Pada pasien kritis, risiko terjadinya disfungsi ginjal oleh cairan koloid buatan pernah dilaporkan, termasuk pada cairan koloid buatan generasi ketiga yaitu hydroxyethyl starch (HES 130/0,4 dalam larutan NaCl 0,9%). Penyebab nefrotoksisitas dari HES seperti abnormalitas morfologi dan fungsional pada sel tubular ginjal setelah pemberian HES pernah dilaporkan juga. HES dilaporkan tidak hanya menyebabkan disfungsi ginjal akut tetapi juga penyakit ginjal kronik (PGK). Sejak adanya penelitian tersebut, penggunaan HES intraoperatif menurun terus dan sebagai alternatifnya untuk terapi cairan menggunakan produk selain HES.
Namun, baru-baru ini penelitian RCT dan meta-analisis melaporkan bahwa pemberian HES selama pembedahan aman tanpa menyebabkan terjadinya nefrotoksisitas. Nefrotoksisitas dari HES terutama ditemukan pada pasien kritis, sedangkan efek dan keamanan HES pada pasien non-kritis tampaknya berbeda. Hal ini berkaitan dengan faktor integritas dari endotelial. Sepsis merusak integritas vaskuler sehingga menyebabkan gangguan distribusi molekul yang berukuran besar. Pemberian HES dalam jumlah besar pada pasien sepsis kemungkinan akan didistribusikan ke ruang interstisial, yang kemudian berkontribusi terhadap terjadinya nefrotoksisitas.
Namun HES dapat diberikan pada pasien kritis dengan pembedahan yang mempunyai glycocalyx atau endotelial vaskular junction yang utuh dan kebocoran kapiler yang minimal. Selain itu, selama beberapa dekade terakhir ini efek samping terkait produk HES telah menurun dengan diturunkannya konsentrasi, berat molekul dan/atau derajat substitusinya. Khususnya pada HES generasi keempat yaitu HES 6% dengan berat molekul 130.000 Dalton dengan derajat substitusi 0,4 dalam larutan elektrolit seimbang sehingga dapat menurunkan hiperkloremia dan asidosis metabolik.
Kejadian acute kidney injury (AKI) pasca-nefrektomi sering terjadi sekitar 58% dan berkaitan dengan terjadinya PGK. PGK yang disebabkan oleh nefrektomi berkaitan dengan meningkatnya biaya dan mortalitas post-operatif. Pemberian HES selama pembedahan untuk mencapai volume intravaskuler yang adekuat, cardiac output, dan tekanan perfusi arterial ke ginjal serta menghindari terjadinya overload cairan. Namun, hingga saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan keamanan penggunaan HES pada pasien yang menjalani nefrektomi.
Berikut suatu penelitian retrospektif yang bertujuan untuk menilai hubungan antara pemberian HES intraoperatif terhadap fungsi ginjal jangka pendek dan panjang setelah nefrektomi. Metodenya adalah dengan mengumpulkan subjek sebanyak 1106 pasien yang menjalani nefrektomi parsial maupun radikal. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok HES dan kelompok non-HES. Parameter primer yang dinilai adalah jumlah pasien yang menjadi PGK stadium 3a atau angka mortalitas selama 60 bulan setelah pembedahan. Sedangkan parameter sekundernya adalah perbandingan jumlah subjek yang mengalami AKI dan peningkatan stadium PGK antara 2 kelompok tersebut. Hasilnya menunjukkan renal survival tidak berbeda bermakna antara 2 kelompok (p=0,377 pada parameter primer dan p=0,981 pada parameter sekunder). Selain itu, angka kejadian AKI dan peningkatan stadium PGK pada kedua kelompok juga tidak berbeda bermakna (AKI = kelompok HES 33,6% vs kelompok non-HES 32,1%; peningkatan stadium PGK = kelompok HES 47,1% vs kelompok non-HES 43,6%; odds ratio [OR], 1,16; 95% confidence interval [CI], 0,83–1,61; p=0,396).
SIlakan baca juga: Terastarch, merupakan pengganti volume plasma koloid yang mengandung Hydroxyethyl starch (HES) 6% di dalam larutan elektrolit seimbang.
Image: Ilustrasi (sumber: https://northamerica.covetrus.com/)
Referensi:
1. Lee H, Kwon Y, Bae J, Yoo S, Yoon H, Yoon S, et al. Hydroxyethyl starch 6% 130/0.4 in a balanced electrolyte solution and renal function after nephrectomy. Analg 2020;131:1260–9.
2. Van Der Linden P, James M, Mythen M, Weiskopf RB. Safety of modern starches used during surgery. Anesth Analg. 2013;116:35–48.
3. Marechal X, Favory R, Joulin O, et al. Endothelial glycocalyx damage during endotoxemia coincides with microcirculatory dysfunction and vascular oxidative stress. Shock. 2008;29:572–576.