Detail Article

Penggunaan Melatonin Berpotensi Menurunkan Pemeriksaan Nilai Positif Covid-19, Benarkah?

Dr. Fitri Nurullah
Nov 18
Share this article
fa813c411ec80e0d22c5b862d6aa851d.jpg
Updated 18/Nov/2020 .

Pandemi global coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), telah menyebabkan konsekuensi sosial dan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Risiko morbiditas dan mortalitas akibat COVID-19 meningkat secara drastis dengan adanya riwayat komorbiditas, sementara mekanisme yang mendasarinya masih belum jelas. Selain itu, belum ada terapi yang disetujui untuk eradikasi COVID-19.

Melatonin sebagai hormon fisiologis pada makhluk hidup menjadi salah satu obat yang diidentifikasi efeknya pada COVID-19. Penggunaan melatonin secara signifikan terkait dengan penurunan 28% kemungkinan hasil tes laboratorium positif untuk SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi menggunakan RT-PCR. Penelitian yang dilakukan oleh Zhou et al menggabungkan prediksi berbasis jaringan dan studi observasi pencocokan propensity score (PS) dari 26.770 subjek dari register COVID-19. 


Zhou et al menyimpulkan penggunaan melatonin berhubungan dengan kemungkinan hasil tes laboratorium positif SARS-CoV-2 dibandingkan dengan penggunaan angiotensin II receptor blocker (OR = 0,70, 95% CI 0,54–0,92) atau angiotensin-converting enzyme inhibitor (OR = 0,69, 95% CI 0,52–0,90). Penggunaan melatonin (OR=0,48, 95% CI 0,31–0,75) juga berhubungan dengan penurunan kemungkinan hasil test positif SARS-CoV-2 pada keturunan afrika-amerika setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, ras, merokok riwayat penyakit, dan berbagai penyakit penyerta menggunakan pencocokan PS yang hubungannya tampak lebih kuat bila dibandingkan dengan penggunaan melatonin pada orang amerika berkulit putih (OR = 0,77, 95% CI 0,57–1,04). 


Sebagai tambahan pada orang Amerika berkulit hitam, melatonin secara bermakna berhubungan dengan penurunan kemungkinan hasil pemeriksaan laboratorium positif penggunaan melatonin sementara tidak ada perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan penggunaan ACEI (OR = 0,65, 95% CI 0,39-1,11). Namun, penggunaan melatonin tidak secara signifikan dikaitkan dengan kemungkinan penurunan laboratorium positif SARS-CoV-2 bila dibandingkan dengan penggunaan ARB (OR = 0.57, 95% CI 0.34–0.96), sedangkan tidak terdapat perbedaan signifikan bila dibandingkan dengan penggunaan ACEI (OR = 0.65, 95% CI 0.39–1.11). Penggunaan melatonin tidak secara bermakna berhubungan dengan penurunan kemungkinan hasil laboratorium positif SARS-CoV-2 pada analisis sub-kelompok, penggunaan melatonin hanya berhubungan secara bermakna dengan penurunan kemungkinan hasil laboratorium positif SARS-CoV-2 pada pasien diabetes (OR = 0,52, 95% CI 0,36-0,75); Tidak ada hubungan yang bermakna dengan pasien asma (OR = 0,61, 95% CI 0,36 – 1,06) atau pasien hipertensi (OR = 0,80, 95% CI 0,61-1,05).


Peneliti menemukan bahwa di antara individu yang menjalani tes SARS CoV-2, penggunaan melatonin dikaitkan dengan 28% dan 52% penurunan kemungkinan hasil tes laboratorium positif untuk SARS-CoV-2 di semua populasi gabungan dan orang kulit hitam Amerika setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, ras, merokok, dan berbagai penyakit komorbid. Dengan menggunakan desain pembanding aktif pengguna, peneliti selanjutnya menemukan bahwa penggunaan melatonin dikaitkan dengan penurunan kemungkinan hasil tes laboratorium positif untuk SARSCoV-2 dibandingkan dengan penggunaan ARB dan ACEI. 


Melatonin eksogen mungkin bermanfaat pada pasien yang lebih tua dengan COVID-19, mengingat berkurangnya melatonin endogen akibat penuaan dan besarnya kerentanan pada individu yang lebih tua terhadap kematian akibat SARS-CoV-2, dan karena menurunannya imunitas. Selain itu, melatonin menekan aktivasi inflammasome NLRP3 yang disebabkan oleh rokok dan meredakan proses inflamasi di paru, tidak hanya melalui pengurangan NF-κB p65 dan ekspresi tumor necrosis factor-α (TNF-α), tetapi juga melalui peningkatan sitokin anti-inflamasi seperti IL-10 atau IL-6 yang juga dapat memiliki efek anti-inflamasi. Selanjutnya studi observasi skala besar dan uji coba terkontrol secara acak diperlukan untuk memastikan manfaat klinis melatonin bagi pasien dengan COVID-19



Image: Ilustrasi (sumber: https://www.cdc.gov/sleep/features/getting-enough-sleep.html)

Referensi:

1. Zhou Y, Hou Y, Shen J, Mehra R, Kallianpur A, Culver DA, Gack MU, Farha S, Zein J, Comhair S, Fiocchi C. A network medicine approach to investigation and population-based validation of disease manifestations and drug repurposing for COVID-19. PLoS biology. 2020 Nov 6;18(11):e3000970.

2. Verity R, Okell LC, Dorigatti I, Winskill P, Whittaker C, Imai N, et al. Estimates of the severity of coronavirus disease 2019: a model-based analysis. Lancet Infect Dis. 2020; 20(6):669–77. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30243-7 PMID: 32240634


Share this article
Related Articles