Penyakit mineral dan tulang adalah komplikasi sistemik umum dari penyakit ginjal kronis (PGK), yang mencakup kelainan metabolisme tulang dan mineral, serta kalsifikasi vaskular yang terkait dengan hasil klinis yang merugikan, seperti fraktur, kejadian kardiovaskular, dan kematian. Kalsifikasi vaskular juga sering dikaitkan dengan penurunan kepadatan mineral tulang (BMD) dan kelainan bone turnover.
Dibandingkan dengan populasi umum, pasien yang menjalani hemodialisis memiliki risiko fraktur yang lebih tinggi, yang dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Pasien-pasien ini juga menunjukkan prevalensi kalsifikasi vaskular yang lebih tinggi (hingga 60%-80%). Hubungan positif telah ditemukan antara fraktur vertebra/tulang belakang dan kalsifikasi vaskular dengan peningkatan risiko kematian lebih dari tiga kali lipat pada wanita yang menjalani hemodialisis. Oleh karena itu, mencegah fraktur vertebra dan kalsifikasi vaskular penting dalam mengelola pasien PGK.
Defisiensi vitamin D dan K adalah faktor yang bisa mengarah pada kejadian dan progresivitas kalsifikasi vaskular dan fraktur vertebra. Vitamin D yang merupakan regulator utama homeostasis kalsium-fosfat, dapat meningkatkan kesehatan dan fungsi muskuloskeletal serta melindungi dari pengeroposan tulang. Sedangkan vitamin K adalah regulator mineralisasi tulang dan kalsifikasi tulang. Pada pasien hemodialisis, kadar vitamin K menurun, dan defisiensi vitamin K telah dilaporkan menjadi prediktor terkuat terjadinya fraktur vertebra, dan juga memprediksi kalsifikasi aorta dan iliaka.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui apakah terapi calcitriol dapat memengaruhi prevalensi fraktur dan kejadian kalsifikasi vaskular pada pasien hemodialisis. Penelitian ini merupakan analisis sekunder dari studi vitamin K Italian (VIKI), yaitu studi cross-sectional yang melibatkan 387 pasien HD. Fraktur vertebra dan kalsifikasi vaskular ditentukan dengan pemeriksaan radiografi vertebra. Pengurangan >20% tinggi badan vertebra dianggap sebagai fraktur vertebra. Sedangkan kalsifikasi vaskular diukur dengan panjang lesi kalsifik di sepanjang arteri.
Hasilnya menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan calcitriol oral adalah 177 dari 387 pasien (45,7%). Prevalensi fraktur vertebra lebih rendah pada pasien yang menerima calcitriol oral dibanding pasien yang tidak mendapat calcitriol (48,6% vs 61,0%, p=0,015), sedangkan kalsifikasi aorta dan iliaka sebanding (aorta: 81,9% vs 79,5%, masing-masing, p=0,552; iliaka: 52,0% vs 59,5%, masing-masing, p=0,167). Dalam analisis regresi logistik multivariabel, calcitriol oral dikaitkan dengan penurunan risiko fraktur vertebra sebesar 40,2% (OR 0,598; 95% CI 0,363–0,985; p=0,043).
Kesimpulan:
Dari hasil analisis tersebut didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara calcitriol oral dan fraktur vertebra yang lebih rendah pada pasien hemodialisis tanpa peningkatan kalsifikasi vaskular.
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
Fusaro M, Cianciolo G, Tripepi G, Plebani M, Aghi A, Politi C, et al. Oral calcitriol use, vertebral fractures, and vitamin K in hemodialysis patients: A cross‐sectional study. Journal of Bone and Mineral Research 2021;36: 2361-70. Doi: https://doi.org/10.1002/jbmr.4440.