Detail Article

73rd Continuing Orthopaedic Education of Indonesian Orthopaedic Association

dr. Esther Kristiningrum
Mei 14
Share this article
9ac2160b5ef77a0ec123e77f54a012c0.jpeg
Updated 14/Mei/2025 .

Pada tanggal 8-10 Mei 2025 telah diselenggarakan simposium ilmiah dalam acara 73rd Continuing Orthopaedic Education of Indonesian Orthopaedic Association (73rd COA of IOA) di kota pahlawan Surabaya, tepatnya di Hotel Vasa, yang merupakan salah satu kegiatan organisasi Persatuan Ahli Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI). Acara ini mengambil tema “Orthopaedic Minimally Invasive Procedures in Indonesia: Advantages, Challenges, and Opportunities. Is the latest always the greatest?” 


Acara COE IOA ini merupakan ajang penting untuk berbagi ilmu, meningkatkan keterampilan, dan menjalin hubungan profesional di antara para dokter spesialis ortopedi di seluruh Indonesia, maupun calon dokter spesialis ortopedi yang sedang menjalani program residensi. Lebih dari 1000 peserta hadir secara langsung dalam acara ini, yang terdiri dari dokter spesialis ortopedi dan traumatologi, dokter bedah, residen, dan dokter umum dari seluruh Indonesia, serta menghadirkan pembicara ahli di bidang ortopedi dan traumatologi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

 

Selain simposium ilmiah serta pameran produk dan alat kesehatan dari berbagai perusahaan, acara ini juga dimeriahkan dengan lomba cerdas cermat, ajang pencarian bakat dari cabang-cabang PABOI, Joy Sailing, Gala Dinner, serta acara menarik lainnya. Sebelum acara simposium ilmiah, sebagai rangkaian acara 73rd COA of IOA, juga diadakan acara workshop di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan webinar, serta pada tgl 10 Mei 2025 diadakan acara Pemaparan Visi Misi dan Program Kerja Calon Ketua DEPOI 2025-2028 dan Calon Ketua PABOI 2028-2031.

 

Salah satu topik menarik dari simposium ilmiah acara ini adalah mengenai Ethic and Implementation of New Regulation from Ministry of health Regarding Osthopaedic Practices yang dimoderatori oleh Dr. dr. Heri Suroto, SpOT, Subsp.TLBM(K), MARS dengan pembicara Dr. dr. Moch. Rizal Chaidir, SpOT, Subsp, TLBM(K), Prof Dr. dr. Ismail HD, SpOT, Subsp.PL(K), dan Prof. Dr. dr. Ferdiansyah, SpOT, Subsp.Onk.Ort.R(K). Disebutkan bahwa saat ini belum ada produk terapi sel yang mendapat persetujuan dari BPOM di Indonesia, namun sudah ada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/1359/2024 mengenai panduan penyelenggaraan pelayanan terapi sel punca di bidang ortopedi dan traumatologi.

 

Sel punca dapat diaplikasikan sebagai standar pelayanan terapi dan penelitian berbasis pelayanan di bidang orthopedi dan traumatologi. Pada beberapa penyakit yang telah tercantum dalam KMK tersebut, terapi sel punca sudah menjadi terapi standar sehingga bisa dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun terapi sel punca tidak menggantikan terapi utama, tetapi sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama untuk memberikan hasil terapi yang lebih baik.

 

Aturan umum penggunaan sel punca berdasarkan KMK tersebut antara lain adalah menggunakan sel punca autologous atau alogenik, berbasis pelayanan terapi yang mengacu pada evidence base dan standar prosedur operasional sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk sel punca dan turunannya yang digunakan diproduksi oleh laboratorium pengolah sel dan atau sel punca yang telah memiliki perizinan usaha atau produk sel punca dan turunannya yang telah memiliki izin edar. Sel punca yang dimaksud dalam pedoman ini merupakan sel punca mesenkimal dan pengambilan sumber sel punca autologus atau alogenik serta turunannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perubdang-undangan dan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan oleh masing-masing pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

 

Selain itu, pasien harus mendapatkan informasi mengenai metode pemberian, efek samping, manfaat, prosedur yang dimulai dengan uji penapisan laboratorium untuk mendeteksi kemungkinan infeksi dan pemeriksaan baseline terhadap subjek (VAS, X-ray, MRI). Metode terapi yang bisa diberikan adalah terapi sel, terapi sekretom, dan terapi rekayasa jaringan, dan bisa dilakukan oleh dokter dokter SpOT maupun SpOT subspesialis sesuai kompetensi yang tertulis pada buku kompetensi kolegium, telah mendapatkan pelatihan dasar tentang sel punca, sekretom, dan rekayasa jaringan dari Rejaselindo/Komite Sel Punca/kolegium, dan pelatihan tentang aplikasi sel punca oleh kolegium. Pelayanan terapi sel punca tersebut dapat diimplementasikan di rumah sakit dan klinik primer yang memenuhi persyaratan.


Share this article
Related Articles