Hepatitis B kronis (HBK) diperkirakan terjadi pada 240 juta populasi dunia dan berkontribusi terhadap komplikasi yang mengancam nyawa, seperti siroris, penyakit hati dekompensata, bahkan karsinoma hepatoseluler (HCC). Terapi antivirus dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas terkait HBK dengan menekan replikasi virus hepatitis B (VHB).
Agen antivirus yang umum digunakan adalah analog nukleos(t)ida (NA) oral, seperti entecavir (ETV) dan tenovofir disoproxil fumarate (TDF). ETV dan TDF sudah diketahui dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping yang sedikit, namun efek samping pada penggunaan jangka panjang belum banyak diketahui.
Huang, dkk. (2021) melakukan sebuah analisis retrospektif efek samping jangka panjang fungsi ginjal dan densitas tulang pada pasien-pasien HBK dengan HBsAg persisten positif selama >6 bulan dan telah mengonsumsi TDF atau ETV selama ≥ 3 tahun. Fungsi ginjal dinilai berdasarkan estimated glomerular filtration rate (eGFR), renal treshold phosphate conentration (TmPO4/GFR), dan rasio protein-kreatinin urin (UPCR) dengan interval 12 minggu. Densitas masa tulang (BMD) dinilai dengan pemeriksaan dual energy x-ray absoptiometry (DEXA) pada awal studi (baseline), minggu ke-48, minggu ke-96, dan minggu ke-144. Hasil BMD kemudian dikelompokkan berdasarkan skor-T, yaitu skor ≥1 adalah normal, skor -1,1 hingga -2,4 adalah osteopenia, dan skor ≤-2,5 adalah osteoporosis.
Sebanyak 258 pasien HBK, di antaranya dengan terapi TDF (n=135) dan ETV (n=123), berpartisipasi dalam studi ini. Rerata eGFR pada kelompok TDF memiliki tren yang menurun sepanjang masa studi dengan persentase rerata penurunan yang signifikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok ETV. Rerata TmPO4/GFR lebih rendah pada kelompok ETV dibanding TDF pada baseline, namun perubahannya tidak menunjukkan signifikansi selama masa studi.
Pada minggu ke-96, rerata persentase penurunan BMD secara signifikan lebih besar pada kelompok TDF, baik pada lokasi leher panggul (− 5,3% TDF vs – 2,5% ETV; p=0,004), panggul total (−3,1% TDF vs 0,26% ETV; p<0,001), maupun spina lumbar (−3,8% TDF vs – 1,7% ETV; p=0,04). Hasil serupa juga ditemukan pada minggu ke-144, baik pada lokasi leher panggul (−5,27% TDF vs−2,70% ETV; p=0,008), panggul total (− 3,08% TDF vs 0,88% ETV; p=0,002), maupun spina lumbar (−3,19% TDF vs – 0,61% ETV; p=0,02).
Prevalensi osteopenia atau osteoporosis (skor-T < – 1) lebih tinggi secara signifikan pada minggu ke-48 ataupun minggu ke-96. Pada minggu ke-48, osteopenia atau osteoporosis terjadi pada leher panggul (68,7% TDF vs 48,4% ETV; p=0,003), panggul total (28,7% TDF vs 16,8% ETV; p=0,04), dan spina lumbar (51,3% TDF vs 35,8% ETV; p=0,03). Pada minggu ke-96, osteopenia atau osteoporosis juga terjadi pada leher panggul (69,4% TDF vs 53,1% ETV; p=0,02), panggul total (36,0% TDF vs 21,4% ETV; p=0,02), dan spina lumbar (52,3% TDF vs 38,8% ETV; p=0,05). Peningkatan tren osteopenia dan osteoporosis panggul dan spina lumbar selama masa studi nampak lebih tinggi pada pasien yang diberikan TDF dibanding ETV (p<0,05).
Berdasarkan hasil studi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien hepatitis B kronis yang diberikan terapi TDF mungkin memiliki risiko peningkatan penurunan BMD dan penurunan eGFR lebih tinggi dibandingkan pasien HBK dengan terapi ETV.
Gambar: Ilustrasi (foto oleh Racool_studio - www.freepik.com)
Referensi:
Huang PY, Chiu SYH, Chang KC, Tseng PL, Yen YH, Tsai MC, et al. A novel evidence of serial changes of bone mineral density in chronic hepatitis B patients treated with entecavir. Hepatology International. 2021;15(2):310–7.