Tatalaksana penyakit terkait dengan asam lambung meliputi penghambatan produksi asam lambung dan agen penetralisir telah dikembangkan. Hingga saat ini tatalaksana ulkus peptikum khususnya ulkus duodenum masih terdiri dari terapi jangka pendek dengan obat-obatan yang menekan asam lambung untuk memperbaiki kondisi mukosa usus serta terapi jangka panjang untuk mencegah kekambuhan. Beberapa penelitian menjelaskan lansoprazole sangat efektif dalam menyembuhkan ulkus duodenum dan lebih superior dibanding antagonis reseptor H2.
Lambung merupakan satu-satunya organ yang mensekresi cairan dengan tingkat keasaman pH 2. Sekresi tersebut tidak hanya penting untuk sterilisasi bakteri yang terkandung dalam makanan, tapi juga untuk pencernaan dan penyerapan faktor-faktor nutrisi seperti protein, zat besi, kalsium, dan vitamin B12. Namun, karena sekresi cairan yang sangat asam tersebut dapat merusak traktus gastrointestinal, terdapat banyak mekanisme proteksi yang mencakup lapisan mukosa, sekresi bikarbonat, kontraksi sfingter gastroesofagus.
Tatalaksana penyakit terkait dengan asam lambung meliputi penghambatan produksi asam lambung dan agen penetralisir telah dikembangkan. Hingga saat ini tatalaksana ulkus peptikum khususnya ulkus duodenum masih terdiri dari terapi jangka pendek dengan obat-obatan yang menekan asam lambung untuk memperbaiki kondisi mukosa usus serta terapi jangka panjang untuk mencegah kekambuhan. Dengan identifikasi Helicobacter pylori, eradikasi mikroorganisme tersebut menjadi kunci dari tatalaksana penyakit ulkus peptikum.
Penghambatan asam lambung adalah kunci kesembuhan dan pencegahan kekambuhan penyakit ini. Beberapa penelitian menjelaskan lansoprazole sangat efektif dalam menyembuhkan ulkus duodenum dan lebih superior dibanding antagonis reseptor H2.
Pada sebuah penelitian, ranitidin 300 mg di malam hari tidak efekfif lagi, dengan angka kekambuhan 1 tahun sekitar 6.1-6.9%. Kurangnya efek terapeutik yang diberikan oleh antagonis reseptor H2 dalam dosis tinggi adalah karena kemampuannya untuk menghambat sekresi asam lambung dengan level yang relatif rendah dan tidak cukup untuk menurunkan kekambuhan ulkus. Proton Pump Inhibitor (PPI) seperti lansoprazol, terbukti lebih unggul dibandingkan antagonis reseptor H2 pada beberapa penelitian.
Sebuah penelitian tersamar ganda pada grup paralel mencakup 219 penderita ulkus duodenum mendapatkan lansoprazol 30 mg dan 217 pasien mendapat ranitidin 300 mg selama 8 minggu. Subjek kemudian diacak lagi untuk mendapat lansoprazol 30 mg (122 pasien), lansoprazol 15 mg (121 pasien), atau ranitidin 150 mg (116 pasien) selama 12 bulan. Hasilnya menunjukkan pasien dengan terapi lansoprazol mengalami perbaikan (98%) dibandingkan pasien pada kelompok yang menggunakan ranitidin. Angka kekambuhan selama 12 bulan lebih rendah pada kelompok yang mendapat lansoprazol dibandingkan dengan yang mendapat ranitidin.
Berdasarkan penelitian ini, kedua dosis lansoprazol (30 mg dan 15 mg) superior dibandingkan dengan ranitidin 150 mg dalam mencegah kekambuhan ulkus duodenum, dengan perbedaan bermakna dicapai pada kelompok yang mendapat lansoprazol 30 mg. Hasil penelitian ini menunjukkan intensitas penghambatan asam bisa menjadi indikator penentu yang digunakan untuk memprediksi kekambuhan dan angka kesembuhan.
Image : Ilustrasi
Referensi:
1. Bardhan K. Lansoprazole is superior to ranitidine as maintenance treatment for the prevention of duodenal ulcer relaps. Alimentary Pharmacology & Therapeutics Journal 1999; 13:827-32.
2. Kinoshita Y. Advantages and disadvantages of long-term proton pump inhibitor use. Journal of Neurogastroenterology and Motility 2018;24(2):182-96