesis di kulit (90%) dengan bantuan paparan sinar ultraviolet B (UVB), sedangkan sisanya (10%) diperoleh dari makanan dan suplemen. Akan tetapi, hasil penelitian menemukan bahwa defisiensi vitamin D juga terjadi di negara-negara dengan paparan sinar matahari yang tinggi. Di Asia Tenggara, meskipun paparan sinar matahari tinggi sepanjang tahun, beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi defisiensi vitamin D yang tinggi.
Kekurangan vitamin D tidak hanya dipengaruhi oleh musim, tetapi juga karena faktor gaya hidup. Faktor-faktor tersebut termasuk pekerjaan, durasi terhadap paparan sinar matahari, gaya berpakaian, penggunaan tabir surya, aktivitas fisik, asupan vitamin D baik dari makanan atau suplemen vitamin D, dan obesitas. Pekerjaan, apakah bekerja dalam ruangan atau luar ruangan, merupakan salah satu faktor yang saat ini diteliti kaitannya terhadap defisiensi vitamin D.
Suatu sistematik review terhadap 71 studi yang melibatkan 46.426 subjek penelitian dengan berbagai macam pekerjaan dari seluruh dunia menunjukkan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang berkontribusi terhadap kadar vitamin D dalam tubuh. Pekerja yang bekerja dalam ruangan (indoor workers) memiliki risiko defisiensi vitamin D yang lebih besar dibandingkan pekerja di luar ruangan (outdoor workers).
Dalam sistematik review ini ditemukan bahwa: Kadar vitamin D rata-rata secara signifikan lebih rendah pada pekerja di dalam ruangan/kantoran dibandingkan dengan pekerja di luar ruangan. Ditemukan defisiensi vitamin D (<50 nmol/L) pada 78% pekerja dalam ruangan dan hanya 48% pada pekerja di luar ruangan. Pekerja dalam ruangan secara signifikan lebih berisiko untuk mengalami defisiensi (<50 nmol/L) atau insufiensi vitamin D (<75 nmol/L) dibandingkan pekerja di luar ruangan. Pekerja di luar ruangan secara signifikan mengurangi risiko defisiensi vitamin D.
Suatu sistematik review lainnya menyelidiki apakah bekerja secara shift dan bekerja di dalam ruangan/pekerja kantoran dianggap sebagai faktor penyebab defisiensi vitamin D di negara-negara industri. Hasilnya pekerja dalam ruangan dan pekerja yang bekerja shift malam adalah kelompok yang paling mungkin mengalami defisiensi vitamin D. Kurangnya paparan sinar matahari di kalangan pekerja dalam ruangan mengakibatkan kelompok ini memiliki risiko tinggi kekurangan vitamin D dan risiko kesehatan terkait kekurangan vitamin D.
Kesimpulan:
Hasil penelitian mendapatkan pekerja yang bekerja dalam ruangan (indoor workers) memiliki risiko defisiensi vitamin D yang lebih besar dibandingkan pekerja di luar ruangan (outdoor workers).
Silakan baca juga: Prove D3, berisi vitamin D3 (cholecalciferol) 1000 IU (25 mcg) untuk meningkatkan kadar 25(OH)D dalam darah
Image : Ilustrasi (Photo by Leo Cardelli from Pexels)
Referensi:
1.Sowah D, Fan X, Dennett L, Hagtvedt R, Straube S. Vitamin D levels and deficiency with different occupations: A systematic review. BMC Public Health. 2017;17(1):519.
2.Coppeta L, Papa F, Magrini A. Are shiftwork and indoor work related to D3 vitamin deficiency? A systematic review of current evidences. J Environ Public Health. 2018;2018:8468742.
3.Divakar U, Sathish T, Soljak M, Bajpai R, Dunleavy G, Visvalingam N, et al. Prevalence of vitamin D deficiency and its associated work-related factors among indoor workers in a multi-ethnic Southeast Asian country. Int J Environ Res Public Health. 2019;17(1):164.
4.Sari DK, Damanik HA, Lipoeto NI, Lubis Z. Is micro evolution in tropical country women resulting low 25(OH)D level?: A cross sectional study in Indonesia. J Nutr Food Sci. 2013;4:225–32.