
Psoriasis merupakan penyakit kulit kronik residif yang bersifat immune-mediated. Psoriasis tidak hanya merupakan penyakit kulit, namun disebut sebagai penyakit sistemik karena melibatkan berbagai organ dan memengaruhi kehidupan sosial. Temuan terkini menunjukkan adanya bakteri pada sampel darah perifer penderita psoriasis disertai peningkatan penanda inflamasi. Fenomena ini diketahui terjadi akibat translokasi bakteri dari lumen intestinal dan berkaitan dengan adanya gangguan sawar intestinal.
Salah satu fungsi dari mikrobiota usus ialah untuk mempertahankan integritas sawar intestinal. Selain mempertahankan integritas sawar intestinal, pemberian probiotik untuk menunjang mikrobiota usus dapat berperan sebagai imunomodulator. Oleh karena itu, pemberian probiotik diperkirakan bermanfaat untuk penderita psoriasis.
Navarro-López, et al, (2019) melakukan studi acak, tersamar ganda, dan terkontrol plasebo, pada 90 dewasa (usia 18-70 tahun) penderita psoriasis. Partisipan dibagi menjadi kelompok probiotik dan kelompok kontrol. Keduanya menerima terapi standar psoriasis sesuai guideline, yaitu betamethasone topikal kombinasi dengan calcipotriol. Kelompok probiotik diberikan terapi tambahan kombinasi Bifidobacterium longum, B. lactis, dan Lactobacillus rhamnosus dengan total 1x109 CFU dalam bentuk kapsul, sedangkan kelompok plasebo diberikan kapsul plasebo. Intervensi dilakukan selama 12 minggu. Hasil primer yang dinilai adalah persentase pasien yang merespons positif terhadap terapi dengan skor PASI75 (PASI75, penurunan 75% Psoriasis Area and Severity Index) dan Physician Global Assessment (PGA) yang dinilai pada minggu ke-2, ke-6, dan ke-12 setelah terapi dimulai. Pemberian steroid topikal akan disesuaikan dengan skor PASI pada tiap kunjungan.
Hasil evaluasi pada minggu ke-12 menunjukkan perbedaan signifikan PASI75 pada kelompok probiotik (30/45, 66,7%) dibanding plasebo (18/43, 41,9%) (p=0,0317). Tiga dari 43 pasien kelompok plasebo mengalami kekambuhan yang parah dan membutuhkan terapi. Proporsi pasien dengan nilai PASI <6 (tidak membutuhkan terapi betamethasone) lebih banyak pada kelompok probiotik (91%) dibanding plasebo (77%) pada kunjungan terakhir. Perbaikan juga nampak pada parameter PGA, yaitu proporsi pasien dengan “clear PGA” lebih tinggi pada kelompok probiotik (48,9%) dibanding plasebo (30,2%) pada minggu ke-12. Pada follow-up 6 bulan setelah masa studi berakhir, didapatkan 9 dari 45 (20%) pasien mengalami kekambuhan pada kelompok probiotik, sedangkan 18 dari 43 (41,9%) kambuh pada kelompok plasebo (p=0,027). Tidak terdapat efek samping berkaitan dengan probiotik maupun plasebo selama studi berlangsung. Selain itu, tidak ada pasien yang mundur dari penelitian akibat efek samping.
Kesimpulan:
Berdasarkan studi ini, penambahan probiotik B. longum, B. lactis, dan L. rhamnosus pada terapi standar psoriasis dewasa mampu memperbaiki psoriasis lebih baik dibanding terapi standar saja. Selain itu, risiko kekambuhan dapat diturunkan secara signifikan setelah 6 bulan terapi probiotik dibanding plasebo. Oleh karena itu, probiotik B. longum, B. lactis, dan L. rhamnosus perlu dipertimbangkan sebagai terapi tambahan ataupun preventif pada pasien psoriasis.
Gambar: Ilustrasi (Sumber: envato element)
Referensi:
Navarro-López V, Martínez-Andrés A, Ramírez-Boscá A, Ruzafa- Costas B, Núñez-Delegido E, Carrión-Gutiérrez M, et al. Efficacy and safety of oral administration of a mixture of probiotic strains in patients with psoriasis: A randomized clinical trial. Acta Dermato Venereologica. 2019. doi: 10.2340/00015555-3305