Japanese encephalitis (JE) merupakan suatu penyakit radang otak (Ensefalitis) yang disebabkan oleh infeksi virus Japanese Encephalitis yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini merupakan penyebab penyakit radang otak tersering di sebagian besar Asia dan sebagian Pasifik Barat, termasuk di Indonesia.
Sejarahnya, penyakit ini awalnya ditemukan di Jepang pada tahun 1871. Walaupun nama tersebut ada unsur jepangnya, faktanya virus ini tidak hanya menyerang negara jepang saja. Berdasarkan data yang dilansir laman Central For Disease Control and Prevention (CDC) setidaknya ada 20 negara yang tertular seperti India, Bangladesh, Jepang, Thailand, Singapore, Korea Selatan, Korea Utara, Vietnam, Laos, Malaysia, Burma, Sri Langka hingga di Indonesia.
Sebagian besar orang yang terinfeksi virus JE tidak bergejala atau gejala tidak spesifik menyerupai flu. Tanda dan gejala penyakit radang otak biasanya muncul antara 4-14 hari setelah gigitan nyamuk (masa inkubasi) dengan gejala utama berupa demam tinggi yang mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai perubahan gradual gangguan bicara dan berjalan. Pada anak, gejala awal biasanya berupa demam, anak tampak rewel, muntah, diare, dan kejang. 1
JE bisa menyebabkan kematian. Didapatkan 67.900 kasus JE setiap tahunnya, dengan angka kematian 20-30% dan mengakibatkan gejala gangguan saraf sisa pada 30-50%. Angka kematian ini lebih tinggi pada anak, terutama anak berusia kurang dari 10 tahun. Bilapun bertahan hidup, biasanya penderita seringkali mengalami gejala sisa (sekuele), antara lain gangguan sistem motorik (motorik halus, kelumpuhan, gerakan abnormal); gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, gangguan perhatian, depresi); atau gangguan intelektual (retardasi); atau gangguan fungsi saraf lain (gangguan ingatan/memori, epilepsi, kebutaan.2
Penularan virus JE sebenarnya hanya terjadi antara nyamuk, babi, dan atau burung rawa. Manusia bisa tertular virus JE bila tergigit oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang terinfeksi.
Hingga saat ini masih belum ditemukan obat untuk mengatasi infeksi Japanese Encephalitis.
Namun, penyakit ini dapat dicegah dengan :
- Menghindari gigitan nyamuk
Menghindari gigitan nyamuk bisa dengan cara menggunakan lotion anti nyamuk, pakaian tebal atau lengan panjang dan sebisa mungkin menghindari kegiatan di malam hari di alam terbuka seperti di area pertanian di mana banyak terdapat nyamuk Culex.
- Melakukan Vaksinasi
Program vaksin terbukti sangat efektif dalam mencegah dan menurunkan beban akibat dari penyakit ini. Di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Cina, Taiwan, Korea, dan Thailand, program imunisasi sudah diadakan untuk anak-anak sehingga insiden JE menurun di beberapa dekade terakhir.
Japanese Encephalitis di Indonesia
Di Indonesia, dilaporkan terdapat beberapa kasus pada tahun 2015, yaitu di daerah provinsi Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Yogyakarta, Jawa Barat dan Jakarta. Kasus terbanyak dilaporkan terdapat di Provinsi Bali dikarenakan banyaknya persawahan dan peternakan babi.
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional tahun 2016 berupaya mengenalkan vaksin Japanese Encephalitis ke dalam progam imunisasi nasional dengan menggunakan vaksin Japanese Encephalitis sebagai bagian dari crash program di daerah paling endemis di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah melalui Menteri Kesehatan REPUBLIK INDONESIA pada tahun 2017 melaksanakan kampanye dan pengenalan imunisasi JE di Provinsi Bali dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Barat di tahun 2023. 1
Baru-baru ini, telah dilakukan surveilans di 11 provinsi di Indonesia di mana teridentifikasi kasus di manusia, seroprevalensi di manusia serta ditemukannya vetor di lingkungan.3
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2023 merekomendasikan vaksinasi JE untuk anak-anak di daerah endemis mulai usia 9 bulan ke atas dan booster di tahun berikutnya.4
Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan pemberian dosis tunggal vaksin JE di area endemis. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya. Vaksin JE direkomendasikan untuk wisatawan yang akan tinggal selama lebih dari 1 bulan di daerah endemis.(2)
Gambar: ResearchGate
Referensi
- https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/japanese-encephalitis
- WHO Wkly Epidemiol Rec 2015 Feb 27;90(9):69-87.
- https://www.idai.or.id/artikel/klinik/jadwal-imunisasi-anak-idai2023
- E. Burni. Vector Borne diseases and zoonotic policy in Indonesia (in Bahasa Indonesia) National Seminar on Rikhus Vektora Final Report 2017, 17–19 December 2017