Vitamin D dapat meregulasi ekspresi sekitar 11.000 gen yang mencakup berbagai fungsi fisiologis yang meliputi regulasi baik fungsi imun alamiah maupun adaptif, pelepasan sitokin paru, dan induksi autofagi sebagai pertahanan imunitas.
Sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D (calcitriol) merupakan bagian integral dari perkembangan normal sel penyaji antigen. Selain itu, melalui induksi ekspresi makrofag dari cathelicidin dan β-Defensin2, calcitriol merangsang kemotaksis neutrofil, monosit, makrofag, dan sel T, memicu pembersihan patogen pernapasan melalui apoptosis dan autofagi sel epitel yang terinfeksi.
Sebagai metabolit aktif, calcitriol bermanfaat melebihi bentuk lain dari vitamin D sebagai terapi pada pasien dengan hipokalsemia atau pasien dengan hiperparatiroidisme sekunder akibat gangguan fungsi ginjal.
Studi pendahuluan dilakukan untuk meneliti manfaat potensial dari terapi calcitriol yang diberikan pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19. Studi ini berupa uji klinik acak dan label terbuka dengan kontrol pada 50 pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Pasien diberi terapi calcitriol 0,5 mcg setiap hari (kelompok calcitriol, n=25) atau tanpa calcitriol (kelompok kontrol, n=25) selama 14 hari atau sampai pulang dari rumah sakit. Pasien juga mendapat terapi yang bisa meliputi remdesivir, dexamethasone, atau plasma konvalesens dan oksigen suplemental.
Kriteria eksklusi studi ini adalah pasien yang masuk ICU langsung, hiperkalsemia dan/atau hiperfosfatemia saat masuk rumah sakit, memiliki penyakit gangguan metabolisme kalsium yang tidak diterapi seperti hiperparatiroidisme, hipoparatiroidisme, gangguan ginjal kronik dengan GFR <30 mL/menit, atau diresepkan calcitriol di luar studi.
Perubahan saturasi oksigen arteri perifer terhadap fraksi oksigen yang diinspirasi (rasio SaO2/FiO2) dihitung saat masuk rumah sakit dan saat pulang dari rumah sakit.
Hasilnya, kelompok kontrol mengalami peningkatan rasio SaO2/FiO2 rata-rata +13,2 (±127,7) dan kelompok calcitriol mengalami peningkatan rata-rata +91,04 (±119,08) (p=0,0305) saat pulang dari rumah sakit, yang menunjukkan perbaikan oksigenasi pada pasien yang mendapat calcitriol.
Petanda klinis lain menunjukkan bahwa lama rawat inap kelompok kontrol rata-rata 9,24 (±9,4) hari dibandingkan 5,5 (±3,9) hari pada kelompok calcitriol (p=0,14). Sebanyak 8 pasien kelompok kontrol dan 5 pasien kelompok calcitriol memerlukan perawatan di ICU. Ada 3 pasien pada kelompok kontrol dan tidak ada pasien kelompok calcitriol yang meninggal. Sebanyak 4 pasien kelompok kontrol dan 2 pasien kelompok calcitriol kembali dirawat di rumah sakit. Tidak ditemukan efek samping hiperkalsemia atau hiperfosfatemia.
Hasil studi ini menggambarkan adanya perbaikan oksigenasi pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit yang diterapi dengan calcitriol. Namun, diperlukan studi acak yang lebih besar lagi.
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
Elamir YM, Amir HA, Lim S, Rana YP, Lopez CG, Feliciano NV, et al. A randomized pilot study using calcitriol in hospitalized COVID-19 patients. Bone 2021;154:116175. https://doi.org/10.1016/j.bone.2021.116175