Cidofovir adalah analog nukleotida yang memiliki kemampuan poten menghambat replikasi beberapa virus herpes, seperti cytomegalovirus (CMV). Cidofovir difosforilasi secara intrasel dan berkompetisi dengan cytosine, sehingga menghasilkan terminasi rantai DNA dan inhibisi sintesis DNA virus. Aktivitas cidofovir pada kultur sel nampak dapat melawan beberapa virus herpes, papiloma, polyoma, pox, dan adenovirus. Cidofovir perlu diberikan secara intravena (IV) dan biasanya diberikan bersamaan dengan probenecid untuk menghambat ekskresi renal yang cepat.
Indikasi penggunaan cidofovir adalah untuk retinitis CMV, secara off-label juga digunakan untuk tata laksana infeksi adenovirus serius dan infeksi herpes simpleks pada pasien resisten acyclovir yang immunocompromised. Cidofovir sudah diakui di Amerika Serikat sejak tahun 1996 dengan penggunaan yang terbatas karena potensi nefrotoksisitasnya. Cidofovir tersedia dalam formulasi injeksi IV 75 mg/mL dengan dosis rekomendasi untuk dewasa 5 mg/kg selama 1 jam, satu kali seminggu selama 2 minggu. Modifikasi dosis mungkin diperlukan jika terdapat kondisi insufisiensi renal. Pemberian cidofovir dapat mengakibatkan peningkatan kadar ALT serum ringan-sedang, namun umumnya self-limited dan tidak memerlukan penyesuaian dosis atau penghentian terapi.1
Pemeriksaan kadar kreatinin serum dan protein urin perlu diperiksa sebelum pemberian cidofovir. Jika bersihan kreatinin ≤ 55 mL/menit atau proteinuria ≥ 2+ (≥ 100 mg/dL), maka dikontraindikasikan untuk pemberian cidofovir. Penggunaan sebagai tata laksana CMV pada lansia (>60 tahun) belum diketahui efektivitas dan keamanannya.2,3 Selain itu, pemberian pada anak usia <18 tahun juga belum diketahui efektivitas dan keamanannya, sehingga pemberiannya tidak direkomendasikan. Pemberian pada anak immunocompromised seperti anak dengan HIV memerlukan kehati-hatian yang dangat karena adanya efek samping jangka panjang karsinogenik dan toksisitas reproduksi. Oleh karena itu, pemberian cidofovir pada anak harus dilakukan dalam pengawasan ketat tenaga kesehatan dan hanya dilakukan jika manfaat jelas lebih tinggi dibanding risiko.2-4 Efek samping yang sangat umum ditemukan (>1/10) di antaranya leukopenia, nyeri kepala, mual, muntah, proteinuria, peningkatan kreatinin, rambut rontok, rash, kelemahan/fatigue, dan demam.2
Ganapathi, dkk. (2016)5 melakukan studi retrospektif 5 tahun pada anak-anak immunocompromised yang terinfeksi adenovirus (n=16) dan diberikan 19 episode cidofovir. Cidofovir diberikan dengan dosis standar 5 mg/kg seminggu sekali, namun jika terdapat disfungsi renal pada awal terapi, dosis disesuaikan menjadi 1 mg/kg diberikan 3 kali seminggu secara infus selama 1 jam. Bersamaan dengan cidofovir, pasien juga diberikan probenecid untuk proteksi ginjal dengan dosis standar 1,25 g/m2/dosis diberikan 3 jam sebelum, 2 jam setelah, dan 8 jam setelah pemberian CDV. Usia pasien berkisar antara 0,75-20 tahun (rerata usia 6,5 tahun) dengan diagnosis primer HSCT (hematopoietic stem cell transplant, n=8), SOT (solid organ transplant, n=4), leukemia (n=2), dan lain-lain (n=2). Hasil studi menunjukkan 94% pasien (n=15) mengalami penurunan viral load kuantitatif dan 88% (n=14) mengalami viral clearance. Sebanyak 10 pasien (63%) mengalami perbaikan gejala klinis.
