Prevalensi anemia yang tinggi pada penyakit ginjal kronik (PGK) disebabkan oleh berbagai faktor. Anemia berdampak pada morbiditas dan mortalitas pasien PGK yang disertai dengan perburukan penyakit dan penurunan angka harapan hidup.
Pada pasien PGK dengan anemia, penting untuk mempertahankan keseimbangan antara stimulasi eritropoiesis dan pencegahan overload besi. Pengobatan/ terapi anemia defisiensi besi merupakan komponen penting pada perawatan pasien PGK, dengan sejumlah manfaat seperti meningkatnya toleransi terhadap aktivitas fisik, perbaikan kognitif dan fungsi kardiovaskuler, kualitas hidup yang membaik dan mortalitas yang lebih rendah.
Perubahan morfologi dan indikasi lainnya pada sel darah merah dan retikulosit dikaitkan dengan stabilitas status defisiensi besi. Oleh karena itu, anemia defisiensi besi pada pasien PGK (khususnya terapi untuk anemia defisiensi besi) dapat ditingkatkan melalui pemantauan reticulocyte haemoglobin content (CHr) dan persentase kadar hypochromic red cell (%HYPO). Pemeriksaan CHr dan %HYPO 4 kali lebih murah dibandingkan pemeriksaan hematologi konvensional dan dapat digunakan untuk mendeteksi defisiensi besi sebelum muncul manifestasi klinis anemia. CHr dan %HYPO dapat juga untuk mendeteksi anemia defisiensi besi pada pasien PGK karena kondisi inflamasi tidak berpengaruh terhadap kadar CHr.
Suatu penelitian cross-sectional dengan jumlah subjek sebanyak 258 pasien dengan PGK dan 141 subjek sehat yang diteliti dari 1 Juni 2016 sampai dengan 31 Desember 2016. Besi serum, ferritin serum, dan transferin diukur menggunakan metode standar laboratorium, sedangkan analisis hematologi dilakukan untuk mengukur CHr dan %HYPO. Validitas CHr dan %HYPO sebagai marker untuk menilai anemia defisiensi besi. Multivariable binary logistic regression digunakan sebagai prediktor untuk menilai hubungan antara anemia defisiensi besi, CHr, dan %HYPO. Area di bawah receiver operator characteristics (ROC) curve (AUC) akhir digunakan untuk menilai nilai diskriminasi CHr dan %HYPO secara respektif.
Hasilnya 26,1% pada kelompok PGK lebih banyak mengalami anemia defisiensi besi dibandingkan kontrol (35,3% vs 9,2%). Sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis anemia defisiensi besi pada kelompok PGK dengan menmggunakan CHr sebesar 62,6% dan 80,2%, sedangkan dengan menggunakan %HYPO sebesar 63,3% dan 79,8%. Subjek kelompok PGK yang mempunyai kadar CHr > 28 pg adalah 82% lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami anemia defisiensi besi dibandingkan dengan subjek yang memiliki kadar CHr < 28 pg (adj odds ratio = 0,18, 95% CI: 0,09 ± 0,37). AUC dari CHr (0,81, 95% CI: 0,76 ± 0,87) lebih tinggi daripada AUC dari %HYPO (0,76, 95% CI: 0,70 ± 0,82).
Simpulan:
Dari penelitian disebutkan bahwa untuk diagnosis anemia defisiensi besi lebih efektif dan lebih murah dengan menggunakan CHr dan %HYPO. Hal ini juga sudah mulai dilakukan di beberapa RS di Indonesia dimana untuk pemeriksaan ini sudah menjadi bagian dari pemeriksaan hematologi lengkap.
Image : Ilustrasi
Referensi:
1. NaladoI AM, Mahlangu JN, Duarte R, Paget G, Olorunfemi G, Jacobson BF. Utility of reticulocyte haemoglobin content and percentage hypochromic red cells as markers of iron deficiency anaemia among black CKD patients in South Africa. PLoS ONE 2019;13(10):e0204899.
2. Agarwal MB, Pal S. Reticulocyte hemoglobin content (CHr): The gold standard for diagnosing iron deficiency. J Assoc Physicians India. 2017;65(12):11-2.