Detail Article

Terapi Front Line Asciminib pada Pasien Leukemia Mieloid Kronik, Bagaimana Efektivitasnya?

dr. Hastarita Lawrenti
Okt 14
Share this article
7e64ed877048e9a157cc89a9dd375088.jpg
Updated 16/Okt/2024 .

Asciminib merupakan penghambat myristoyl site BCR-ABL1 yang disetujui untuk pasien leukemia mieloid kronik (CML) yang gagal dengan ≥2 lini terapi sebelumnya. Obat ini bekerja dengan mengikat kantung myristoyl ABL1, sehingga menginduksi konformasi kinase inaktif, dan memiliki aktivitas terhadap T315I dan pola mutasi resisten yang berbeda. 


Kantung myristoyl hanya terdapat pada sejumlah kinase, sehingga berpotensi menunjukkan selektivitas yang lebih besar (efek off-target kurang dijumpai). Lokasi ikatan yang berbeda (dengan TKI lain untuk CML yaitu ATP-binding site) dan mekanisme resistensi yang berbeda memberikan kemungkinkan terapi kombinasi dengan TKI tradisional, yang mana dalam studi hewan, menunjukkan remisi komplit yang bertahan lama.

 

Karena adanya kegagalan terapi pada pasien CML fase kronik dengan penghambat BCR::ABL1 kompetitif ATP disebabkan resistensi atau toksisitas, maka dikembangkan asciminib. Asciminib diberikan setelah gagal dengan terapi sebelumnya dan pemakaian pada setting front line sangat terbatas, oleh karena itu, studi fase II ASCEND dilakukan untuk mengetahui efikasi asciminib pada pasien CML fase kronik newly diagnosed. Pasien mendapat asciminib 40 mg, diberikan 2 kali sehari. Pasien dengan kegagalan terapi didefinisikan dengan BCR::ABL1 >10% (IS) pada 3 atau 6 bulan, atau >1% pada 12 atau 18 bulan, mendapatkan imatinib atau nilotinib atau dasatinib selain asciminib. Pada pasien dengan respons suboptimal, yang didefinisikan sebagai BCR::ABL 1-10% pada 6 bulan, >0,1%-1% pada 12 bulan, atau >0,01%-1% pada 18 bulan, dosis asciminib ditingkatkan menjadi 80 mg, diberikan 2 kali sehari.

 

Hasil dari studi ini: (n= 101)

  • Pada median follow up sampai dengan 21 bulan, sejumlah 82 dari 101 pasien menghentikan asciminib.
  • Alasan penghentian terapi yang sering dijumpai adalah efek samping (6%), hilangnya respons (4%), dan pasien mengundurkan diri (5%).
  • Tidak terdapat kematian; satu pasien mengalami krisis blast limfoid pada 6 bulan.
  • Early molecular response (BCR::ABL ≤10% pada 3 bulan) dicapai sebesar 93%. Major molecular response pada 12 bulan dicapai sebesar 79%.
  • Insidens kumulatif MR4.5 (deep molecular response) pada 12 dan 24 bulan dicapai sebesar 30,3% dan 53%.
  • Satu pasien mengalami 2 kejadian serebrovaskuler; tidak dilaporkan kejadian oklusif arteri.
  • Efek samping derajat 3/4 yang dijumpai yaitu neutropenia (6%), trombositopenia (5%), peningkatan lipase/amilase (8%), anemia (2%), infeksi (2%), peningkatan ALT/AST (1%), nyeri punggung, perut, dan dada karena emboli paru (1%).

 

Kesimpulan:

Dari studi ini didapatkan bahwa asciminib sebagai terapi front line menghasilkan respons molekuler yang tinggi pada pasien CML fase kronik dengan profil keamanan baik dan rendahnya penghentian terapi karena toksisitas.

 

Gambar: Ilustrasi (Sumber: rawpixel-Freepik)

Referensi:

  1. Yeung DT, Shanmuganathan N, Reynolds J, Branford S, Walia M, Yong ASM, et al. Asciminib monotherapy as frontline treatment of chronic-phase chronic myeloid leukemia: Results from the ASCEND study. Blood 2024 doi: 10.1182/blood.2024024657.
  2. Padala S, Cortes J. Asciminib in chronic myeloid leukemia: A STAMP for expedited delivery? Haematologica 2023;108(11):2913-8.
  3. Yeung DT, Shanmuganathan N, Reynolds J, Branford S, Walia M, Yong ASM, et al. Excellent early and major molecular responses observed with asciminib treatment for CP-CML: Results from the ALLG CML13 Ascend-CML study. Blood 2023;142(Suppl 1):865.


Share this article
Related Articles