Detail Article

Anemia Defisiensi Besi Mempengaruhi Prematuritas, Pertumbuhan Janin dan Infeksi Postpartum

dr. Josephine Herwita Atepela BC
Jan 13
Share this article
408ae3d515c1a4251e7cc0b4dfd20481.jpg
Updated 08/Jul/2022 .

Anemia maternal dikaitkan dengan banyak komplikasi kehamilan, diantaranya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, persalinan caesar, kematian perinatal, dan kematian maternal. Pada persalinan caesar, anemia akan meningkatkan komplikasi seperti infeksi, kebutuhan transfusi darah, perawatan di ICU setelah operasi, dan kematian.

Kemppinen dkk (2020) melakukan sebuah studi retrospektif untuk mengevaluasi pengaruh ADB (Anemia Defisiensi Besi) terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan di Finlandia. Pasien hamil tunggal dengan kadar Hb <110 g/L diberikan suplementasi besi, sedangkan pasien dengan kadar Hb <100 g/L langsung dirujuk ke bagian kebidanan dan kandungan, oleh karena itu, studi ini menggunakan cut off <100 g/L sebagai ADB. Sepanjang periode studi, didapatkan sebanyak 250 wanita hamil tunggal dengan ADB (Hb <100 g/L). Seluruh pasien hamil pada periode yang sama dijadikan sebagai kelompok referensi (n=11.545).

 

Setelah pemberian suplementasi besi, kadar Hb pada kelompok ADB yang dinilai sebelum melahirkan tetap menunjukkan hasil bermakna lebih rendah dibanding kelompok referensi, meskipun peningkatan Hb sejak kadar pada awal diagnosa sudah naik bermakna (p<0,001). Hasil studi juga menunjukkan hipertensi dan diabetes gestasional ditemukan lebih tinggi pada pasien ADB. Selain itu, pasien ADB juga ditemukan cenderung berusia lebih muda, multipara (bukan kehamilan pertama), dan mengonsumsi alkohol selama hamil lebih sering dibanding kelompok referensi. Kehamilan dengan ADB juga mengakibatkan kejadian infeksi postpartum yang lebih tinggi dibanding kelompok referensi, seperti endometriosis, infeksi luka, infeksi saluran kemih, dan sepsis (OR 2,86 [CI 1,79-4,59]). Kebutuhan transfusi sel darah merah pada postpartum juga lebih tinggi pada kelompok ADB (OR 2,48 [CI 1,37–4,49]). Oleh karena itu, durasi rawat di rumah sakit pada masa postpartum juga lebih panjang pada kelompok ADB.


Kejadian kelahiran prematur (usia gestasi <37 minggu, OR 1,80 [CI 1,15–2,81]) dan pertumbuhan janin terhambat (fetal growth restriction, FGR; OR 1,80 [CI 1,15–2,81]) pada kelompok ADB ditemukan lebih tinggi dibanding kelompok referensi. Apgar 1 dan 5 menit juga ditemukan lebih rendah pada kelompok ADB dan kejadian apgar <7 pada menit ke-1 lebih tinggi pada kelompok ADB (OR 1,72 [CI 1,08–2,75]). 


Studi ini juga membandingkan hasil suplementasi besi, baik oral, maupun intravena (IV) terhadap keluaran maternal dan neonatus. Semua subjek diresepkan suplemen besi 100-200 mg per hari, dan 52 subjek menerima tambahan suplemen besi IV 1000 mg dosis tunggal pada usia gestasi median 33 minggu (range=18-39). Hasil menunjukkan peningkatan kadar Hb lebih tinggi secara bermakna dengan pemberian secara IV, dibandingkan oral saja, namun perbedaan ini tidak menunjukkan kemaknaan pada pemeriksaan kadar Hb terakhir, yaitu sebelum melahirkan. Parameter maternal maupun neonatus juga tidak menunjukkan perbedaan bermakna dengan pemberian besi secara oral maupun IV. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kemaknaan klinis keluaran maternal dan neonatus dengan pemberian suplemen besi IV maupun oral.


Pada studi ini, disebutkan bahwa ADB dapat memengaruhi homeostasis glukosa, sehingga memberikan dampak negatif terhadap kontrol glikemik. Hal ini tentunya meningkatkan risiko komplikasi yang diakibatkan oleh perubahan metabolik. Selain itu, HbA1c juga disebutkan dipengaruhi oleh defisiensi besi, sehingga ADB dapat meningkatkan kadar HbA1c. ADB yang banyak ditemukan pada wanita multipara diperkirakan terjadi akibat menurunnya cadangan besi pada kehamilan-kehamilan sebelumnya.


Peningkatan kejadian kelahiran prematur dan FGR diperkirakan terjadi karena anemia menyebabkan hipoksia jaringan kronis sehingga meningkatkan corticotrophin-releasing hormone (CRH). Hormon inilah yang menginisiasi terjadinya persalinan, sehingga peningkatan kadarnya dikaitkan dengan kejadian lahir prematur dan FGR. Selain itu, CRH juga menginduksi produksinya kortisol, sehingga juga berkaitan dengan FGR. 


Berdasarkan studi diatas, dapat diringkas bahwa ADB pada kehamilan menyebabkan peningkatan kejadian diabetes dan hipertensi pada kehamilan, lebih tinggi terjadi pada usia muda, wanita multipara, dan konsumsi alkohol. Ibu dengan ADB dan neonatus yang dilahirkannya memiliki risiko lebih tinggi terhadap komplikasi, seperti kelahiran prematur, FGR, dan infeksi postpartum. Oleh karena itu, tatalaksana anemia, terutama defisiensi besi, perlu diperhatikan dengan baik untuk mencegah komplikasi ini.



Gambar: Ilustrasi (sumber: by valeria_aksakova www.freepik.com)

Referensi: Kemppinen L, Mattila M, Ekholm E, Pallasmaa N, Törmä A, Varakas L, et al. Gestational iron deficiency anemia is associated with preterm birth, fetal growth restriction, and postpartum infections. Journal of Perinatal Medicine. 2020;49(4):431–8.


Share this article
Related Articles