Pada populasi usia tua yang berusia lebih dari 50 tahun, hampir 40% di antaranya mengalami defisiensi vitamin B12. Dalam 4 tahun, 51% dari yang mengalami defisiensi vitamin B12 tersebut, menderita gejala depresi. Rendahnya kadar vitamin B12 memicu terjadinya hiperhomosisteinemia, anemia, gangguan fungsi saraf, dan gejala depresi yang lebih nyata.
Pada kondisi normal tubuh manusia, vitamin B12 berperan dalam melawan homosistein untuk menekan gejala depresi, dan sintesis metionin untuk pembentukan neurotransmiter, fosfolipid, dan nukleotida; guna mengoptimalkan struktur dan fungsi saraf, serta pembentukan sel darah merah.
Studi longitudinal, observasional, pada Desember 2021 oleh Laird E, et al, dilakukan pada 3.849 orang usia lanjut, berusia lebih dari 50 tahun. Mereka semua diobservasi selama 4 tahun dan kemudian difollow-up status vitamin B12 dan dievaluasi risiko insiden depresinya.
Hasilnya menunjukkan bahwa adanya peningkatan risiko insiden depresi pada kelompok defisiensi vitamin B12, dengan nilai P =0,021. Baik dengan maupun tanpa penggunaan antidepresan/suplemen/keduanya, korelasi antara status defisiensi vitamin B12 dan insiden depresi, masih signifikan, dengan nilai P =0,019, P =0,05, P =0,021.
Pada studi ini disimpulkan bahwa status defisiensi vitamin B12 pada orang tua (usia lebih dari 50 tahun) secara signifikan berkorelasi dengan depresi.
Gambar: Ilustrasi
Referensi:
1. Laird E, Halloran AMO, Molloy AM, Healy M, Hernandez B, Connor DO et al. Low vitamin B12 but not folate is associated with incident depressive symptoms in community-dwelling older adults: A 4 year longitudinal study. The Nutrition Society. 2021 Dec.
2. Cornish S, Madrona LM. The role of vitamins and minerals in psychiatry. Integrative Medicine Insights. 2008;3:33-42.