Detail Article

Pemilihan Kortikosteroid Topikal yang Rasional untuk Terapi Kasus Dermatologi

dr. Holly Ong
Agt 09
Share this article
479e646e9428772a92b268bbc0957b52.png
Updated 13/Agt/2024 .

Kortikosteroid topikal adalah salah satu terapi paling tua dan paling bermanfaat untuk kondisi dermatologis.1 Kortikosteroid adalah imunomodulator pertama yang tersedia dalam formulasi topikal. Kortikosteroid topikal ini memiliki efek anti inflamasi, anti proliferatif, imunosupresi, dan efek vasokonstriktor.2 Steroid topikal tersedia dalam berbagai potensi dan sediaan yang berbeda-beda. Dokter harus lebih paham dalam membedakan sediaan yang satu dengan yang lain dari kategori potensi steroid yang ada untuk memberikan terapi masalah kulit dengan aman dan efektif.


Salah satu cara untuk menentukan potensi kortikosteroid topikal adalah dengan pemeriksaan vasoconstrictor assay, yang dapat mengklasifikasikan steroid berdasarkan sejauh mana agen steroid tersebut dapat menyebabkan vasokonstriksi atau dikenal dengan efek blanching pada populasi normal dan sehat. Potensi anti inflamasi dari beberapa steroid mungkin bervariasi antar pasien, bergantung pada frekuensi pemakaian, durasi terapi, dan lokasi digunakannya steroid pada tubuh. Terdapat tujuh kelompok potensi steroid, berkisar dari potensi sangat tinggi (kelompok 1) hingga potensi rendah.1

 

Tabel 1. Klasifikasi potensi kortikosteroid topikal menurut World Health Organization (WHO).3


Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid bersifat lipofilik dan mudah melintasi membran sel untuk berikatan dengan reseptor kortikoid dan membentuk dimer, yang kemudian berpindah ke dalam nukleus dari sel dan menghasilkan efek terapeutik dengan meregulasi ekspresi gen.4 Kortikosteroid bekerja melalui dua jalan yang berbeda. Pada tingkat seluler, melalui jalur genomik dan non-genomik. Yang dimaksud dengan jalur genomik adalah melalui reseptor glukokortikoid dan aktivasi kortisol, diikuti dengan homodimerisasi dari reseptor, dan berikatan dengan elemen yang responsif pada glukokortikoid atau glucocorticoid responsive elements (GREs).4 Kortikosteroid berikatan dengan reseptor kortikosteroid dalam sitoplasma dan membentuk kompleks steroid-reseptor yang kemudian bertanslokasi ke dalam nukleus. Di dalam nukleus, kompleks steroid-reseptor ini berikatan sebagai homodimer dari GRE pada gen target yang responsif akan kortikosteroid untuk dapat menstimulasi atau menghambat transkripsi dan sintesis protein.2


Gambar 1. Mekanisme kerja kortikosteroid2 (hal S8)

 

Jalur non-genomik melibatkan reseptor pada membran dan second messengers. Jalur ini memberikan efek kerja kortikosteroid yang cepat, hanya dalam beberapa menit. Jalur ini tidak memerlukan sintesis protein de novo dan bekerja dengan cara mengatur respons dan aktivitas sel target seperti monosit, sel T, dan platelet.4

 

Efek anti inflamasi dari kortikosteroid diatur oleh aktivitas glukokortikoid, yang meningkatkan transkripsi gen anti inflamasi dan mengurangi transkripsi gen inflamasi.4 Kortikosteroid bekerja dengan cara menghambat transkripsi berbagai gen sitokin pro-inflamasi yang terlibat dalam penyakit kulit, seperti interleukin (IL)-1, IL-2, IL-6, interferon gamma (IFN-g), dan tumor necrosis factor-alpha.2 Efek anti proliferatif dari kortikosteroid ditunjukkan dengan aktivitas anti mitosis yang dimiliki kortikosteroid topikal, yang diduga berperan dalam memberikan manfaat pengobatan dalam terapi psoriasis, dimana pada penyakit ini, didapatkan tingkat pembelahan atau turnover sel yang meningkat.4

 

Kortikosteorid juga memiliki efek vasokonstriktif. Walaupun mekanisme yang mendasari belum sepenuhnya jelas, efek kortikosteroid pada vaskular diduga merupakan bagian dari efek anti inflamasi dari glukokortikoid. Dengan terjadinya vasokonstriksi, didapatkan penurunan aliran darah ke daerah yang mengalami inflamasi. Kortikosteroid menunjukkan efek imunosupresif. Selain dengan menghambat faktor humoral yang terlibat dalam respons inflamasi dan perpindahan atau migrasi leukosit ke daerah inflamasi, glukokortikoid juga menghambat fungsi sel endotel, granulosit, dan fibroblast. Oleh sebab itu, pada umumnya, glukokortikoid menekan maturasi, diferensiasi, dan proliferasi dari semua sel imun, termasuk sel dendritik (DC) dan makrofag.4

 

