Pedoman konsensus pengobatan demam berdarah (DBD) dari WHO dan CDC AS merekomendasikan penggunaan paracetamol untuk mengatasi nyeri dan demam, namun mengkontraindikasikan NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drug) karena berpotensi meningkatkan risiko perdarahan, dengan trombositopenia sebagai komplikasinya. Karena hepatitis juga merupakan komplikasi DBD yang sering terjadi, ada kekhawatiran juga tentang hepatotoksisitas terkait penggunaan paracetamol pada pasien DBD.
Baik paracetamol maupun ibuprofen (NSAID dengan risiko perdarahan paling rendah) ternyata belum dievaluasi untuk pengobatan demam berdarah dalam uji klinik acak (RCT). Namun, studi epidemiologi dan kohort serta studi kasus tentang penggunaan NSAID pada DBD umumnya menunjukkan peningkatan risiko perdarahan yang minimal atau tidak ada peningkatan yang signifikan, kecuali aspirin.
Tinjauan pustaka menilai literatur mengenai risiko perdarahan pasca-operasi dengan penggunaan NSAID, terutama ibuprofen, sebagai acuan potensial risiko perdarahan pada demam berdarah. Hasilnya, ibuprofen dengan dosis maksimal 1.200 mg/hari hingga 10 hari untuk mengobati nyeri dan demam memiliki risiko nihil hingga minimal meningkatkan kejadian perdarahan pasca-operasi.
Meskipun terdapat keterbatasan data penelitian, tinjauan pustaka juga menyimpulkan bahwa penggunaan paracetamol pada dosis yang dianjurkan memiliki risiko yang rendah untuk menyebabkan penurunan fungsi hati pada pasien demam berdarah dan hepatitis.
Kesimpulan:
Paracetamol dengan dosis yang dianjurkan dan ibuprofen dengan dosis maksimal 1.200 mg/hari hingga 10 hari relatif aman digunakan untuk mengatasi nyeri dan demam pada pasien DBD.
Gambar: Ilustrasi (Sumber: xb100-Freepik)
Referensi:
Kellstein D, Fernandes L. Symptomatic treatment of dengue: Should the NSAID contraindication be reconsidered? Postgrad Med. 2019;131(2):109-16