Detail Article

Telogen Effluvium Akut pada COVID-19

dr. Lydia Febriana
Mei 31
Share this article
08362c1c554778095a821b6c2da18501.jpg
Updated 03/Jun/2021 .

Dr. Roda dan dr. Oliveira-Soares, dalam Journal of the Portuguese Society of Dermatology and Venereology, yang dipublikasikan pada 30 Maret 2021, memaparkan karakteristik kasus telogen effluvium akut yang terjadi pada pasien COVID-19. 

Studi dilakukan pada pasien terkonfirmasi COVID-19, yang mengalami telogen effluvium akut dan secara aktif mencari perawatan medis di Hair Unit of Dermatology Center Rumah Sakit Descobertas, dari Maret hingga Oktober 2020. Yang dinilai adalah latensi dan durasi rambut rontok, dan gambaran klinis terkait rambut rontok dan infeksi COVID-19.

 

Hasilnya, ditemukan 27 pasien dengan telogen effluvium akut yang terjadi setelah diagnosis COVID-19. Usia rata-rata adalah 45 tahun, yang didominasi oleh perempuan, dengan rasio perempuan dan laki-laki 6:1. Sebanyak 5 pasien (18,5%) pasien disertai dengan trichodynia. Median latensi antara diagnosis COVID-19 dan peningkatan rambut rontok adalah 10 minggu. Pada sepertiga kasus (n = 9, 33,3%), rambut rontok terjadi lebih awal (dengan periode laten 3 minggu atau kurang). Secara keseluruhan, gambaran klinis telogen effluvium akut ditandai dengan kerontokan rambut difus dengan resesi bitemporal pada garis rambut, dan tes tarik ditemukan sangat positif. Trikoskopi menunjukkan folikel kosong dan banyak rambut pendek yang tumbuh kembali dengan ketebalan normal. Pada 3 (11%) pasien, rambut rontok tidak hanya melibatkan kulit kepala tetapi juga tubuh. Resolusi telogen effluvium didokumentasikan pada 16 (59%) kasus dengan durasi rata-rata rambut rontok selama 24,5 hari.

 

Selanjutnya, mengenai gejala infeksi COVID-19, sebagian besar pasien (n = 23, 85%) memiliki gejala dan 4 (15%) pasien tanpa gejala. Gejala tersering adalah demam (n = 17, 63%), ageusia (n = 8,30%), batuk (n = 6, 22%), mialgia (n = 5, 18,5%), anosmia (n = 4, 15%), dan torakalgia (n = 3, 11%). Dua pasien juga dilaporkan mengalami manifestasi kulit, seperti lesi pernio-like (n = 1) dan erupsi makulopapular (n = 1). Sebagian besar kasus gejala COVID-19 ringan dan hanya 3 (11%) pasien yang membutuhkan rawat inap.

 

Pada telogen effluvium, terjadi pergeseran abnormal pada siklus rambut dari anagen ke telogen, yang mengakibatkan kerontokan rambut prematur, terjadi kira-kira dua sampai tiga bulan setelah adanya pemicu. Faktor endogen dan eksogen dapat mengganggu keseimbangan siklus rambut dan menyebabkan telogen effluvium, termasuk adanya demam dan stres psikologis pada COVID-19. Dalam studi ini, demam adalah gejala yang paling sering COVID-19, pada 63% kasus. Kemungkinan efek infeksi virus dan respons imun atau inflamasi pada COVID-19, termasuk stimulasi oleh sitokin dapat memengaruhi folikel rambut dan menyebabkan rambut rontok.

 

Sebanyak 18,5% pasien juga mengalami trichodynia, yaitu gejala kompleks termasuk nyeri, pruritus, atau sensasi terbakar, yang paling umum terkait dengan rambut rontok. Menurut literatur, trichodynia terjadi pada sekitar 20% pasien dengan telogen effluvium, dianggap sebagai tanda keparahan dan gejala peringatan terjadi rambut rontok. Mediator proinflamasi yang disintesis oleh sel saraf dan dilepaskan oleh terminal saraf perifer kulit, tampaknya memainkan peran utama pada trichodynia.

 

Dari studi tersebut, ditemukan sepertiga kasus telogen effluvium berkembang dalam 3 minggu pertama infeksi SARS-CoV-2, sehingga penanganan telogen effluvium akut sebaiknya dipertimbangkan pada COVID-19. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menetapkan kausalitas antara infeksi SARS-CoV-2 dan telogen effluvium.

 

Gambar : Ilustrasi (Photo by Deena from Pexels)

Referensi:

Roda Â, Oliveira-Soares R. Acute telogen effluvium in patients recently infected with SARS-CoV-2. J Port Soc Dermatol Venereol. 2021;79(1):21-5.


Share this article
Related Articles