Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan penyakit liver kronis yang paling sering terjadi di negara maju yang merupakan penyebab paling umum dari hasil pemeriksaan fungsi hati yang abnormal dan telah diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Ranolazine adalah obat antiangina lini kedua yang diindikasikan untuk penjakit jantung koroner (PJK) yang bersifat kronis. Selain memiliki efek antiangina, ranolazine juga memiliki efek metabolik. Ranolazine dapat menurunkan HbA1c dan memiliki efektivitas antihiperglikemik dan metabolik pada pasien dengan PJK dan DM tipe 2. Ranolazine dapat meningkatkan utilisasi glukosa dengan menurunkan oksidasi asam lemak dan mengalihkan penggunaan glukosa sebagai sumber energi. Ranolazine juga meningkatkan efektivitas enzim piruvat dehidrogenase (PDH) liver, yang dapat meningkatkan oksidasi glukosa, di mana PDH merupakan salah satu target farmakologis untuk terapi NAFLD. Berdasarkan studi terhadap tikus obesitas, ranolazine dapat menurunkan kejadian steatosis hepatis.
Suatu penelitian dilakukan untuk mengevaluasi efek ranolazine terhadap pemeriksaan fungsi hati pada pasien PJK dengan NAFLD. Penelitian merupakan studi kohort yang melibatkan pasien CAD dengan NAFLD yang direkrut dari klinik kardiologi rawat jalan selama September 2018-2019. Pasien yang direkrut tidak memiliki riwayat penggunaan alkohol > 20 gram per hari, infeksi hepatitis B atau C, operasi bypass saluran cerna, penggunaan obat yang dapat berhubungan dengan steatosis hepatis, memiliki penyakit hati metabolik ataupun autoimun, atau menderita diabetes melitus.
Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat 75 subjek yang dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini. 40 subjek mendapatkan terapi ranolazine dalam regimen terapinya sebagai terapi lini kedua, sementara 35 subjek lainnya mendapatkan terapi standar dengan beta-blocker dan/atau calcium channel blocker (CCB), namun tidak mendapatkan terapi ranolazine. Parameter yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang mencakup profil lipid termasuk kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida, fungsi hati termasuk AST, ALT, dan GGT, serta fungsi ginjal termasuk eGFR, kreatinin, dan albumin. Parameter tersebut dibandingkan pada masing-masing kelompok antara baseline dengan 6 bulan pasca terapi.
Hasilnya, usia rerata subjek yang direkrut 59,2 ± 9,4 tahun. Tidak terdapat perbedaan karakteristik subjek, pengobatan, dan hasil laboratorium pada keadaan baseline. Dari 40 subjek yang mendapatkan ranolazine, 18 (45%) mendapatkan dosis 2 x 375 mg, 17 (42,5%) mendapatkan dosis 2 x 500 mg, dan 5 sisanya (2,5%) mendapatkan dosis 2 x 750 mg. Setelah 6 bulan terapi, tidak terdapat perubahan parameter apapun pada kelompok yang tidak mendapatkan ranolazine. Namun, kadar AST dan ALT turun secara signifikan setelah 6 bulan terapi pada kelompok yang mendapatkan ranolazine. Terjadi penurunan ALT dari 57±14 menjadi 37±11 IU/L (p<0,001), sementara AST mengalami penurunan dari 45±18 menjadi 31±14 IU/L (p=0,001).
Kesimpulan:
Ranolazine merupakan antiangina lini kedua yang dapat memberikan efek penurunan ALT dan AST pada pasien NAFLD dengan peningkatan ALT dan/atau AST
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
Esenboga K, Kurtul A, Nazman H, Tekin CG, Ozyuncu N, Tan TS, et al. Evaluation of the impact of ranolazine treatment on liver function tests in patients with coronary heart disease and nonalcoholic fatty liver disease. Angiology 2022;73:73-8.