Gastroesophageal reflux disease (GERD), adalah kondisi naiknya asam lambung melalui kerongkongan, sehingga menyebabkan gejala dan komplikasi. Studi membuktikan bahwa konsumsi kopi merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kejadian GERD.
Angka kejadian GERD di Indonesia pada tahun 2017 dilaporkan sebesar 57,6% dan diklasifikasikan menjadi 2, yaitu tanpa penurunan kualitas hidup (21,9%) dan dengan penurunan kualitas hidup (35,7%). Hasil tersebut mencerminkan bahwa gejala GERD berpotensi menurunkan kualitas hidup seseorang. Peningkatan kejadian GERD dapat diakibatkan oleh berbagai faktor risiko, seperti usia, peningkatan indeks masa tubuh (IMT), merokok, dan mengonsumsi makanan atau minuman yang memicu munculnya GERD. Minuman seperti soda, teh, dan kopi disebutkan dapat meningkatkan risiko GERD. Sedangkan, minuman seperti air, susu, dan jus dapat menurunkan risiko GERD.
Kopi merupakan salah satu minuman yang paling disukai dan paling sering dikonsumsi di seluruh dunia. Sebuah survei oleh Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization) pada tahun 2019/2020 menyebutkan bahwa konsumsi kopi ditemukan sebesar 166 juta dan meningkat hingga 0,5% dibandingkan survei pada tahun sebelumnya. Jumlah konsumsi kopi di Indonesia dilaporkan pada tahun 2012 sebanyak 3,6 juga bungkus kopi dikonsumsi per tahunnya. Indonesia menjadi negara kedua tertinggi konsumsi kopi di Asia setelah Jepang dan kedelapan di dunia.
Tingginya kejadian GERD dan konsumsi kopi di Indonesia memicu Hartoyo, dkk. untuk menilai hubungan antara keduanya. Hartoyo, dkk. (2021) melakukan studi cross-sectional pada 105 koresponden berusia 18-65 tahun di Jakarta. Adanya konsumsi alkohol, rokok, dan kelainan anatomi menjadi kriteria eksklusi studi ini. Penilaian GERD dilakukan dengan kuesioner GERD (GERD-Q) yang telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia dan penilaian konsumsi serta kebiasaan minum kopi juga dilakukan dengan kuesioner yang telah diuji validitasnya.
Hasil studi menunjukkan bahwa 61,9% (n=65) responden mengonsumsi kopi dengan kadar menengah hingga tinggi. Kebiasaan minum kopi tersering adalah satu kali per hari, yaitu oleh 31,4% (n=33) responden. Sebanyak 75,2% (n=79) responden tidak mengalami GERD, sedangkan 24,8% (n=26) lainnya mengalami GERD. Analisis hubungan antara konsumsi kopi dan kejadian GERD menunjukkan nilai p=0,006. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara konsumsi kopi dan kejadian GERD pada dewasa usia 18-65 tahun di Jakarta.
Selain temuan utama tersebut, studi ini juga melaporkan bahwa dari 26 responden yang mengalami GERD, 17 di antaranya (65,4%) adalah wanita. Jenis kelamin wanita sebagai faktor risiko terjadinya GERD memang sudah banyak dilaporkan oleh berbagai studi lain. Peningkatan kejadian GERD pada wanita umumnya dialami oleh usia 50 tahun ke atas menjelang masa menopause. Penurunan hormon estrogen pada masa menopause akan meningkatkan massa lemak tubuh, terutama di perut, sehingga menyebabkan peningkatan risiko obesitas dan sejalan dengannya juga peningkatan risiko GERD. Kejadian GERD pada studi ini juga paling banyak pada kelompok usia 51-65 tahun, yaitu 8 dari 26 responden GERD (30,8%).
GERD merupakan penyakit multifaktor, yaitu penyakit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Studi ini membuktikan bahwa konsumsi kopi merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kejadian GERD. Teori mengenai hubungan kopi dan GERD dijelaskan pada studi-studi lain. Di antaranya, studi menyebutkan bahwa kafein pada kopi dapat menurunkan tekanan dari katup bawah kerongkongan, sehingga memudahkan isi lambung naik kembali ke atas. Selain itu, kafein juga berperan menginduksi produksi asam lambung berlebihan. Berdasarkan hasil studi ini, menurunkan konsumsi kopi dapat dipertimbangkan untuk penderita GERD jika tidak ingin GERD-nya terus kambuh.
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
Hartoyo FZR, Tandarto K, Sidharta V, Tenggara R. The correlation between coffee consumption and gastroesophageal reflux disease. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy. 2022;23(1):11–6.