Detail Article
Stres Oksidatif Berperan dalam Terjadinya Endometriosis
dr. Esther Kristiningrum
Jan 30
Share this article
a46db5c98bc7ede980d6b8e685361642.jpg
Updated 30/Jan/2023 .

Endometriosis merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling sering ditemukan. Stres oksidatif merupakan salah satu di antara banyak teori etiologi untuk endometriosis. Radikal bebas spesies oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan stres oksidatif dapat meningkatkan pertumbuhan dan adhesi sel endometrium dalam rongga peritoneal, yang memicu endometriosis dan infertilitas.


Suatu studi observasional prospektif telah dilakukan untuk menilai kaitan antara stres oksidatif dan tingkat keparahan endometriosis dalam darah dan cairan peritoneal. Studi dilakukan pada 55 pasien endometriosis yang memerlukan laparoskopi untuk infertilitas dan/atau nyeri panggul kronik. Dalam studi tersebut dilakukan pemeriksaan glutathione peroxidase (GPx), superoxide dismutase (SOD), dan lipid peroxide. Tingkat keparahan endometriosis dinilai secara intraoperatif dengan skor American Society for Reproductive Medicine yang telah direvisi dan dikelompokkan menjadi minimal (n=3), ringan (=7), sedang (n=32), dan berat (n=13).

 

Hasilnya menunjukkan bahwa median aktivitas SOD dan GPx paling rendah dan median aktivitas lipid peroxide paling tinggi pada kelompok endometriosis berat baik dalam sampel darah maupun cairan peritoneal. Terdapat peningkatan stres oksidatif yang bermakna secara statistik dengan tingkat keparahan endometriosis.

 

Disimpulkan bahwa stres oksidatif dapat berperan dalam terjadinya endometriosis dan stres oksidatif meningkat seiring dengan peningkatan tingkat keparahan endometriosis. Kontrol stres oksidatif dengan antioksidan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi yang baik pada pasien dengan endometriosis untuk mencegah progresivitas penyakit ini.

 

Suatu studi hewan juga telah dilakukan untuk menilai ekstrak Cucumis melo terhadap kadar malondialdehyde (MDA) serum, tumor necrosis factor alpha (TNF-alpha), dan ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF), serta area implan endometriotik. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar MDA serum (p=0,001), ekspresi TNF-alpha (p=0,002), ekspresi VEGF (p=0,017), dan area implan endometriotik (p=0,003) secara bermakna lebih rendah pada kelompok yang diterapi dengan ekstrak Cucumis melo-gliadin dibanding kelompok kontrol. Disimpulkan bahwa ekstrak Cucumis melo-gliadin menghambat ekspresi implan endometriotik dengan menurunkan kadar MDA serum dan ekspresi TNF-alpha.

 

Kesimpulan:

Stres oksidatif dapat berperan dalam terjadinya endometriosis dan stres oksidatif meningkat seiring dengan peningkatan tingkat keparahan endometriosis. Kontrol stres oksidatif dengan antioksidan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi yang baik pada pasien dengan endometriosis untuk mencegah progresivitas penyakit ini.

 


Gambar: Ilustrasi (Sumber: azerbaijan_stockers - Freepik)

Referensi:

1.  Amreen S, Kumar P, Gupta P, Rao P. Evaluation of oxidative stress and severity of endometriosis. J Hum Reprod Sci 2019;12:40-6.

2.  Trisetiyono Y, Widjiati W, Hidayat ST, Pramono N. Antioxidant herbs supplementation inhibits endometriosis extension in mice. Journal of Biomedicine and Translational Research 2019;5(2):53-61.


Share this article
Related Articles