Detail Article

Botulinum Toxin A Menurunkan Nyeri, Frekuensi Sakit Kepala, dan Jumlah Konsumsi Analgetik pada Nyeri Orofasial

dr. Lupita WIjaya
Apr 30
Share this article
e5e1d62e3194e7f718e9b23fc3997218.jpg
Updated 03/Mei/2021 .

Nyeri orofasial merupakan nyeri pada jaringan keras ataupun lunak di area kepala, wajah, dan leher, yang disebabkan oleh abnormalitas transmisi sinyal-sinyal saraf baik dari serabut sensorik maupun serabut motorik pada sistem saraf trigeminal.1 Nyeri dapat berupa nyeri otot lokal, nyeri saraf yang menyebar merata secara lokal, dan nyeri kepala setiap hari (migren/tension atau kepala berat/tertekan).1


MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan pemeriksaan baku emas radiologis untuk menganalisis gangguan pada jaringan lunak tubuh, yang bisa diaplikasikan untuk kasus ini. Secara umum, terapi awal nyeri orofasial berupa fisioterapi dan penggunaan analgetik NSAID. Tujuan terapi ini adalah menormalkan fungsi otot dan saraf serta menurunkan nyerinya.2 Karbamazepin juga merupakan pilihan obat yang paling efektif untuk nyeri orofasial, namun efektivitasnya hanya pada dosis awal dan kemudian menurun setelah 5 tahun penggunaan.1

Selama 10 tahun terakhir ini, Botulinum toxin A yang bekerja menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin yang berlebih pada abnormalitas transmisi sinyal saraf lokal ke otot atau jaringan sekitar, telah menjadi pilihan terapi untuk pencegahan migren, pereda nyeri dan kaku otot, sehingga memperbaiki kualitas hidup pasien. Saat ini, Botulinum toxin A sudah digunakan secara luas untuk terapi nyeri dan disfungsional pada pasien dengan nyeri orofasial.1


Studi meta-analisis (18 studi RCT : 946 pasien) tahun 2020 oleh Sairat S, et al, dilakukan pada kasus nyeri orofasial. Setiap studi memiliki 1 kelompok Botulinum toxin A dan 1 kelompok kontrol. Pada kelompok Botulinum toxin A, rata-rata diberikan injeksi lokal Botulinum toxin A dengan range total dosis 35-200 unit (disesuaikan dengan range jumlah otot: 1-7 otot). Pada kelompok kontrol, 12 RCT menggunakan normal salin 1-2 mL, 1 RCT menggunakan amitriptilin 25-50 mg/hari, 1 RCT menggunakan larutan normal salin campur lidokain <40 mL, 1 RCT menggunakan manipulasi fasial, 1 RCT menggunakan nimodipin 30 mg, 1 RCT menggunakan laser dan 1 RCT menggunakan metode tradisional. Follow up rata-rata 1-3 bulan pasca-injeksi dengan evaluasi nyeri lokal (skor VAS/Visual Analog Scale), jumlah hari sakit kepala, dan jumlah obat analgetik yang dikonsumsi harian.1

 

Hasilnya, kelompok botulinum toxin A (BTX) lebih signifikan menurunkan skor nyeri (skor VAS) daripada kelompok normal salin (NSS). Kelompok botulinum toxin A (BTX) lebih signifikan menurunkan frekuensi/jumlah hari sakit kepala (HD/Headache Day) daripada kelompok normal salin (NSS). Kelompok botulinum toxin A (BTX) lebih signifikan menurunkan jumlah obat analgesik yang dikonsumsi harian (NDI/ Number of Drug pills Ingest) daripada kelompok normal salin (NSS).


Dari studi ini, disimpulkan bahwa pemberian injeksi lokal Botulinum toxin A dengan range total dosis 35-200 unit (disesuaikan dengan range jumlah otot : 1-7 otot) dan follow-up rata-rata 1-3 bulan pada pasien dengan nyeri orofasial; terbukti secara signifikan menurunkan nyeri lokal (skor VAS; lebih rendah dari kelompok salin normal ataupun obat amitriptilin/lidokain/nimodipin), jumlah hari/frekuensi sakit kepala dan jumlah analgetik yang dikonsumsi harian; p=0,000.1



Gambar : Ilustrasi (Photo by Alex Green from Pexels)

Referensi:

1. Sairat S, Mitrirattanakul S, Thakkinstian A, Rattanasiri S, Tengrungsun T, Itthikul T et al. Efficacy of botulinum toxin for the management of orofacial pain and dysfunction: A systematic review and meta-analysis. M Dent J. 2020;40(2):121-36.

2. Badel T, Zadravec D, Kes VB, Smoljan M, Lovko SK, Zavoreo I et al. Orofacial pain – Diagnostic and therapeutic challenges. ActaClin Croat. 2019;58(Suppl.1):82-9.

Share this article
Related Articles