Berbagai inhibitor sekresi asam lambung sudah dikembangkan untuk terapi penyakit terkait dengan asam lambung. Pada akhir tahun 1970. dikembangkan agen antagonis reseptor histamine H2 (H2RA) yang bekerja menghambat produksi asam lambung melalui histamin, saat itu paling efektif menghambat sekresi asam lambung pada post-prandial dan malam hari karena merangsang efek gastrin dan asetilkolin. Namun, H2RA kemudian tidak cukup poten untuk terapi GERD dengan refluks post-prandial, walaupun jenis ini cukup efektif untuk ulkus duodenum.
H2RA secara kompetitif berikatan dengan reseptor histamin H2 pada membran basolateral sel parietal dan menghambat ikatan histamin dengan reseptornya, sehingga menghambat sekresi asam lambung baik siang maupun malam. H2RA tidak efektif menghambat sekresi asam lambung yang diinduksi oleh gastrin atau asetilkolin yang berperan penting pada saat post-prandial. Supresi asam lambung yang dihasilkan oleh H2RA semakin lama semakin melemah karena adanya fenomena toleransi dengan pemberian berulang dalam waktu 2 minggu. Hal ini menyebabkan H2RA disebut sebagai agen anti-sekretori untuk jangka pendek.
Proton Pump Inhibitor (PPI) dikembangkan tahun 1980-1990 karena peningkatan prevalensi GERD sebagai penghambat sekresi asam lambung yang poten selama siang hari dan menjadi terapi lini pertama untuk penyakit terkait asam lambung. Obat-obatan golongan PPI berikatan secara kovalen dengan residu SH molekul sistein pada sub-unit alfa pompa proton di membran kanalikuli sel parietal dan menghambat fungsi sekretori pompa ini, lalu menurunkan produksi asam lambung. Walaupun waktu paruhnya hanya 2-3 jam, obat-obatan ini tetap berikatan dengan pompa proton hingga waktu yang lebih lama dan menghambat aktivitas pompa proton hingga pompa baru tersintesis dan mengganti pompa lama di sel-sel parietal.
Berbeda dengan H2RA, efek penghambatan asam tidak akan menurun dalam penggunaan jangka panjang, sehingga PPI lebih efektif untuk penghambatan asam jangka panjang, khususnya pada pagi-sore hari. Penghambatan asam lambung meningkat bertahap pada 3-5 hari setelah pemberian dosis pertama. Penghambatan asam lambung dibutuhkan untuk terapi pemeliharaan pada kasus GERD dan mencegah ulkus peptikum karena penggunaan aspirin dan NSAID. Untuk kontrol fungsional dispepsia (FD), penghambat asam diberikan intermiten atau sesuai dengan kebutuhan, bukan secara kontinyu.
Dengan pemberian secara kontinyu, kejadian GERD selama terapi pemeliharaan selama 1 tahun dilaporkan kurang dari 15% sedangkan kekambuhan selama 1 tahun tanpa terapi pemeliharaan diperkirakan lebih dari 50%. Efek preventif PPI untuk kekambuhan GERD dibandingkan dengan H2RA, PPI lebih efektif. Pemberian jangka panjang PPI juga efektif untuk mencegah transisi dari Barret’s esophagus menjadi dysplasia Barret’s esophagus seperti adenokarsinoma.
Pemberian PPI jangka panjang juga membantu untuk mencegah kekambuhan ulkus lambung dan ulkus duodenum terkait pemberian aspirin serta NSAID dan lebih efektif dibandingkan H2RAs dengan penurunan kekambuhan. PPI adalah obat lini pertama untuk mencegah kekambuhan ulkus terkait penggunaan Aspirin dan NSAID dan pemberian kontinyu sangat potent dan efektif mencegah dan mengontrol kasus GERD.
Silakan baca juga: Lansoprazole Lebih Unggul DIbandingkan Ranitidine dalam Pengobatan Ulkus Duodenum
Image : Ilustrasi
Referensi :
1. Kinoshita Y. Advantages and disadvantages of long-term proton pump inhibitor use. Journal of Neurogastroenterology and Motility 2018;24(2):183-93
2. Freedberg D. The risks and benefits of long-term use of proton pump inhibitors: Expert review and best practice advice from the American Gastroenterological Association. Journal of American Gastroenterological Association 2017;152:706-15