Dermal filler memberikan pilihan untuk pasien dapat mencoba terapi hidung sebelum menjalani operasi. Operasi rhinoplasty merupakan gold standard untuk deformitas hidung, namun non-surgical rhinoplasty (NSR) lebih viable, tidak agresif, dan dapat menjadi pilihan untuk beberapa pasien.
Sebelum dermal filler berkembang, pembentukan hidung agar menjadi lebih baik banyak dilakukan oleh dokter dengan metode operasi plastik. Namun, operasi plastik memiliki risiko terjadinya efek samping, seperti edema hingga kegagalan prosedur. Saat ini, risiko tersebut dapat dihindari dengan penggunaan dermal filler.
Tipe dermal filler yang banyak digunakan untuk NSR adalah asam hialuronat dan calcium hydroxyapatite. Keduanya dapat dihancurkan secara alami oleh tubuh dan bukan merupakan terapi yang permanen. Asam hialuronat memiliki keunggulan tambahan karena dapat dikembalikan oleh hialuronidase jika terjadi injeksi intra-arteri dan masalah lainnya yang muncul dan tidak diharapkan. Saat memilih produk untuk NSR, sangat penting untuk mempertimbangkan properti reologi filler-nya. G’atau koefisien elastin, mengukur kemampuan produk untuk dapat menyimpan energi mekanik dan mencegah deformasi.
G’meningkat dengan jumlah molekul HA yang ter-crosslink dan dapat dipertimbangkan untuk mengukur kekakuan dari gel. Sama pentingnya dengan G’, viskositas terlihat mirip dengan G’dan dapat dihitung namun lebih presisi dan mengarah kepada kemampuan gel untuk menahan shearing force. Viskositas yang lebih rendah akan menyebabkan produk lebih mudah menyebar dan produk yang viskositasnya (n*) cenderung lebih ‘tahan’ di tempat injeksinya dan menghasilkan gambaran yang lebih presisi.
Selain itu, penting juga memilih filler dengan melihat sifat hidrofiliknya. Native HA adalah molekul yang dapat menarik air dalam jumlah tertentu dan menghasilkan gambaran kulit yang lebih kenyal dan elastis. Produk yang tidak dapat menarik banyak air merupakan pilihan yang lebih baik untuk NSR, sehingga menyebabkan distorsi jaringan yang lebih baik dan lebih sedikit risiko kompresi vaskuler yang dapat menyebabkan edema sekundernya. Hal yang juga penting diperhatikan adalah penambahan lidokain pada filler yang bisa saja mempengaruhi aliran, elastisitas, dan viskositas pada berbagai jenis filler. Filler yang ideal untuk NSR harus minimal hidrofilik, memiliki G’ dan n* tinggi serta mudah dikembalikan.
Dapat disimpulkan bahwa dermal filler menjadi pilihan terapi untuk perbaikan hidung dan harus memperhatikan sifat alir filler dan kohesivitasnya.
Image: Ilustrasi
Referensi:
1.Hunter B, Mullan G. Non-surgical rhinoplasty. Aesthetics Journal [Internet]. 2018. Available from: https://aestheticsjournal.com/feature/non-surgical-rhinoplasty
2.Wang LL, Friedman O. Update on injectables in the nose. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg. 2017;25:307-13.
3.Kim B. The basics of dermal filler. Investigative dermatology and Venereology Research [Internet]. 2018. Available from: www.ommegaonline.org/article-details/Basics-of-Dermal-Fillers/628
4.Sundaram H, Voigts B, Beer K, Meland M. Comparison of the rheological properties of viscosity and elasticity in two categories of soft tissue fillers: Calcium hydroxyapatite and hyaluronic acid. Dermatol Surg. 2010;36:1859-65.