Detail Article
Metamizole vs Triptan untuk Migrain Akut, Ini Studi Meta-analisisnya
dr. Johan Indra Lukito
Nov 20
Share this article
0ef3b0d222bb89cfa7d9ca0309fb3978.jpg
Updated 01/Des/2023 .

Migrain adalah serangan nyeri kepala intermiten sedang atau berat dengan gejala penyerta, yang berlangsung 4 hingga 72 jam jika tidak ditangani dengan benar. Migrain bukan hanya nyeri kepala saja, tetapi juga merupakan sindrom dengan berbagai fase, yang masing-masing memiliki mekanisme dan pendekatan pengobatan yang berbeda. Singkatnya, prodromal migrain, atau fase firasat, dapat terjadi beberapa jam hingga beberapa hari sebelum nyeri kepala dan mungkin termodulasi secara hipotalamus, meskipun struktur batang otak dan limbik lainnya mungkin juga berperan sebagai penyebab.


Penatalaksanaan akut migrain meliputi penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid/non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID), paracetamol, metamizole, ergot, dan triptan. Triptan adalah kelompok obat yang indikasi umumnya hanya untuk migrain, namun efek samping vasokonstriksinya memerlukan kehati-hatian pada pasien dengan risiko kardiovaskular. Efek samping lain, seperti mual, pusing, dan gejala dada, menghalangi beberapa pasien untuk menggunakan triptan, sementara beberapa pasien tidak memberikan respons yang baik terhadap triptan.

 

Kepatuhan dan tolerabilitas triptan tentu berbeda setiap jenis obat. Triptan secara umum dianggap aman, dengan potensi risiko efek samping serius yang signifikan secara klinis sangat rendah. Kontraindikasi penggunaan triptan termasuk hipertensi yang tidak terkontrol, penyakit jantung iskemik, vasospasme koroner, penyakit serebrovaskular, penyakit pembuluh darah perifer, dan migrain basilar atau hemiplegia.

 

Metamizole/dipyrone/methampyrone merupakan derivat pyrazolone yang memiliki efek analgesik, spasmolitik, antipiretik, serta memiliki efek anti-inflamasi atau anti-trombotik yang lemah. Metamizole telah digunakan di banyak negara namun dilarang di Inggris, Prancis, Swedia, Norwegia, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan India karena masalah keamanan terkait risiko agranulositosis.

 

Meskipun cara kerjanya belum sepenuhnya jelas, efek analgesik utama metamizole disebabkan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E2 (PGE2) oleh metabolitnya 4-methyl-amino-antipyrene. Hal ini bukan disebabkan oleh penghambatan metabolisme arachidonic acid seperti NSAID konvensional, namun melalui pengurangan tingkat oksidasi yang lebih tinggi dari enzim cyclooxygenase (COX) 1 dan 2, atau sequestering activating peroxides. Metamizole memberikan toleransi gastrointestinal yang lebih baik bila dibandingkan dengan NSAID lainnya.

 

Suatu meta-analisis untuk menilai efikasi metamizole vs triptan untuk pengobatan migrain akut. Hasilnya:

  • Meta-analisis mencakup 130 penelitian
  • Tidak ada perbedaan bermakna antara metamizole vs triptan apa pun dinilai dari tingkat bebas nyeri dalam 2 jam dan pereda nyeri dalam 2 jam.
  • Selain aspek farmakoekonomi, karena metamizole jauh lebih murah dibandingkan triptan, dengan mempertimbangkan kesetaraan efikasi dan efek samping triptan terutama pada kardiovaskular, metamizole bisa menjadi pilihan obat yang lebih baik untuk pengobatan migrain.

 

Kesimpulan

Metamizole memiliki efikasi yang sebanding serta profil tolerabilitas (terutama kardiovaskular) serta farmakoekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan triptan untuk pengobatan migrain akut.

 


Gambar: Ilustrasi (Sumber: prostooleh - Freepik)

Referensi:

1.    Peres MF, Scala WA, Salazar R. Comparison between metamizole and triptans for migraine treatment: A systematic review and network meta-analysis. Headache Medicine. 2021;12(3):182-230.

2.    Moffatt J. Dipyrone-containing analgesics. S Afr Med J. 1986;70(6):331-2.

3.   Cascorbi I. The uncertainties of metamizole use. Clin Pharmacol Ther. 2021;109(6):1373-5.

4.   Kötter T, da Costa BR, Fässler M, Blozik E, Linde K, Jüni P, et al. Metamizole-associated adverse events: A systematic review and meta-analysis. PLoS One 2015;10(4):e0122918


Share this article
Related Articles