Peran Carrier pada Bahan Aktif Kortikosteroid Topikal

Agar dapat bekerja dengan efektif, bahan aktif obat yang diberikan atau active pharmaceutical ingredient (API) membutuhkan carrier atau pembawa dalam bentuk vehikulum. Vehikulum topikal dapat terdiri dari satu bahan atau sekumpulan bahan, yang diberikan dan dipertahankan ke kulit. Vehikulum topikal dikelompokkan dengan berbagai cara, termasuk berdasarkan efeknya (moisturizers, emolien, atau produk barrier), atau berdasarkan sediaannya (krim, salep, atau gel).3

 

Vehikulum obat topikal tidak berbahan inert. Vehikulum ini dapat mempengaruhi keadaan kulit sehingga tidak bisa dikatakan sebagai plasebo sesungguhnya. Vehikulum ini dapat mempengaruhi keadaan kulit, kosmetik, serta penetrasi dan permeasi dari kortikosteroid topikal itu sendiri, sehingga juga mempengaruhi bioavailabilitas dari kortikosteroid topikal dan penilaian pasien yang menggunakan produk kortikosteroid topikal tersebut. Produk dengan vehikulum dan kortikosteroid topikal memiliki keunikannya masing-masing yang dapat berdampak pada efek klinis yang ditimbulkan.3

 

Panduan Pemilihan Kortikosteroid Topikal untuk Berbagai Kasus Dermatologi

Kortikosteroid topikal pada umumnya efektif diberikan pada kondisi kulit yang dicirikan dengan hiperproliferasi, inflamasi, dan keterlibatan sistem imun. Kortikosteroid topikal juga dapat mengurangi gejala pada lesi yang terasa panas/terbakar dan gatal.1 Gejala yang dikeluhkan pasien memegang peranan penting dalam memilih terapi.5

 

Banyak sekali penyakit kulit yang diterapi menggunakan steroid topikal, tetapi bukti efektivitas yang ada sebenarnya hanya tersedia untuk sebagian kecil kondisi kulit. Contohnya, untuk steroid topikal dengan potensi tinggi atau sangat tinggi, sebagian agen tunggal atau kombinasi dengan obat topikal lainnya, adalah terapi yang umum diberikan untuk psoriasis. Kortikosteroid topikal potensi tinggi dan sangat tinggi juga efektif dalam mengobati vitiligo yang melibatkan daerah kulit yang terbatas, liken sclerosis, bullous pemphigoid, dan pemphigus foliaceus. Alopecia areata, yang biasanya dapat sembuh dengan sendirinya, umumnya dapat memberikan respons pada pemberian kortikosteroid topikal potensi sangat tinggi, namun uji acak terkontrol sebenarnya memberikan hasil yang masih kontradiktif. Kortikosteroid topikal dengan potensi sedang hingga tinggi efektif dalam mengobati dermatitis atopi dan eksim pada dewasa dan anak-anak, juga fimosis, dan dermatitis akut akibat radiasi.1

 

Lokasi juga mempengaruhi pemilihan kortikosteroid. Kortikosteroid potensi rendah biasanya direkomendasikan untuk daerah wajah, selangkangan, ketiak, dan pada bayi serta anak. Sementara potensi menengah dan tinggi biasanya digunakan sebagai terapi awal untuk area tubuh lainnya pada orang dewasa. Kortikosteroid superpoten biasanya digunakan untuk lesi membandel, plak kutaneus atau lesi di telapak tangan, telapak kaki, dan/atau kepala. Selain itu, dalam praktik klinis, agar lesi cepat membaik, kortikosteroid poten dan superpoten kadang digunakan sebagai terapi inisial, namun penggunaannya tidak boleh melebihi dua minggu dan monitoring pasien harus ketat.4

 

 

Tabel 2. Kondisi yang dapat diterapi dengan kortikosteroid topikal.


Pemberian satu atau dua kali sehari direkomendasikan untuk sebagian besar sediaan kortikosteroid topikal. Pemberian lebih sering dari itu biasanya tidak memberikan hasil pengobatan yang lebih baik. Penggunaan kortikosteroid topikal kronik atau jangka panjang dapat memicu terjadinya toleransi dan tachyphylaxis. Steroid potensi sangat tinggi sebaiknya tidak digunakan untuk lebih dari tiga minggu secara terus-menerus. Jika diperlukan durasi pengobatan yang lebih lama, steroid harus diturunkan perlahan-lahan (gradual) untuk mencegah terjadinya efek rebound, dan terapi sebaiknya dilanjutkan setelah periode bebas steroid setidaknya selama satu minggu. Jadwal pemberian intermitent dapat diulang dalam jangka panjang atau hingga kondisi kulit membaik.1

 

