Pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan tantangan kesehatan, sosial, dan ekonomi secara global. Banyak faktor yang memperparah penyakit seperti usia dan penyakit komorbid (penyakit jantung, hipertensi, riwayat stroke, diabetes, dan lainnya). Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah acute respiratory distress syndrome (ARDS).
Perubahan histopatologi paru juga dikaitkan dengan terjadinya COVID-19, seperti diffuse alveolar damage (DAD), intra alveolar fibrinous exudates dengan sel inflamasi, pembentukan hyaline membrane, dilatasi kapiler pulmonal dengan pembentukan mikro trombus.
Hingga saat ini, berbagai studi masih meneliti terapi untuk COVID-19. Regulasi juga mengeluarkan izin darurat atau emergency use of authorization pada beberapa obat yang digunakan untuk kasus COVID-19. Obat-obatan yang digunakan untuk SARS-CoV-2 bekerja dengan cara menginhibisi ikatan virus dan reseptor sel host, mencegah fusi membran, mencegah endositosis virus, menekan replikasi dan translasi dengan menganggu protease/helicase yang dimiliki virus.
Ko-infeksi bakteri, diketahui memperparah dan meningkatkan angka mortalitas pada pasien yang menderita pneumonia viral. Pada pasien sakit berat yang dirawat di rumah sakit, terutama di ICU, infeksi sekunder berupa infeksi bakteri pada paru merupakan tantangan yang sering terjadi. Kebutuhan tindakan intubasi berhubungan dengan infeksi nosokomial oleh gram-negative multidrug resistant bacteria. Insidens infeksi sekunder meningkat pada populasi lansia dan yang memiliki komorbid penyakit kronik seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Penggunaan beberapa obat yang sudah ada dinilai dapat efektif mengobati infeksi sekunder, seperti golongan makrolid, tetracycline, fluorokuinolon, dan lainnya. Fluorokuinolon dan quinolon merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisidal untuk infeksi saluran pernapasan dan lainnya. Fluorokuinolon menginhibisi sintesis DNA bakteri. Pada SARS-CoV-2, protease (Mpro atau 3CLpro) merupakan faktor essensial dalam siklus replikasi virus. Fluorokuinolon berikatan dan menginhibisi SARS-CoV-2 Mpro, sehingga mencegah terjadinya replikasi. Interaksi antara fluorokuinolon dan Mpro diduga lebih kuat dibandingkan ikatan dengan chloroquine dan nelfinavir. Levofloxacin juga dilaporkan dapat meringankan gejala inflamasi akut akibat pneumonia virus. Pada keadaan pneumonia virus, reactive oxygen species (ROS) dan nitrit oxide (NO) mencetuskan stres oksidatif.
Fluorokuinolon menunjukan aktifitas anti-oksidan dan menekan inflamasi paru yang berhubungan dengan pneumonia. Fluorokuinolon menekan produksi sitokin pro-inflamasi seperti IL-1 dan TNF. Penetrasi fluorokuinolon pada jaringan paru sangat baik.
Kesimpulan studi ini adalah Fluorokuinolon berpotensi memiliki efek antivirus dan efektif pada beberapa pasien yang terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Gambar: Ilustrasi (Photo by Polina Tankilevitch from Pexels)
Referensi:
Damanhouri Z, Alkreathy H, Ali A, Karim S. The potential role of Fluoroquinolones in the management of Covid-19 a rapid review. J Adv Pharm Educ Res. 2021 May 12;11:128–34.