Rosasea adalah penyakit inflamasi kulit kronis dengan gejala vaskular, seperti flushing dan eritema fasial, yang menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. Ada beberapa perawatan untuk pengelolaan rosasea, bertingkat berdasarkan dominan lesi dan tingkat keparahannya. Namun, respons gejala eritematotelangiektasis untuk pengobatan konvensional saat ini tidak memuaskan. Dari studi ini, toksin botulinum merupakan pengobatan alternatif pada pasien dengan eritema refraktori dan flushing terkait dengan rosasea.
The United States Food and Drug Administration telah menyetujui oxymetazoline dan brimonidine sebagai vasokonstriktor dengan efek pada komponen vaskular rosasea. Namun, manfaat dari perawatan ini terbatas, karena efisiensi yang sementara (durasi rata-rata 8–10 jam) dan efek rebound telah dilaporkan pada beberapa pasien. Pemberian intradermal toksin botulinum adalah pengobatan alternatif untuk eritema refraktori dan flushing. Intervensi ini telah menunjukkan efek lebih lama tanpa efek rebound.
Kasus 1
Pasien wanita berusia 28 tahun dengan eritema wajah dan pustul di pipinya bertahan selama dua tahun dan didiagnosis dengan rosasea. Sebelumnya, pasien mendapatkan doxycycline (40 mg setiap hari selama satu bulan), gel azelaic acid 15% sekali per hari, dan krim ivermectin 1% di malam hari selama tiga bulan, didapatkan pengurangan jumlah pustula tetapi eritema menetap. Toksin botulinum, yang diencerkan menjadi 25% (empat kali), disuntikkan secara intradermal di area eritema pipi. Sebanyak 30 unit toksin botulinum didistribusikan dalam 40 titik (0,75 U dalam 0,02 mL per titik injeksi) disuntikkan di daerah dengan eritema, dengan jarak 1 cm, menggunakan jarum 30G dan syringe 1 mL. Didapatkan perbaikan flushing sebesar 75% dan 65% perbaikan eritema permanen setelah 1 bulan terapi.
Kasus 2
Wanita berusia 39 tahun dengan eritema, telangiectasias, dan papula di dahi, pipi, dan dagunya, sejak tahun lalu. Pasien mendapatkan pengobatan dengan gel metronidazole 0,75%, pelembab, dan tabir surya. Pasien menghentikan gel metronidazole karena sensasi terbakar lokal. Empat bulan kemudian, jumlah papulopustula, telangiektasis, serta eritema di pipi dan dagunya meningkat. Pasien diresepkan doxycycline (40 mg setiap hari untuk dua bulan), krim topikal ivermectin 1% pada malam hari, dan tabir surya tiga kali per hari. Setelah enam bulan, resolusi semua lesi inflamasi. Namun, meskipun terapi pemeliharaan topikal, pasien menunjukkan eritema persisten di dahi, pipi, dan dagu. Pasien mendapatkan isotretinoin oral (20 mg tiga kali/minggu) dan dua sesi laser non-ablatif fraksional (1.550 nm), tanpa perbaikan flushing dan eritema.
Kemudian pasien mendapatkan suntikan toksin botulinum secara intradermal yang diencerkan menjadi 25%, di pipi, glabella, dan dagu. Total 14 unit diberikan dengan dosis 0,25 U per 0,02 mL (56 titik) menggunakan jarum 30G. Satu bulan kemudian, didapatkan perbaikan 70% flushing dan eritema.
Kasus 3
Pria berusia 35 tahun dengan telangiectasia, papula, pustul, dan eritema menetap di pipi dan dagu, selama delapan tahun terakhir. Selama tiga tahun sebelumnya, pasien mendapatkan gel metronidazole 0,75%. Toksin botulinum diberikan secara intradermal diencerkan menjadi 25% di pipi dan dagu dengan dosis 20 unit (0,75 U per 0,02 mL) (26 titik). Tiga minggu kemudian, eritema berkurang hingga 60%.
Kesimpulan:
Dari studi ini, toksin botulinum merupakan pengobatan alternatif pada pasien dengan eritema refraktori dan flushing terkait dengan rosasea. Pada tiga pasien yang dilaporkan, hasil yang memuaskan tercapai tanpa efek samping. Untuk penggunaan jangka panjang, toksin botulinum lebih hemat biaya daripada terapi topikal.
Gambar: Ilustrasi (Sumber: Freepik)
Referensi:
Luque A, Rojas AP, Ortiz-Florez A, Perez-Bernal J. Botulinum toxin: An effective treatment for flushing and persistent erythema in rosacea. J Clin Aesthetic Dermatol. 2021;14(3):42–5.