Efikasi Desoximetasone untuk Kasus Dermatitis

Desoximetasone adalah kortikosteroid topikal berpotensi tinggi dengan fluor, yang dinilai lebih baik untuk digunakan pada hampir keseluruhan pasien dengan dermatosis inflamasi dibandingkan berbagai sediaan steroid lainnya dengan potensi sedang atau tinggi. Desoximetasone sudah banyak diuji pada pasien dengan skala besar, umumnya pada pasien dengan psoriasis, eksim, atau dermatitis. Pada kebanyakan uji terbuka berjangka pendek (biasanya kurang dari satu bulan), 75 hingga 100% pasien dengan psoriasis, eksim, atau dermatitis menunjukkan perbaikan selama terapi.6

 

Desoximetasone sering dinilai superior secara keseluruhan pada pasien dengan inflamasi dermatosis dibandingkan dengan beberapa sediaan steroid potensi menengah lainnya, seperti betamethasone valerate 0,1%, triamcinolone acetonide 0,1%, fluocinolone acetonide 0,025%.6 (hal 290) Desoximetasone juga terbukti lebih baik dibandingkan obat lainnya pada pasien psoriasis yang sulit untuk diobati dan yang mungkin diharapkan dapat memperkuat perbedaan kecil dalam keefektifan sediaan steroid. Pada uji terkontrol yang melibatkan pasien dengan dermatosis inflamasi, desoximethasone terbukti memiliki onset kerja yang lebih cepat dengan perbaikan gejala klinis dalam dua atau tiga hari.6 (hal 296) Salep dan krim Desoximetasone 0.25% juga terbukti efektif dan dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan dermatitis yang responsif akan kortikosteroid.6

 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kortikosteroid Topikal

Keberhasilan terapi bergantung pada diagnosis yang akurat dan pertimbangan dalam memilih kortikosteroid, yang meliputi vehikulum pembawa steroid, kekuatan potensi, frekuensi pemakaian, durasi terapi, dan efek samping yang ditimbulkan.1 Produk generik dapat berbeda dengan produk bermerek. Bahan aktif dalam produk generik harus bioekuivalen, namun vehikulum bisa berbeda. Dalam terapi topikal, vehikulum memiliki peran penting yang dapat mempengaruhi kepatuhan dan toleransi pasien. eksipien dalam produk topikal dapat menyebabkan komplikasi, seperti iritasi, reaksi alergi, serta dapat berbeda dalam hal efikasi produk. Dengan demikian, dokter harus benar-benar memperhatikan obat yang ingin diberikan kepada pasiennya, baik generik maupun bermerek.5

 

Salah kortikosteroid topikal yang tersedia di Indonesia adalah Esperson. Esperson berisi desoximetasone 0,25% dalam sediaan salep.7 Krim dan salep desoximetasone 0,25% efektif dan formulasinya dapat ditoleransi dengan baik dalam pengobatan dermatitis yang responsif dengan kortikosteroid.Desoximetasone memiliki onset cepat dengan perbaikan gejala yang nyata (dalam 2 hingga 3 hari) dibandingkan dengan bethametasone valerate 0,1% atau dipropionate 0,05% dan fluocinolone acetonide 0,2 - 0,025%.6  Sediaan salep lebih memberikan lubrikasi (pelumasan) dan sangat bermanfaat untuk kulit kering/tebal dengan lesi hiperkeratotik. Salep memiliki sifat oklusif yang meningkatkan absorpsi steroid.1

 

Profil Keamanan Desoximetasone Topikal

Berdasarkan tinjauan sistematis dari uji klinis acak terkontrol yang mencakup 1095 pasien, keamanan desoximetasone krim dan salep 0,25% telah terbukti pada kondisi dermatosis responsif steroid, seperti eksim, dermatitis atopik, dan psoriasis.6 Desoximetason dilaporkan dapat ditoleransi baik oleh mayoritas pasien.6 Penggunaan steroid topikal jangka panjang dapat menyebabkan efek samping. Untuk mengurangi risiko efek samping, steroid topikal sebaiknya digunakan dalam waktu sesingkat mungkin dengan tetap mempertahankan efektivitasnya.1


Efek samping kortikosteroid topikal berbeda-beda tergantung potensinya. Efek samping yang paling umum dilaporkan adalah iritasi lokal (66%), diskolorasi kulit (15%), dan striae atau atrofi kulit (15%). Efek samping lebih sering pada potensi lebih tinggi.1

 

Referensi

  1. Ference JD, Last AR. Choosing Topical Corticosteroids. Am Fam Physician. 2009;79(2):135-140.

2.    Uva L, Miguel D, Pinheiro C, Antunes J, et al. Mechanisms of action of topical corticosteroids in psoriasis. Int J Endocrinol. 2012;2012:561018.

  1. Hougeir FG, Rodriguez D. Critical Considerations on Optimizing Topical Corticosteroid Therapy. J Clin Aesthet Dermatol. 2015;8(5)S3-S14.
  2. Patwardhan N, De A, Kulkarni KR, et al. Desoximetasone0.25% cream and ointment -an updated review of its pharmacological properties and therapeutic efficacy in the treatment of steroid responsive dermatoses. IntJ Health Sci Res. 2017; 7(12):290-298.
  3. BPOM approved Esperson product information Esperson 2018.


Share this article
Related Articles