Seperti diketahui bahwa penegakan diagnosis diabetes dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan HbA1c yaitu di atas 6,5%. Dalam analisis terbaru, dikatakan bahwa dengan tingginya kadar HbA1c pasien tersebut maka terjadi peningkatan jumlah dari penurunan fungsi kognitif dalam 10 tahun dibandingkan mereka dengan kadar gula darah normal. Hal tersebut menunjukkan kaitan bahwa kontrol gula darah yang baik dapat menurunkan progresivitas demensia.
Studi yang dilakukan tersebut telah dipublikasikan secara online di bulan Januari di jurnal Diabetologia, the Journal of the European Association for the Study of Diabetes oleh Fanhan Zheng, PhD, dan kolega dari the Chinese Academy of Sciences, Beijing, and Institute of Cognitive Neuroscience, University College, London, UK. Sebelumnya, kaitan antara diabetes dengan fungsi kognitif telah diketahui, namun bukti adanya kaitan antara diabetes, tinggi/rendahnya HbA1c dan penurunan kognitif, yang dapat terjadi beberapa tahun sebelum munculnya demensia masih sedikit.
Studi mengambil data dari 5189 partisipan berusia 5 tahun ke atas yang dilibatkan dalam the English Longitudinal Study of Aging (ELSA). Fungsi kognitif mereka dievaluasi antara tahun 2004-2005 (gelombang 2) dan tiap 2 tahun sampai 2014-2015 (gelombang 7). Partisipan berusia rerata 66 tahun dan 55% adalah wanita. Nilai basal HbA1c berkisar dari 3,6% sampai 13,7%. Diabetes didefinisikan sebagai HbA1c 6,5 % atau lebih.
Dengan rerata follow up selama 8,1 tahun dan rerata nilai sebesar 4,9 untuk assessment kognitif, didapatkan hasil bahwa tiap 1 mmol/mol peningkatan kadar HbA1c terkait dengan peningkatan jumlah dari penurunan skor z kognitif global (-0,0009 SD/tahun), skor z ingatan (-0,0005 SD/tahun) dan skor z fungsi eksekutif (-0,0008 SD/tahun).
Dibandingkan dengan penurunan kognitif yang sebagian terjadi akibat proses penuaan di atas durasi studi pada subjek non-diabetes, jumlah penurunan kognitif setelah dilakukan adjustment multivariable bagi mereka dengan pre-diabetes (didefinisikan sebagai HbA1c 38,8-46,4 mmol/mol) adalah sebesar -0,012 SD/tahun, sedangkan jumlah penurunan bagi mereka dengan diabetes adalah sebesar -0,031 SD/tahun (p untuk tren < 0,01).
Sejumlah bukti menunjuk pada terjadinya fluktuasi glikemik sebagai efek yang paling kuat dari terjadinya penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan kondisi hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus. Kemungkinan disebabkan oleh efek pada fungsi endotel dan induksi stres oksidatif. Diabetes sendiri memang dapat berdampak langsung terhadap fungsi kognitif antara lain menginduksi akumulasi amiloid dan juga melalui mekanisme tidak langsung yaitu peningkatan penyakit mikrovaskuler pada sistem saraf pusat yang menjadi pemegang kunci terhadap kondisi demensia vaskuler.
Peneliti juga mengindikasikan jika dilakukan terapi terhadap faktor risiko demensia termasuk diabetes, dapat mencegah munculnya seperempat kasus demensia. Dibutuhkan penelitian selanjutnya di masa yang akan datang untuk menentukan efek dari kontrol glukosa yang dilakukan terus-menerus terhadap jumlah penurunan fungsi kognitif pasien diabetes.
Silakan baca juga: BRAINACT ODIS, untuk membantu menangani penurunan kemampuan kognitif pada usia lanjut
Image: Ilustrasi (sumber: https://healthengine.com.au/)
Referensi: Fanfan Zheng, Li Yan, Zhenchun Yang, Baoliang Zhong, Wuxiang Xie. HbA1c, diabetes and cognitive decline: the English Longitudinal Study of Ageing. Diabetologia. 2018;61(4): 839–48.