Delirium post operatif meningkatkan risiko disfungsi kognitif post operatif. Dikatakan gangguan kognitif post operatif apabila terdapat penurunan kognitif sesaat setelah operasi ataupun setelah keluar dari rumah sakit (1-3 bulan dari selesai operasi), yang disertai dengan kondisi delirium (kesadaran tidak penuh) pada pasien.
Menurut WHO, delirium didefinisikan sebagai suatu gejala serebral/otak non-spesifik yang ditandai dengan adanya gangguan kesadaran, atensi, persepsi, cara berpikir, memori, perilaku-psikomotorik, emosi, dan siklus bangun-tidur. Dengan demikian, seseorang yang mengalami gangguan memori, atensi, dan kecepatan memproses informasi di otak setelah pemberian obat anestesi dan operasi, dikenal dengan sebutan post operative cognitive delirium, di mana 41,4% gangguan tersebut dialami oleh pasien usia 60 tahun ke atas.
Disfungsi kognitif ini diduga disebabkan oleh adanya respons inflamasi pada sistem saraf setelah pemberian obat anestesi dan obat pendukung selama operasi berlangsung. Respons inflamasi ini terjadi akibat adanya pelepasan sitokin yang distimulasi oleh sistem imun NF-yB di mana sitokin ini menganggu sawar darah otak dan mencetuskan reaksi inflamasi di otak/saraf sekitar. Inflamasi ini diikuti dengan disfungsi mitokondria saraf, gangguan keseimbangan neurotransmiter, dan berakhir pada apoptosis (kematian) sel saraf.
Sejak beberapa tahun terakhir, citicoline sudah sering digunakan secara sukses dalam hal penurunan frekuensi gangguan kognitif-delirium pasca-operasi. Citicoline memperbaiki fosfolipid membran sel saraf dan meningkatkan neurotransmitter saraf, sehingga mendukung transfer sinyal saraf di dalam tubuh, terutama otak.
Pada studi Tsvetanova K, dilakukan secara acak, tersamar ganda, terkontrol plasebo pada 46 pasien lansia (33-83 tahun) yang dijadwalkan laparoskopik dengan anestesi umum/total. Sebanyak 46 pasien dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok 1 (24 pasien) diberikan citicoline 30 menit sebelum anestesi berakhir dan pada hari ke-1 dan 2 pasca-operasi; kelompok 2 (22 pasien) tidak diberikan citicoline. Kedua kelompok ini sama-sama diberikan anestesi umum berupa premedikasi (midazolam dan fentanil), propofol, suksinil kolin dan pemeliharaan efek anestesi dengan atrakurium, fentanil dan sevoflurane dengan dosis umum.
Dari studi ini didapatkan bahwa pemberian Citicoline 30 menit sebelum anestesi berakhir dan pada hari ke-1 dan 2 pasca-operasi pada pasien (usia 33-83 tahun) laparoskopik dengan anestesi umum, menurunkan insidens gangguan kognitif sebesar 53%.
Silakan baca juga: Brainact, berisi citicoline yang dapat memberikan efek neuroproteksi
Image : Ilustrasi (Photo by Matthias Zomer from Pexels)
Referensi:
1. Daiello LA, Racine AM, Gou RY, Marcantonio ER, Xie Z, Kunze LJ et al. Postoperative delirium and postoperative cognitive dysfunction. Anesthesiology. 2019;131:477-91.
2. Cunningham J, Kim LD. Post-operative delirium: A review of diagnosis and treatment strategies. J Xiangya Med. 2018;3:8.
3. Tsvetanova K. Impact of citicoline over cognitive impairments after general anesthesia. IJSR. 2020;9(1).