Pemberian cidofovir signifikan berkaitan dengan terjadinya disfungsi renal jika dibandingkan kadar kreatinin puncak dengan kreatinin basal (p=0,0016). Besar peningkatan kadar kreatinin dari basal dilaporkan sekitar 50%, namun 64% menunjukkan penurunan kreatinin kembali ke basal setelah berhentinya pemberian cidofovir.5 Studi ini menyimpulkan bahwa pemberian cidofovir nampaknya aman dan dapat ditoleransi (appeared safe and reasonably tolerated) sebagai terapi infeksi adenovirus pada anak. Pemberian cidofovir dikaitkan dengan perbaikan pada mayoritas pasien anak dengan efek samping disfungsi ginjal yang sementara dan reversibel.5
Alcamo, dkk. (2020)6 melaporkan sebuah kasus kesuksesan terapi cidofovir pada infeksi adenovirus berat anak. Anak laki-laki usia 3 tahun yang sebelumnya sehat mengalami infeksi adenovirus fulminan dengan limfopenia dan multi-organ failure yang membutuhkan dukungan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Setelah tata laksana suportif selama 1 minggu, pasien mengalami gagal organ persisten dengan kadar adenovirus pada darah (adenoviremia) >560.000 kopi per mL. Oleh karena itu, dilakukan pemberian cidofovir dengan dosis 1 mg/kg satu kali seminggu mengingat pasien ini telah mengalami gagal ginjal akut (AKI) dan overload cairan. Pemberian cidofovir disertai dengan hidrasi dengan normal salin dan probenecid. Tiga hari setelah dosis pertama cidofovir, adenoviremia menurun menjadi 285.000 kopi per mL. Setelah 3 dosis (3 minggu), adenovirus tidak lagi terdeteksi di darah. Setelah AKI dan overload cairan sudah teratasi, dosis cidofovir dinaikkan menjadi 5 mg/kg. Pasien kemudian sukses melepas kanul ECMO 3 hari setelah pemberian dosis kedua cidofovir dan diekstubasi 2 hari setelah dosis ketiga. Hingga studi ini dipublikasikan, belum ada rekomendasi pemberian cidofovir untuk pasien imunokompeten. Namun, studi ini menunjukkan adanya potensi manfaat pemberian cidofovir pada pasien imunokompeten dengan infeksi adenovirus berat.6
Selain pada anak, studi oleh Vora, dkk. (2017)7 juga menilai nefrotoksisitas cidofovir pada bayi dan neonatus. Dosis yang umum digunakan adalah 1 mg/kg tiga kali seminggu. Namun, pada pasien dengan viral load adenovirus lebih tinggi, diberikan dosis 5 mg/kg sekali seminggu dengan hiperhidrasi dan probenecid untuk proteksi ginjal. Dari 5 neonatus, 4 di antaranya juga diberikan probenecid, sedangkan 1 lainnya tidak diberikan, namun hanya 1 neonatus yang tidak menerima ini yang tidak mengalami insufisiensi renal setelah pemberian cidofovir. Pada kelompok anak yang lebih besar, 5 dari 23 mengalami insufisiensi renal, namun 3 di antaranya memang sudah memiliki riwayat insufisiensi renal yang memburuk drastis segera setelah pemberian cidofovir. Studi ini menyimpulkan bahwa diperlukan studi lebih lanjut untuk optimalisasi dosis cidofovir yang lebih aman untuk anak.7
Laporan dari Alabama8 menyebutkan telah memberikan cidofovir pada pasien anak dengan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya. Tiga dari sembilan anak (usia 0-6 tahun) mengalami gagal hati akut, dan dua di antaranya diberikan cidofovir secara off-label serta steroid. Namun, pasien kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan lain dan menjalani transplantasi hati. Spesimen plasma yang diperiksa secara PCR real-time untuk mendeteksi adenovirus pada kedua anak ini menunjukkan hasil negatif, namun, hasil keduanya kemudian menjadi positif ketika diperiksakan dengan spesimen whole blood. Seluruh pasien yang dilaporkan di Alabama, yaitu sebanyak sembilan, mengalami perbaikan dan sedang dalam masa pemulihan, termasuk dua anak yang mendapatkan cidofovir dan transplantasi hati. Oleh karena itu, belum diketahui manfaat pasti pemberian cidofovir pada wabah hepatitis yang belum diketahui penyebabnya ini.8 Usia pasien dan dosis cidofovir yang diberikan pada kedua pasien ini tidak diketahui,
Berdasarkan studi di atas, dapat disimpulkan bahwa cidofovir dapat diberikan secara off-label untuk infeksi adenovirus anak. Penggunaannya mampu menurunkan viral load adenovirus dan berperan dalam penyembuhan pasien anak yang terinfeksi adenovirus, baik anak immunocompromised maupun imunokompeten. Namun, efek nefrotoksisitasnya sangat nyata, meskipun disebutkan reversibel. Penggunaan cidofovir pada wabah hepatitis yang belum diketahui penyebabnya ini sudah dilakukan, pasien membaik, namun begitu juga dengan pasien lain yang tidak mendapatkan cidofovir. Oleh karena itu, masih diperlukan studi lebih lanjut mengenai manfaat penggunaan cidofovir pada kasus hepatitis yang belum diketahui penyebabnya ini.
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
1. Cidofovir [Internet]. LiverTox: Clinical and Research Information on Drug-Induced Liver Injury [Internet]. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases; 2017 [cited 2022 May 10]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK548417/
2. Package leaflet: Information for the user Cidofovir 75 mg/ml concentrate for solution for infusion [Internet]. [cited 2022 May 10]. Available from: https://www.medicines.org.uk/emc/files/pil.11151.pdf
3. Cidofovir 75 mg/ml Concentrate for Solution for Infusion - Summary of Product Characteristics (SmPC) - (emc) [Internet]. [cited 2022 May 10]. Available from: https://www.medicines.org.uk/emc/product/11151/smpc
4. VISTIDER (cidofovir injection) [Internet]. Accesdata.fda.gov. [cited 2022 May 10]. Available from: https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/1999/ 020638s003lbl.pdf
5. Ganapathi L, Arnold A, Jones S, Patterson A, Graham D, Harper M, et al. Use of cidofovir in pediatric patients with adenovirus infection. F1000Research. 2016;5:758.
6. Alcamo AM, Wolf MS, Alessi LJ, Chong HJ, Green M, Williams JV, et al. Successful use of cidofovir in an immunocompetent child with severe adenoviral sepsis. Pediatrics. 2020;145(1).
7. Vora SB, Brothers AW, Englund JA. Renal toxicity in pediatric patients receiving cidofovir for the treatment of adenovirus infection. Journal of the Pediatric Infectious Diseases Society. 2017;6(4):399–402.
8. Baker JM. Acute Hepatitis and Adenovirus Infection Among Children — Alabama, October 2021–February 2022. MMWR Morb Mortal Wkly Rep [Internet]. 2022 [cited 2022 May 10];71. Available from: https://www.cdc.gov/mmwr/volumes/71/wr/mm7118e1.htm