Cedera otak traumatik/traumatic brain injury (TBI) merupakan masalah global yang berdampak terhadap sosial dan ekonomi dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Cedera otak primer merupakan kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan, dan atau peregangan pada neuron, akson, sel glia, dan pembuluh darah. Cedera sekunder diakibatkan oleh perubahan metabolik dan seluler yang memicu kaskade biokimia akibat cedera otak primer. Edema otak sering terjadi pada cedera otak sekunder dan merupakan penyebab utama meningkatnya tekanan intrakranial pada cedera otak traumatik.
Stres oksidatif berkontribusi dalam patogenesis cedera otak sekunder. Pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) dan radikal bebas dalam jaringan otak setelah TBI memainkan peran penting dalam memicu proses kerusakan molekuler (peroksidasi lipid, kerusakan DNA, oksidasi protein), memperburuk eksitotoksisitas glutamat, disfungsi mitokondria, disregulasi ionik, dan aktivasi dari protease seluler, serta menyebabkan gangguan permeabilitas sawar darah otak. Seperti yang diketahui, jaringan otak terutama terbentuk dari lipoprotein, dengan konsentrasi poly unsaturated fatty acid (PUFA) tinggi yang mudah mengalami peroksidasi lipid. Disebutkan dalam beberapa literatur bahwa stres oksidatif akibat peningkatan radikal bebas pada TBI menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya edema dan neurodegenerasi pada jaringan otak. Dengan demikian, diperlukan antioksidan untuk menetralisir dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas akibat TBI.
Saat ini, terdapat beberapa penelitian yang menilai efek pemberian antioksidan dalam meningkatkan prognosis pasien TBI, salah satunya adalah vitamin C. Beberapa penelitian telah menunjukkan terjadinya penurunan kadar vitamin C plasma pada pasien yang mengalami cedera otak traumatik. Hal ini memberikan gambaran mengenai adanya peranan potensial suplementasi vitamin C pada pasien dengan cedera otak.
Selain sebagai scavenger radikal bebas yang poten, vitamin C dapat menstabilkan endothelium pembuluh darah dan mempertahankan integritas sawar darah otak (Blood-brain barrier/BBB). Asam askorbat (vitamin C) sendiri dapat melintasi BBB melalui transportasi fasilitatif. Dengan potensi antioksidan yang dimilikinya, vitamin C dosis tinggi tampaknya dapat mengurangi kaskade biokimia penyebab stres oksidatif yang dicetuskan oleh radikal bebas saat terjadi TBI.
Sebuah penelitian acak, tersamar ganda dengan kontrol-plasebo, dilakukan oleh Razmkon, dkk. untuk mengevaluasi efek dari injeksi vitamin C terhadap mortalitas, outcome pasien, dan edema perilesional pada pasien dengan cedera kepala berat. Uji klinis tersebut melibatkan 100 pasien TBI (cedera kepala berat, GCS ≤ 8) yang dibagi menjadi 4 kelompok:
- A: kelompok yang menerima dosis rendah vitamin C (500 mg/hari i.v selama 7 hari).
- B: kelompok yang menerima dosis tinggi vitamin C (10 g/i.v pada saat hari pertama masuk RS dan pada hari ke-4; diikuti dengan dosis 4 g/hari i.v untuk 3 hari berikutnya (hari ke-5 hingga hari ke-7).
- C: vitamin E (400 IU/hari i.m selama 7 hari)
- D: plasebo.
Penelitian ini menemukan bahwa:
· Dosis rendah vitamin C (500 mg/hari i.v) tidak menyebabkan dampak apapun terhadap perjalanan dan prognosis penyakit.
· Vitamin C dosis tinggi menurunkan progresivitas edema perilesional (yang kemungkinan merupakan produk oksidatif pada cedera otak sekunder) pada CT scan.
· Vitamin C dosis tinggi mempertahankan atau mengurangi diameter edema perilesional pada 68% pasien (p = 0,01).
· Tidak ada efek samping yang dilaporkan terkait administrasi injeksi vitamin C pada penelitian ini.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi dapat menurunkan progresivitas edema perilesional secara signifikan pada pasien TBI. Disimpulkan bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi memiliki peranan potensial sebagai strategi terapi TBI pada fase akut. Pemberian vitamin C dapat dipertimbangkan pada pasien kritis yang mengalami TBI. (MSP)
Silakan baca juga: Prove-C 1000, mengandung Ascorbic acid 200 mg, untuk pengobatan defisiensi Ascorbic acid, jika pemberian secara per oral dikontraindikasikan
Image : Ilustrasi
Referensi:
1. Razmkon A, Sadidi A, Sherafat-Kazemzadeh E, Mehrafshan A, Jamali M, Malekpour B, et al. Administration of vitamin C and vitamin E in severe head injury: A randomized double-blind controlled trial. Clinical Neurosurgery. 2011;58:133-7.
2. Leichtle SW, Sarma AK, Strein M, Yajnik V, Rivet D, Sima A, et al. High-dose intravenous ascorbic acid: Ready for prime time in traumatic brain injury? Neurocrit Care. 2020;32(1):333-9.
3. Zhang C, Li JM, Hu JL, Zhou X. The effects of large doses of vitamin C and vitamin E on nerve injury, neurotrophic and oxidative stress in patients with acute craniocerebral injury. J Acute Dis. 2018;7(2): 69-73.
4. Di Pietro V, Yakoub KM, Caruso G, Lazzarino G, Signoretti S, Barbey AK, et al. Antioxidant therapies in traumatic brain injury. Antioxidants (Basel). 2020;9(3):260.