Penderita hepatitis B kronik (CHB) dengan viral load yang tinggi memiliki risiko tinggi terbentuknya sirosis, kegagalan hati, dan hepatocellular carcinoma (HCC). Untuk mencegah progresivitas penyakit hati pada pasien dengan CHB, guideline merekomendasikan pemberian pegylated interferon jangka pendek atau pemberian nucleos(t)ide analogues (NA) jangka panjang seperti entecavir (ETV) atau tenofovir disoproxil fumarate (TDF). ETV merupakan analog cyclopentyl guanosine yang memiliki kemampuan poten melawan polimerase DNA virus hepatitis B (VHB).
Sebuah penelitian meneliti efektivitas ETV dengan pemakaian selama 10 tahun pada pasien CHB NA-naif dan pasien sirosis. Penelitian ini melaporkan hasil yang sangat baik pada pemberian ETV, yaitu tidak terdeteksinya DNA VHB dalam serum (<2,1 log copies/mL) pada 96% subjek, normalisasi alanine aminotransferase (ALT) pada 79% subjek, seroclearance HBeAg, dan HBsAg. Penelitian ini juga menyatakan tidak terdapat efek samping yang serius selama 10 tahun pemberian terapi. Oleh karena itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian ETV jangka panjang pada pasien CHB menghasilkan respons viral yang sangat baik dengan resistensi yang sangat minim dalam 10 tahun.
TDF sebagai sesama golongan NA juga sudah banyak digunakan dalam terapi CHB, namun penggunaannya menunjukkan efek samping yang lebih besar, yaitu disfungsi ginjal dengan penggunaan jangka panjang. Hal ini sudah dinyatakan oleh beberapa penelitian sehingga terdapat anjuran pengawasan berkala fungsi ginjal pada pemberian TDF, bahkan anjuran menggantikan penggunaan TDF dengan ETV.
Sebuah studi membandingkan risiko penurunan fungsi ginjal dengan pemberian TDF dan ETV pada 493 pasien HCC terkait VHB dari tahun 2007 hingga 2017. Studi ini menilai penurunan fungsi ginjal dengan 3 indikator, yaitu kadar kreatinin serum, estimated glomerular filtration rate (eGFR), dan progresivitas stadium penyakit gagal ginjal kronis (CKD). Hasil penelitian menunjukkan terdapat tren progresivitas stadium CKD (≥ 1 stadium CKD dari baseline) tampak pada 19,4% pasien dengan terapi ETV (63/325) dan 26,2% pada pasien dengan terapi TDF (44/268). Hasil penelitian menunjukkan, TDF secara signifikan meningkatkan kadar kreatinin serum ≥25% dari baseline dan menurunkan eGFR <20% dari baseline. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil yang dipaparkan dapat menjadi alasan yang rasional untuk menggantikan penggunaan TDF dengan ETV pada pasien dengan HCC terkait VHB.
Studi lain membandingkan efektivitas dan keamanan terhadap fungsi ginjal dari TDF dan ETV yang diberikan pada pasien yang sudah memiliki gangguan fungsi ginjal secara retrospective selama 7 tahun. Studi ini melibatkan pasien dengan gangguan ginjal sedang-berat (bersihan kreatinin 20 – 60 mL/menit), baik sebelum pemberian terapi TDF/ETV (kelompok “sebelum”), maupun setelah pemberian terapi (kelompok “setelah”).
Hasil penelitian menunjukkan efek samping pada kedua kelompok tampak lebih tinggi dengan pemberian TDF. Pada kelompok “sebelum”, efek samping tampak pada 18,7% pada pemberian TDF dan 8,8% pada pemberian ETV. Sedangkan, pada kelompok “setelah”, efek samping tampak pada 9,9% pada pemberian TDF dan hanya 3,9% pada pemberian ETV. Namun, angka efek samping tersebut tidak signifikan secara statistik. Efek disfungsi tubular ginjal tampak pada pemberian TDF sebesar 6,5% pada kelompok “sebelum” dan 1,9% pada kelompok “setelah” dan tidak nampak pada pemberian ETV. Penghentian terapi akibat efek samping ginjal juga hanya tampak pada pemberian TDF yaitu 8,4% ada kelompok “sebelum” dan 7,1% pada kelompok “setelah”. Penelitian ini juga melaporkan bahwa efektivitas TDF dan ETV, yang dinilai dengan tercapainya DNA VHB <69 IU/mL (400 copies/mL), serupa yaitu hazard ratio (95% CI) 1,1 (0,6-1,8) pada pemberian TDF dan 0,99 (0,44-2,22) pada pemberian ETV.
Penelitian ini menyimpulkan, TDF dan ETV memiliki efektivitas yang sama dalam mengurangi dan mempertahankan kadar DNA VHB pada serum. Namun, penggunaan TDF perlu perhatian lebih jika diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal mengingat adanya temuan disfungsi tubular ginjal yang tidak ditemukan pada pemberian ETV.
Penelitian lain menilai efektivitas ETV dan TDF dan membandingkan risiko terjadinya HCC pada pasien CHB dengan terapi kedua obat golongan NA tersebut. Penelitian ini menampilkan hasil respons virologis (DNA VHB dalam serum <20 IU/mL), serokonversi HBeAg kumulatif, dan normalisasi ALT (30 IU/mL pada pria dan 19 IU/mL pada wanita) pada kedua kelompok per tahun follow-up, yaitu tahun pertama hingga ketiga. Hasil penelitian menunjukkan total sebanyak 34 pasien (4,5%) dari kelompok ETV dan 45 pasien (5,6%) dari kelompok TDF mengalami progresivitas CHB menjadi HCC. Penelitian ini menyimpulkan, efektivitas dan risiko terjadinya HCC pada pasien CHB dengan pemberian ETV ataupun TDF serupa dan tidak berbeda secara signifikan menurut statistik.
Dari beberapa penelitian yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa ETV memiliki efektivitas yang sangat baik sebagai terapi CHB. Selain itu, ETV memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan TDF, progresivitas menjadi HCC yang serupa dengan TDF, dan penggunaannya lebih aman pada pasien dengan gangguan ginjal. Oleh karena itu, ETV dapat menjadi lini pertama tatalaksana CHB.
Gambar: Ilustrasi (www.pexels.com)
Referensi:
1. Suzuki F, Hosaka T, Suzuki Y, Sezaki H, Akuta N, Fujiyama S, et al. Long-term outcome of entecavir treatment of nucleos(t)ide analogue-naïve chronic hepatitis B patients in Japan. Journal of Gastroenterology. 2018;54(2):182-93.
2. Jeon M, Lee JS, Lee HW, Kim BK, Park JY, Kim DY, et al. Entecavir and tenofovir on renal function in patients with hepatitis B virus‐related hepatocellular carcinoma. Journal of Viral Hepatitis. 2020;27(9):932-40.
3. Lampertico P, Berg T, Buti M, Pathil A, Petersen J, Ryder SD, et al. Treatment with tenofovir disoproxil fumarate or entecavir in chronic hepatitis B virus-infected patients with renal impairment: results from a 7-year, multicentre retrospective cohort study. Alimentary Pharmacology & Therapeutics. 2020;52(3):500-12.
4. Oh H, Yoon EL, Jun DW, Ahn SB, Lee HY, Jeong JY, et al. No difference in incidence of hepatocellular carcinoma in patients with chronic hepatitis B virus infection treated with entecavir vs tenofovir. Clinical Gastroenterology and Hepatology. 2020;18(12):2793-802.e6.