
Manfaat kedelai dan isoflavon telah banyak diketahui, hingga saat ini masih ada kekhawatiran tentang efek estrogenisitasnya. Isoflavon dikhawatirkan dapat memperburuk prognosis wanita dengan kanker payudara yang sensitif terhadap estrogen. Kesimpulan ini sebagian besar didasarkan dari hasil penelitian pada hewan, sedangkan implikasinya bagi kesehatan manusia masih sangat terbatas, dikarenakan perbedaan metabolisme isoflavon kedelai antara hewan pengerat dan manusia.
Meskipun isoflavon umumnya diklasifikasikan sebagai fitoestrogen, isoflavon berbeda dengan hormon estrogen pada tingkat molekuler dan klinis. Sebagai contoh, isoflavon lebih terikat pada reseptor estrogen (ER) β dibandingkan dengan ERα, sedangkan estrogen berikatan dengan afinitas yang sama dengan kedua reseptor ini. Reseptor-reseptor ini memiliki distribusi jaringan yang berbeda dan ketika diikat oleh ligan menghasilkan efek fisiologis yang berbeda dan terkadang berlawanan. Secara umum, aktivasi ERα dan ERβ masing-masing memberikan efek proliferatif dan antiproliferatif. Pengikatan preferensial mereka dapat memberikan dasar konseptual untuk mengklasifikasikan isoflavon sebagai modulator reseptor estrogen selektif (SERM).
Suatu tinjauan sistematis dan meta-analisis penelitian terkontrol acak dilakukan dengan tujuan untuk menentukan efek isoflavon kedelai terhadap dampak estrogenisitas pada wanita pascamenopause. Database MEDLINE, Embase, dan Cochrane Library ditelusuri hingga Agustus 2024 terhadap penelitian yang bersifat acak selama 3 bulan yang mengevaluasi isoflavon kedelai dibandingkan dengan kontrol (non-isoflavon) pada wanita pascamenopause. Evaluasi meliputi ketebalan endometrium (ET/ endometrial thickness), indeks pematangan vagina (VMI/vaginal maturation index), hormon perangsang folikel (FSH/follicle-stimulating hormone), dan estradiol. Peneliti secara independen mengekstrak data dan menilai risiko bias. Grading of Recommendations, Assessment, Development and Evaluation digunakan untuk mengonfirmasi nilai eviden.
Hasilnya:
1. Sebanyak 40 penelitian (n= 3.285) yang menilai efek dari dosis rata-rata 75 mg/hari isoflavon kedelai dibandingkan kontrol non-isoflavon selama 24 minggu.
2. Isoflavon kedelai tidak memiliki efek yang signifikan secara statistik pada berbagai parameter ukuran estrogenisitas; ET [perbedaan rata-rata, -0,22 mm (interval kepercayaan 95%, -0,45; 0,01 mm), PMD = 0, 059], VMI [2,31 (-2,14; 6,75), PMD = 0,310], FSH [-0,02 IU/L (-2,39; 2,35 IU/L), PMD = 0,987], dan estradiol [1,61 pmol/L (-1,17; 4,38 pmol/L), PMD = 0,256].
3. Derajat eviden masuk kategori moderat hingga tinggi.
Kesimpulan:
Penelitian ini membuktikan bahwa isoflavon kedelai tidak menunjukkan efek estrogenik dibandingkan dengan kontrol non-isoflavon pada 4 ukuran estrogenisitas pada wanita pascamenopause. Hasil penelitian juga mendukung bahwa isoflavon kedelai kemungkinan besar bertindak sebagai modulator reseptor estrogen selektif, yang secara klinis berbeda dengan hormon estrogen.
Gambar: Ilustrasi (Sumber: jcomp-Freepik)
Referensi:
Viscardi G, Back S, Ahmed A, Yang S, Mejia SB, Zurbau A, et al. Effect of soy isoflavones on measures of estrogenicity: A systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Adv Nutr. 2025;16(1):100327. DOI: 10.1016/j.advnut.2024.100327.