Vitamin D telah dianggap sebagai neurosteroid dan berperan penting dalam perlindungan saraf, perkembangan otak, serta imunomodulasi. Peran vitamin D dalam patofisiologi dan pengobatan epilepsi mulai dikaji.1
Studi komparatif cross-sectional oleh Gunawan, et al, (2023) meneliti 60 anak penderita epilepsi berusia 2-18 tahun yang telah menggunakan obat anti-epilepsi (OAE) setidaknya selama 6 bulan terdaftar dan dikelompokkan berdasarkan penggunaan obat OAE monoterapi atau politerapi. Hasil menunjukkan defisiensi vitamin D teridentifikasi pada 13% anak yang mengonsumsi OAE tunggal dan 53% dari mereka yang menggunakan beberapa OAE dengan rata-rata kadar 25-OHD adalah 26,6 (SD 5,29) ng/mL dan 20,2 (SD 4,25) ng/mL. Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.2
Pemberian OAE jangka panjang mengaktifkan reseptor X kehamilan, yang meningkatkan aktivitas enzim CYP24A1 dan CYP3A4, meningkatkan kemungkinan vitamin D menjadi zat tidak aktif setelah katabolisme. Peningkatan vitamin D yang inaktif terutama disebabkan oleh enzim mikrosomal hati sitokrom P450, terutama pada penggunaan carbamazepine, phenytoin, dan phenobarbitone. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat anti-kejang mempengaruhi aktivitas enzim CYP24A1 dan CYP3A4, meningkatkan katabolisme vitamin D, dan pada akhirnya akan mengurangi kadar vitamin D dalam darah.2
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin D dapat secara signifikan meningkatkan ambang kejang, menurunkan tingkat keparahan kejang yang disebabkan oleh bahan kimia, dan menambah efek antikonvulsan phenytoin dan asam valproate, serta menurunkan episode kejang sebesar 30%.1 Sebuah penelitian menemukan bahwa tren persentase penurunan kejang lebih besar pada pasien yang memiliki kadar serum 25(OH)D yang lebih tinggi.
Kesimpulan:
Vitamin D telah dianggap sebagai neurosteroid dan berperan penting dalam perlindungan saraf, perkembangan otak, serta imunomodulasi. Pengobatan epilepsi dengan OAE berhubungan dengan defisiensi vitamin D, terlebih yang mendapatkan politerapi OAE memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah, sehingga anak-anak epilepsi juga harus mendapatkan tambahan suplemen vitamin D karena memiliki risiko yang tinggi dalam penurunan kadar vitamin D.
Gambar: Ilustrasi (Sumber: Freepik)
Referensi:
1. Miratashi Yazdi SA, Abbasi M, Miratashi Yazdi SM. Epilepsy and vitamin D: A comprehensive review of current knowledge. Rev Neurosci. 2017;28(2):185-201.
2. Gunawan PI, Rochmah N, Faizi M. Comparison of 25-hydroxy vitamin D serum levels among children with epilepsy in therapy with single versus multiple antiseizure medications. Epilepsy & Behavior Reports. 2023;24.